Keindahan Pancasila

Sudirman Said
Warga negara biasa.
Konten dari Pengguna
21 Maret 2018 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sudirman Said tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Patung Pancasila (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Patung Pancasila (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Suasana selepas shalat subuh di Masjid Nabawi, Madinah, Selasa 20 Maret 2018, sungguh indah. Sejuk udaranya, langit jernih menyongsong matahari terbit dari ufuknya. Deretan payung payung besar yang mengelilinginya, membuat masjid Nabawi tampak anggun berwibawa.
ADVERTISEMENT
Madinah memang kota yang rapi tertata. Bangunan di sekeliling masjid ketinggiannya sama, arsitekturnya tidak tampak saling berlomba, tetapi menunjukkan harmoni satu dengan lainnya. Mungkin itu sebabnya banyak pemikir menyebut, istilah masyarakat madani berasal dari situasi Madinah yang mengajarkan keteraturan.
Masyarakatnya ramah dan menampilkan budaya saling tolong menolong. Bahkan petugas keamanan yang mengatur dan menjaga kekhusukan ibadah di Masjid Nabawi, tidak menampakkan kegarangan, sebaliknya menampilkan wajah yang ramah dan siap menolong.
Setelah ziarah di makam Rasulullah Nabi Muhammad SAW, tiba tiba saya teringat Pak Letjen Sajidiman Surjohadiprojo, mantan Dubes Indonesia untuk Jepang, yang penah duduk sebagai Gubernur Lemhanas.
Beberapa bulan lalu saya dan sejumlah teman berkunjung ke kediaman beliau, untuk bertukar pikiran dengan tokoh senior ini. Meski usianya sudah lanjut, pikiran-pikiran beliau masih menggelorakan semangat juang yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Salah satu topik diskusi yang berkesan adalah pandangan beliau tentang Pancasila. “Beruntung kita punya Pancasila. Itu yang akan menjaga keselamatan bangsa kita”, tuturnya penuh semangat.
Selanjutnya beliau katakan, tujuan bernegara itu ada di sila ke-5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Seluruh usaha apapun, harus diarahkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat kita.
Untuk sampai ke sana, kita harus mampu mengelola kompleksitas negara dan bangsa dengan asas musyawarah. Karena itu sila ke-4 adalah: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.
Tidak ada musyawarah tanpa keinginan bersatu. Maka itu, sila ke-3 adalah Persatuan Indonesia.
Keinginan bersatu hanya mungkin diwujudkan bila kita menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Sebab itu sila ke-2 adalah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
ADVERTISEMENT
Di atas segala usaha manusia, kata Pak Sajidiman menekankan: “ada hal-hal yang tidak bisa kita selesaikan sendiri. Sebagian urusan harus kita pasrahkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa”. Itulah sebabnya sila pertama yang mewarnai seluruh isi Pancasila, adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. “Tuhan lah sang Maha Penentu”, tegasnya.
Dalam perenungan di Madinah, saya sungguh bersyukur menjadi warga Indonesia. Negara dan bangsa yang besar ukurannya, amat majemuk paham dan budayanya, rumit permasalahannya, diikat dan dipayungi dengan norma universal. Suatu fondasi bernegara yang disepakati seluruh elemen bangsa, Pancasila namanya.
Hormat kita pada para Pendiri Bangsa —yang oleh Prof. Mochtar Pabottingi disebut telah berhasil mengadakan “penyelenggaraan ilahiyah”, —merumuskan Pancasila sebagai bagian dari Pembukaan Konstitusi kita. Disebut “Penyelenggaraan Ilahiyah” karena ketika majelis perumus bersidang tidak diwarnai sikap traksaksional, ego pribadi dan golongan disingkirkan jauh-jauh, tidak diwarnai oleh pikiran politisi korup, sehingga seluruh kekuatan pikiran dan hati diabdikan sepenuh-penuhnya bagi kepentingan bangsa, dalam menata masa depannya.
ADVERTISEMENT
Pancasila yang dengan kejernihan penafsiran seperti diuraikan oleh Jenderal Sajidiman adalah bekal tak ternilai untuk menjadi pedoman penyelenggaraan negara, jika para Pemimpinnya mewarisi kejernihan dan ketulusan para pendiri bangsa, para perumus Pancasila.
Perjalanan ibadah umrah kali ini agak istimewa, karena sepanjang ritual diwarnai doa-doa, berpasrah diri pada Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa. Kami berdoa, semoga bangsa dan negara kita diselamatkan dari tangan, pikiran, dan hati kotor yang berlawanan dengan nilai luhur Pancasila.
Keindahan Pancasila, keluruhan nilai-nilainya akan senantiasa memerlukan tangan, pikiran, dan hati bersih dari para Pemimpin Negara, di seluruh lapis. Merekalah yang akan berjuang meninggikan kemanusian demi mewujudkan keadilan dan keadaban. Tangan, pikiran, dan hati jernih yang akan mampu merajut kemajemukan mewujudkan persatuan.
ADVERTISEMENT
Mereka pula yang akan mendapat kepercayaan untuk menyelenggarakan permusyawaratan di segala bidang. Dengan itu segala usaha untuk mewujudkan tujuan bernegara; keadilan sosia bagi seluruh warganya akan dapat dilakukan.
Selebihnya, hanya orang yang percaya pada kekuasaan dan kebesaran Tuhan yang akan terus menjaga norma-norma kepatutan di setiap tindakannya.
Karena itu usaha-usaha mengajak “orang-orang baik” terpanggil untuk menjadi bagian dari penyelenggara negara harus terus dilakukan tanpa henti.
Setelah ikhtiar maksimal manusia , barulah kita boleh berpasrah diri kepada Allah Yang Maha Kuasa, Semoga Tuhan Yang Maha Esa menolong kita semua.
Madinah, 20 Maret 2018