Konten dari Pengguna

Andai RA Kartini Punya Medsos

Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
19 April 2025 20:44 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sugeng Winarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Sugeng Winarno*
Mari kita berandai-andai. Andai saja RA Kartini hidup di era digital seperti sekarang ini. Apa kira-kira media sosial (medsos) yang dipakai Kartini? Facebook (meta), Twitter (X), Instagram (IG), TikTok, atau WhatsApp (WA)? Atau RA Kartini akan rajin bikin video dan diunggah di kanal Youtube atau bikin Video Blog (Vlog) seperti yang dilakukan para konten kreator dan para pemengaruh (influencer) saat ini.
ADVERTISEMENT
Seandainya RA Kartini bikin akun IG tentu banyak orang yang mau di accept jadi temannya. Seumpama RA Kartini dulu bisa nge-twitt, mungkin tak sedikit follower-nya yang me-retwitt. Bila RA Kartini main TikTok, mungkin isinya tak hanya joget-joget velocity. Jika di genggaman tangan Kartini terselip smartphone merk IPhone, Samsung, Sony, Azus, Oppo, atau merk branded lain, apa ia juga akan sering foto selfie ya?
Ilustrasi Kartini di Era Media Sosial. Sumber gambar: Ilustrasi AI)
RA Kartini sangat suka menulis surat buat sahabat-sahabatnya, mungkin kalau RA Kartini hidup dijaman internet saat ini tentu ia akan menggunakan email. Atau RA Kartini akan coba juga berkirim pesan lewat WhatsApp, atau mungkin juga akan menjajal online chatting dan online meeting seperti Zoom, atau layanan video call yang bisa diunduh secara gratis. Seandainya RA Kartini punya smartphone canggih, apakah ia juga akan ikut memerangi berita bohong (hoax) yang sering viral di medsos?
ADVERTISEMENT
RA Kartini memang lahir sebelum Mark Zuckerberg membuat Facebook. Ra Kartini juga tak tahu siapa itu Ellon Musk pemilik platform X. Pada era Kartini memang belum ada internet dan beragam gadget super canggih. Handphone dengan beragam fitur canggih yang dibuat para produsen HP branded memang belum lahir. Surat tertulis dipilih RA Kartini dalam mengomunikasikan ide dan gagasan-gagasannya. Kekuatan RA Kartini terletak pada esensi pesan dalam tulisan-tulisannya bukan pada pilihan media yang digunakan.
Kartini Era Medsos
RA Kartini yang dulu bukanlah Kartini yang sekarang. Dulu, RA Kartini tak memiliki banyak pilihan media dalam memperjuangkan kaumnya. RA Kartini hanya menggunakan surat sebagai media berbagi dan menyuarakan kesetaraan bagi kaumnya. Melalui tulisan-tulisannya, RA Kartini menyuarakan kegalauan hatinya. Tulisan-tulisan yang akhirnya didokumentasikan dalam buku bertajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu benar-benar menjadi karya monumental yang terus dikenang hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Melalui tulisan-tulisannya, RA Kartini jaman dulu berjuang demi mengangkat derajat kaum perempuan. Saat itu media perberdayaan yang digunakan memang sangat terbatas lewat surat. Namun semangat RA Kartini memperjuangkan kaumnya justru melampaui batas. Esensi dari tulisan-tulisan RA Kartini terletak pada kekuatan kata dan pesan yang disampaikan. Pesan yang berangkat dari kegelisahan, perenungan, dan kontemplasi yang dalam tentang kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan.
Ilustrasi Perjuangan RA Kartini Lewat Tulisan. Sumber: pixabay
Seumpama RA Kartini masih sugeng, mungkin beliau bahagia bercampur sedih. Kartini-Kartini sekarang mainannya Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, YouTube, WhasApp. Tidak masalah memang pilihan media ini, karena zaman memang telah berubah. Tetapi seumpama RA Kartini melihat ada Facebook, X, IG, TikTok YouTube yang isinya perempuan yang pamer kekayaan, tebar gosip murahan, dan foto-foto selfie dengan pose tak karuan itu apa beliau akan bangga?
ADVERTISEMENT
Belum lagi seumpama RA Kartini melihat munculnya berita bohong (hoax) yang peredaran dan persebarannya super cepat itu. RA Kartini mungkin akan mengelus dada dan merasa kecewa melihat beragam media komunikasi yang idealnya bisa digunakan untuk hal-hal yang konstruktif dan produktif, justru mengarah destruktif. Media yang idealnya bisa digunakan menebar kebaikan malah berisi ujaran kebencian (hate speech).
Mengutip yang disampaikan Pramudya Ananta Toer (2003) dalam bukunya “Panggil Aku Kartini Saja” dinyatakan bahwa RA Kartini memiliki visi kebangsaan, visi sebuah gerakan moral politik dimana pendidikan dan kemandirian ekonomi merupakan dasar dalam melawan tatanan tradisional yang konservatif maupun kolonialisme yang penuh pemerasan. RA Kartini adalah seorang komunikator yang baik. Melalui tulisan-tulisannya, ide-ide cemerlangnya dideseminasikan kepada khalayak ramai.
ADVERTISEMENT
Seandainya media yang digunakan RA Kartini waktu itu bukan sebatas tulisan di surat, tentu efek perjuangannya akan lebih masif. Kini keadaan memang banyak berubah. Saat ini pilihan media komunikasi tumbuh bak jamur di musim hujan. Dengan hadirnya internet, media bermunculan semakin sulit terbendung. Saat ini ada ribuan portal berita online, toko online, transportasi online, dan beragam penjaja layanan barang dan jasa yang beramai-ramai menggunakan ranah daring.
Kartini yang Melek Digital
Diantara sebagian besar pengguna medsos aktif saat ini adalah kaum ibu dan remaja putri, para Kartini-Kartini muda penerus perjuangan bangsa. Para Kartini penerus bangsa ini idealnya bisa menyuarakan ketertindasan kaumnya dengan pilihan media yang telah terbukti kedigdayaannya. Medsos memang terbukti ampuh. Tinggal bagaimana para penguna medsos memakainya untuk menyebar pesan-pesan pemberdayaan yang mengangkat soal pendidikan dan kemandirian ekonomi, seperti yang dilakukan RA Kartini waktu itu.
ADVERTISEMENT
Hari lahir RA Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April memang selalu dikenang dan dirayakan. Coba tengok medsos. Pada momentum perayaan ini dengan mudah kita jumpai para perempuan yang mengunggah foto-foto memakai kebaya atau baju daerah yang lain. Perayaan mengenang RA Kartini banyak muncul di konten Facebook (meta), Twitter (X), IG, Youtube, dan TikTok. Berbagai pose foto flexing saat merayakan Hari Kartini di kantor atau di sekolah bertebaran di media pertemanan WhatsApp. Di layar televisi perayaan Kartini terlihat sebatas penapilan pembawa acara yang berdandang baju nasional.
Selamat Hari Kartini. Sumber:Freepik
Dari tahun ke tahun perayaan Hari Kartini hanya sebatas itu-itu saja. Perayaan Hari Kartini masih sebatas rutinitas untuk menggugurkan kewajiban. Hari Kartini hanya sebatas diselebrasi dengan berdandan cantik dan foto selfie untuk disebar di beragam laman medsos. Hampir bisa dipastikan tagar (hastag) Kartini akan meroket di Twitter. Kata Kartini pasti muncul di status-status medsos, dan menjadi kata yang populer di mesin pencari (search engine) di internet semacam Google dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Kartini memang begitu ramai dibicarakan orang di medsos. Namun hiruk pikuk soal Kartini justru tak menyentuh esensi dari apa sebenarnya yang diperjuangkan RA Kartini. Bertebaran orang berdandan layaknya RA Kartini secara fisik, tetapi tak menyentuh esensi. RA Kartini sesaat jadi popular di medsos, sebentar kemudian menghilang tanpa bekas. Tak banyak pengguna medsos yang memakai media ini untuk menyuarakan ide-ide dan gagasan-gagasan demi kemajuan kaum perempuan. Medsos masih digunakan untuk hal-hal yang lebih entertaining ketimbang yang bermuatan edukasi.
Disinilah pentingnya Kartini-Kartini muda yang melek media digital. Kartini yang melek digital, mampu menggunakan media dengan kritis dan bijak. Harus disadari, media komunikasi, apapun bentuknya, termasuk medsos memang berwajah ganda. Di satu sisi, bisa baik, namun pada wajahnya yang lain medsos juga punya sisi gelapnya. Bukankah semangat RA Kartini adalah memberantas yang gelap agar menjadi terang? Melalui medsos idealnya lebih optimal untuk membuat yang gelap jadi terang, bukan justru sebaliknya. Kemampuan melek digital menjadi kemampuan utama yang harus dipunya para pengguna medsos.
ADVERTISEMENT
Dulu, RA Kartini mengomunikasikan beragam gagasannya lewat tulisan tangan. Kekuatan RA Kartini terletak pada esensi pesan dalam tulisannya, bukan pada pilihan media yang digunakan. Kini, para Kartini masa kini, dihadapkan pada pilihan media yang beragam. Di era digital ini, para penerus Kartini dihadapkan pada tantangan agar mampu membuat narasi di aneka platform medsos yang beresonansi dan powerful pada perjuangan kaum Hawa.
Selamat Hari Kartini. (*)
*) Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang