Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Batik Politik, Politik Batik
1 Oktober 2024 22:45 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sugeng Winarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini, 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Batik digunakan orang Indonesia dari lahir hingga mati. Bayi lahir digendong pakai kain batik. Jenazah orang matipun ditutup kain batik. Orang biasa pakai batik. Para politisi juga sering kenakan baju batik. Batik pun bisa jadi batik politik. Lewat batik pula bisa jadi politik diplomasi Indonesia pada dunia. Itulah batik, punya multi dimensi, tak sekedar sebuah motif kain yang bisa jadi aneka busana.
ADVERTISEMENT
Batik diangkat sebagai simbol identitas nasional oleh Presiden Soekarno pada era kemerdekaan Indonesia. Saat itu, batik dijadikan simbol kebanggaan nasional dan identitas budaya yang mempersatukan beragam etnis di Indonesia. Pengenalan batik sebagai busana formal di kalangan pejabat negara merupakan upaya membangun identitas Indonesia yang terpisah dari pengaruh kolonial.
Pada masa Orde Baru, batik juga digunakan sebagai simbol stabilitas budaya dan politik. Presiden Soeharto sering memakai batik dalam acara resmi, menjadikannya pakaian nasional yang terkait dengan citra kestabilan dan kekuasaan negara. Batik juga dipromosikan sebagai bagian dari upaya homogenisasi budaya, di mana penggunaan batik di kalangan birokrasi menjadi simbol loyalitas terhadap negara.
Batik Politik
Tak jarang para politisi kenakan baju batik. Sering kita jumpai presiden, menteri, petinggi partai politik, mengenakan busana batik. Batik telah menjadi tak sekedar sebagai motif busana para pejabat, tetapi melalui batik muncul kesan dan pesan tertentu. Dari motifnya, pilihan warganya, potongan, hingga harganya, sebuah baju batik punya banyak makna. Termasuk ketika batik itu dikenakan oleh sang politisi.
ADVERTISEMENT
Ada batik partai. Batik dengan motif penciri partai tertentu dengan logo dan warga tertentu sebuah partai. Batik pun sekarang bisa jadi seragam partai politik. Bahkan tak sedikit politisi yang meggunakan jasa perancang busana untuk pakaian yang dikenakan. Sang politisi biasa menggunakan motif, warna, dan model potongan batik yang disesuaikan dengan acara yang dihadirinya sesuai arahan sang penata busana.
Dalam kampanye politik modern saat ini, batik sering digunakan sebagai bagian dari strategi visual untuk mencitrakan calon pejabat atau partai politik. Mengenakan batik dianggap sebagai simbol kedekatan dengan rakyat dan budaya lokal, sekaligus menonjolkan citra nasionalis. Kandidat dalam pemilihan sering kali memilih motif batik yang terkait dengan daerah pemilihan mereka untuk menunjukkan keterhubungan dengan masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Batik sering digunakan oleh politisi sebagai simbol kedekatan dengan budaya. Dalam konteks ini, politisi yang mengenakan batik ingin menunjukkan bahwa mereka menghargai tradisi lokal, memiliki rasa nasionalisme yang kuat, dan mencitrakan diri sebagai bagian dari rakyat. Ini terutama terlihat pada saat-saat upacara resmi, pertemuan internasional, atau kampanye politik, di mana batik menjadi simbol persatuan dan keindonesiaan.
Batik politik juga bisa bermakna sebagai bagian dari strategi populisme, di mana politisi memanfaatkan simbol-simbol budaya seperti batik untuk menampilkan diri sebagai "orang lokal" atau "rakyat biasa". Dengan mengenakan batik, terutama pada acara-acara informal atau di hadapan komunitas lokal, politisi berusaha mencitrakan diri sebagai bagian dari masyarakat yang mereka wakili, serta menegaskan nilai-nilai kebangsaan.
Politik Batik
ADVERTISEMENT
Politik batik menempatkan batik tak hanya sekadar karya seni atau komoditas, tetapi juga sarana yang memiliki makna dan pengaruh dalam konteks politik, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Melalui batik bisa digunakan sebagai politik budaya Indonesia. Batik telah hadir di Indonesia sejak zaman prakolonial. Batik menjadi representasi dari "kebudayaan nasional" yang dipolitisasi untuk menguatkan rasa kebangsaan dan mempertegas identitas Indonesia.
Pada masa Orde Baru, penggunaan batik memiliki makna politik sebagai alat kontrol budaya. Presiden Soeharto sering memakai batik untuk menegaskan kebijakan politiknya yang menekankan kestabilan dan homogenisasi budaya di bawah kekuasaan negara. Di era ini, batik menjadi simbol formalitas dan kekuasaan, terutama ketika dipakai oleh pejabat pemerintah dalam acara-acara resmi.
ADVERTISEMENT
Pilihan motif dan warna batik juga bisa memiliki makna politik tersendiri. Beberapa motif batik klasik, seperti motif Parang yang berasal dari Keraton Yogyakarta dan Solo, awalnya hanya boleh digunakan oleh kalangan kerajaan dan memiliki makna kekuasaan dan otoritas. Namun, ketika motif-motif ini mulai dipakai oleh masyarakat umum, terjadi pergeseran makna yang mencerminkan dinamika politik dalam masyarakat, di mana kekuasaan tidak lagi eksklusif milik kalangan elite.
Batik politik adalah penggunaan batik secara strategis dalam arena politik untuk memperkuat citra, membangun identitas, atau menarik dukungan masyarakat melalui simbol budaya yang kuat. Sementara politik batik mencerminkan bagaimana batik digunakan atau dimaknai dalam kerangka kekuasaan, kebijakan, identitas, dan hubungan sosial-politik di Indonesia.
Batik bukan hanya karya seni atau mode, tetapi juga sarana untuk membangun identitas nasional, alat politik, dan bagian dari diplomasi serta ekonomi yang berperan penting dalam kehidupan politik di Indonesia. Pelestarian batik Indonesia tidak hanya akan memastikan kelangsungan seni dan budaya, tetapi juga memperkuat identitas nasional serta meningkatkan ekonomi kreatif di tingkat lokal dan internasional. Selamat Hari Batik Nasional. (*)
Penulis: Sugeng Winarno
ADVERTISEMENT
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang