Merasakan Bukber dan Tarawih di Masjid Jogokariyan

Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Konten dari Pengguna
13 April 2024 20:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sugeng Winarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Sholat Magrib di Masjid Jogokariyan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Sholat Magrib di Masjid Jogokariyan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya mendengar nama masjid Jogokariyan sudah cukup lama. Masjid ini telah banyak diberitakan media massa. Beberapa teman saya juga berkali-kali mengunggah konten tentang masjid ini. Sejumlah pengurus masjid lain dari beberapa penjuru negeri diberitakan pernah belajar tentang pengelolaan masjid Jogokariyan ini.
ADVERTISEMENT
Masjid ini terletak di kawasan kampung Jogokariyan, Kampung Budaya Ngayogyakarto Hadiningrat. Lokasi tepatnya berada di jalan Jogokaryan no 36, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tak jauh dan tak sulit menuju dan menemukan masjid ini.
Papan Nama Jalan Jogokaryan
Banyak orang berdatangan ke masjid ini. Tak hanya pada bulan Ramadan, pada hari-hari biasa juga silih berganti orang berkunjung ke masjid yang terkenal dengan pengelolaannya yang bagus ini. Ada yang datang sekedar ingin tahu dan merasakan sholat di sana. Tak sedikit pula yang datang rombongan takmir masjid yang ingin berguru tentang pengelolaan masjid.
Gapura Masuk Kampung Budaya Jogokaryan
Pada akhir Ramadan 1445 Hijriyah ini, saya beruntung dapat datang, merasakan, dan ikut beribadah di masjid ini. Saya sudah rencanakan sejak lama. Saat saya mudik Lebaran ke Yogyakarta kelak, saya akan mampir ke masjid ini.
ADVERTISEMENT
Dari Wates, Kulonprogo, saya cek di google map berjarak 30-kilometer lebih. Tak terlalu jauh. Saya putuskan mengunjungi masjid ini pada tarawih terakhir, tepatnya hari Senin, 8 April 2024.
Lewat jalur Ringroad Selatan, setelah ketemu perempatan jalan Parangtritis, saya belok kiri. Di dekat sebuah pengisian bahan bakar atau SPBU terpampang papan nama jalan yang bertuliskan Jalan Jogokaryan.
Ada yang berbeda dalam penyebutan nama Jogokariyan. Ada yang pakai huruf “i” setelah huruf “r”, namun ada pula yang menuliskannya tanpa huruf “i” menjadi Jogokaryan, seperti tulisan resmi yang dipasang di ujung jalan. Sementara untuk nama masjid, menggunakan tulisan yang membubuhkan huruf “i” menjadi Jogokariyan.
Seperti nama-nama jalan di Yoyakarta. Di bawah tulisan Jogokaryan, terdapat tulisan dengan huruf Jawa. Saat melihat papan nama jalan, saya coba eja tulisan yang menggunakan huruf Jawa dengan mengingat-ingat kembali pelajaran menulis huruf Jawa saat saya berada di bangku SD dulu.
ADVERTISEMENT
ha, na, ca, ra, ka. Da, ta, sa, wa, la. Pa, dha, ja, ya, nya. Ma, ga, ba, tha, nga,” begitu deretan huruf Jawa yang saya ingat urutannya namun tak semua hafal bentuk tulisannya.
Aneka huruf Jawa ini perlu disandingkan dengan pasangan huruf Jawa. Ada suku, pepet, taling, taling tarung, dipangku, dan pasangan yang lain agar huruf-huruf saat digandeng jadi kata yang punya arti.
Situasi Masjid Jogojariyan Siang Hari
Saya berangkat dari rumah mertua di Wates Kulonprogo sekitar jam 14 WIB. Saya berharap dapat ikut sholat Ashar berjamaan di masjid ini. Setelah memarkir kendaraan, suara azan Ashar berkumandang dari speaker TOA dan sound system masjid Jogokariyan.
Saya segera mengambil air wudhu dan bergabung dalam shaf sholat. Saya tak kebagian shaf di bagian dalam masjid, karena sudah penuh jamaah.
ADVERTISEMENT
Ba’da sholar Ashar, sejumlah takmir dan relawan menyiapkan beberapa meja panjang dan menata piring dengan beberapa menu makanan. Selama lebaran menyediakan tak kurang dari 3.500 piring makanan bagi siapa saja yang ingin berbuka berama di masjid ini.
Menurut keterangan dari takmir masjid, kegiatan buka puasa (bukber) dalam jumlah yang besar ini sudah berlangsung sejak lama. Bukber terbuka dengan masyarakat luas dalam jumlah ribuan ini sudah menjadi acara rutin setiap bulan Ramadan.
Para Relawan Sedang Menyiapkan Takjil
Hidangan setiap harinya disajikan di piring-piring, bukan dengan model nasi kotak atau bungkus.
Menu yang dihidangkan juga makanan khas Yogyakarta. Setiap hari secara bergantian aneka menu makanan yang mengundang selera dipadukan. Banyak relawan yang memasak dan menyajikan menu berbuka di masjid Jogokariyan.
ADVERTISEMENT
Ada menu: sop daging sapi, bistik daging, krengsengan, rawon, empal gentong, soto sulung, dan aneka menu lain yang mengundang selera. Semua jamaah yang duduk dalam shaf sholat selanjutnya dibagikan makanan, minuman, buah, dan kurma di depan masing-masing jamaah.
Saat itu, di depan saya kebagian menu brongkos telur bebek. Ini salah satu makanan yang jarang saya nikmati sebelumnya.
Sambil menunggu waktu berbuka, takmir memberikan sejumlah informasi terkait masjid Jogokariyan, juga terkait beragam kegiatan yang dilakukan. Waktu menunjukkan sekitar pukul 17.00 WIB, acara dilanjutkan dengan kajian jelang berbuka puasa.
Waktu Magrib tiba, ditandai dengan bunyi sirine dan dilanjutkan dengan azan Magrib. Semua jamaah mulai berbuka dengan minuman, kurma, dan buah. Namun tak sedikit yang langsung melanjutkannya dengan makanan utama. Sementara yang lain mulai bersiap sholat Magrib.
ADVERTISEMENT
Masjid Jogokariyan ini hanya mampu menampung jamaah sekitar 600 orang di lantai 1 dan 600 orang dilantai 2. Jadi sekali jamaah sholat hanya menampung sekitar 1.200 jamaah.
Suasana di Luar Masjid Usai Berbuka Puasa
Takmir mengumumkan bahwa sholat Magrib akan dilakukan dalam 4 gelombang. Secara bergantian jamaah mengambil wudhu dan sholat dipimpin imam pertama. Setelah gelombang pertama selesai, jamaah beranjak dan digantikan jamaah lain yang dipimpin oleh imam yang lain. Begitu seterusnya.
Tak semua jamaah tertampung di dalam dan di pelataran masjid. Jalan raya yang bersebelahan dengan lokasi masjid harus di tutup dan digelari tikar untuk para jamaah yang tidak kebagian tempat di dalam area masjid.
Suasana Ba'da Berbuka dan Menunggu Saat Isya' di Luar Masjid
Setelah berbuka dan sholat Magrib, karena tempatnya harus bergantian, saya keluar masjid dan mengambil beberapa foto jamaah yang lalu-lalang di sekitar masjid. Saya sempatkan juga melihat area bazar Ramadan yang digelar di sepanjang jalan kampung Jogokariyan itu. Aneka makanan, minuman khas hidangan takjil dijual di sepanjang jalan. Hampir semua penjual sibuk melayalani para pembeli. Benar-benar laris manis. Mungkin juga karena hari itu adalah hari terakhir pasar takjil digelar.
ADVERTISEMENT
Waktu sholat Isya’ pun tiba. Azan dikumandangkan dan saya bergegas ke masjid dan mengantre mengambil air wudhu. Alhamdulilah, untuk sholat Isya’ dan tarawih ini saya kebagian shaf di bagian dalam masjid.
Suasana di Luar Masjid Usai Berbuka Puasa
Setelah sholat isya’, sebelum tarawih diawali dengan kajian. Tak kurang setengah jam kajian berlangsung. Hingga sekitar pukul 19.45 sholat tarawih dimulai. Sholat berlangsung 11 rekaat dengan 2 rekaat 4 kali, ditutup dengan witir 3 rekaat. Tepat 20.30 sholat tarawih berakhir, yang dilanjutkan dengan tadarus Al Qur’an.
Suasana Sholat Tarawih di Masjid Jogokariyan
Senang sekali saya bisa merasakan bukber dan tarawih di masjid Jogokariyan. Vibe Ramadan di masjid ini memang beda. Ada pengalaman dan kenangan yang coba diukir oleh para jamaah yang datang dari beragam penjuru kota di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Minimal malam itu saya berbincang dengan jamaah yang datang dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Timur. Sejumlah jamaah juga datang dari luar Yogyakarta sejak 10 hari terakhir Ramadan untuk mengikuti I’tikaf di masjid Jogokariyan ini.
“Semoga kita semua masih dipertemukan dengan Ramadan tahun depan, hingga masih mungkin bisa dipertemukan kembali di kegiatan rutin masjid Jogokariyan,”ungkap takmir masjid, menutup rangkaian acara bukber dan sholat tarawih malam itu. (*)