Tersindir Humor Satire

Sugeng Winarno
Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Konten dari Pengguna
29 Juni 2020 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sugeng Winarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
http://posronda.net/2015/04/02/sering-jadi-bahan-lawak-pemerintah-akan-blokir-situs-pengusung-ketawa-radikal/
Oleh: SUGENG WINARNO*
Dalam beberapa pekan terakhir setidaknya ada dua humor yang bikin heboh. Humor yang muncul tak hanya lucu, namun sarat dengan kritik satire. Pertama, humor yang disampaikan oleh komika Gusti Muhammad Abdurrohman Bintang Mahaputra alias Bintang Emon yang merespon isi tuntutan jaksa yang menyebutkan terdakwa tak sengaja menyiram mata Novel Baswedan.
ADVERTISEMENT
Kedua, humor unggahan Ismail Ahmad di akun Facebook-nya sebuah lelucon jadul tentang polisi. Ismail mengunggah humor bahwa ada tiga polisi jujur di Indonesia yakni patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng. Humor yang diunggah Ismail sebenarnya copy paste humor yang telah berusia puluhan tahun yang diciptakan dan berkali-kali dilontarkan Gus Dur di masa hidupnya.
Kedua humor yang dimunculkan oleh kedua orang tersebut ternyata bernasib sama. Bintang Emon di-bully oleh sejumlah netizen, bahkan difitnah bahwa dia pengguna narkoba. Muncul indikasi ada pihak yang dengan sengaja menyerang Emon karena merasa tak nyaman dengan humor yang disampaikannya. Emon menyindir lewat video “Gak Sengaja” yang viral di media sosial.
Sementara Kepolisian Resor Kepulauan Sula, Maluku Utara telah memanggil Ismail Ahmad (41) agar meminta maaf kepada media. Kepolisian resor Kepulauan Sula menilai humor yang diunggah Ismail menyinggung korp kepolisian. Padahal humor yang diunggah Ismail hanya meng-copy humor yang dulu biasa disampaikan Gus Dur. Ismail Ahmad pun sudah meminta maaf di media.
ADVERTISEMENT
Demi Kebaikan
Bagi yang menjadi sasaran humor oleh dua orang dalam kasus ini mungkin merasa tersindir, selanjutnya marah, dan menempuh upaya pembelaan. Namun sejatinya humor merupakan sarana menyaluran aspirasi. Kalau toh humor yang ada mengandung kritik, maka kritik itu tentu demi sebuah kebaikan. Semestinya pihak atau instansi yang menjadi sasaran humor ini justru berterima kasih pada kedua orang yang telah membuat humor tersebut.
Humor yang muncul guna membalut kritik sejatinya sudah ada sejak lama. Dan kritik yang disampaikan dengan humor (sindiran) punya maksud untuk mengingatkan, bukan menghancurkan. Pembuat humor model kritik satire ingin orang bisa tetap menemukan kelucuan dibalik pesan kritik yang ada. Kritiknya bisa jadi sangat pedas atau menyindir, namun orang menjadi sasaran masih bisa menikmatinya dengan tersenyum.
ADVERTISEMENT
Namun orang yang bisa menikmati kritik satire dengan humor hanyalah orang-orang yang sudah dewasa. Artinya, hanya orang-orang yang cengeng dan kekanak-kanakan yang marah ketika menjadi sasaran humor satire. Buruknya, masih belum banyak pemimpin negeri ini yang bisa legowo ketika dikritik.
Hal ini sepintas seperti bukan menjadi masalah serius. Situasinya cukup berbahaya ketika masyarakat sudah merasa tak nyaman menyalurkan aspirasinya. Ketika mengkritik harus berhadapan dengan pem-bully-an, maka dikhawatirkan sikap kritis masyarakat akan tumpul. Yang terjadi justru masyarakat akan cuek, masa bodoh, dan tak mau peduli.
Kalau masyarakat apatis, tak mau lagi bersuara maka hal ini berbahaya bagi demokrasi. Aspirasi masyarakat yang merupakan sesuatu yang esensi dalam kehidupan demokrasi akan mati. Kalau demikian yang terjadi maka bisa jadi kesewenang-wenangan yang akan berjaya. Ujung-ujungnya kehidupan demokrasi akan semakin buruk.
ADVERTISEMENT
Dalam Negara yang demokratis mensyarakatkan adanya partisipasi masyarakatnya. Kritik satire lewat humor merupakan salah satu wujud partisipasi. Aspirasi menjadi sangat penting diperhatikan karena apapun bentuknya, termasuk yang lewat humor satire sesungguhnya demi kehidupan yang lebih baik.
Mampu Menertawakan Diri Sendiri
Humor pada tingkat yang lebih tinggi sejatinya bisa diukur dari sejauh mana orang telah berani menertawakan dirinya sendiri. Artinya, segala keburukan, kelemahan, dan kesalahan seseorang sebenarnnya sebagai sesuatu yang biasa dan wajar pula menjadi bahan humor. Kesadaran untuk menerima dengan lapang dada dan tak sakit hati ketika menerima kritik inilah yang masih terbilang rendah.
Konon kedewasaan sebuah negara bisa dilihat dari kedewasaan para pimpinan, pejabat publik, penegak hukum, dan masyarakatnya dalam melihat sebuah kritik. Kalau pejabat publiknya gampang emosi dan baperan itu pertanda mereka masih cengeng dan kekanak-kanakan. Membuka saluran komunikasi yang luas termasuk untuk menampung kritik akan bisa menyelesaikan masalah ketimbang menutup dan membungkam mereka yang vokal.
ADVERTISEMENT
Sebagai sarana kritik, humor memang tak bisa dipandang sebagai sebuah lelucon biasa. Memang terdapat unsur lucu dalam kritik yang disampaikan dengan bumbu humor, namun bukan berarti kritik itu tak serius. Kritik yang diusung lewat humor tentu sudah melalui proses pemikiran yang serius. Karena pada dasarnya humor itu adalah sesuatu yang super serius.
Humor yang muncul dalam kritik akan punya daya dorong yang kuat asal humor yang muncul benar-benar bersumber fakta dan realita. Humor yang baik itu yang lahir dari kejujuran dalam memotret peristiwa yang sedang terjadi. Sebagaimana munculnya beragam versi humor Madura yang lahir memotret ketulusan, keluguan, dan kekonyolan yang terjadi pada masyarakat Madura.
Humor Madura bisa diterima banyak kalangan dan orang Madura sendiri juga tak akan marah dengan humor yang muncul tentang etnisnya. Inilah kemampuan menertawakan diri sendiri. Dengan demikian tak kemudian orang Madura merasa direndahkan oleh yang lain. Justru Madura akan dikenal dan kaya lewat humor-humor local genius yang benar-benar genuine.
ADVERTISEMENT
Untuk itu jangan mudah marah kalau dikritik, apalagi lewat Humor. Nikmati saja. Ambil pesan baiknya, tertawakan kelucuannya, dan renungkan pesan kritik yang menyelip didalamnya. Jangan coba-coba mematikan humor. Karena lewat berhumor hidup kita akan jadi menyenangkan dan berwarna. Mari tetap tertawa, ha,…ha,…ha,… (*)
*) Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)