Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Bias Budaya : Milik Siapa ?
3 Maret 2018 6:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
Tulisan dari Sugih Satrio Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Persinggungan kebudayaan antar negara yang berujung pada klaim salah satu pihak terhadap kebudayaan tertentu membuat hubungan antar negara dan kawasan terkadang memanas. Definisi kebudayaan sendiri, menurut KBBI merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
ADVERTISEMENT
Penyelesain masalah saling klaim kebudayaan akan berimbas pada hubungan kedua negara. Walaupun sebenarnya pada tataran diplomasi kebijakan tidak ada yang terganggu, namun kondisi masyarakat pasti sudah gerah. Hal ini bisa terlihat pada beberapa masalah klaim kebudayaan antara Indonesia dan Malaysia. Pada tatanan masyarakat timbul gejolak emosional yang terakumulasi menjadi kebencian. Masalah ini pun berlanjut pada bidang lain, seperti pertandingan sepak bola. Pertandingan skala regional ASEAN, negara apapun yang masuk dalam laga final tetap saja pertemuan antara Indonesia dan Malaysia lah yang selalu ditunggu, walaupun hanya seleksi fase grup.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika November 2007 kesenian reog Ponorogo mendapat klaim sepihak oleh Malaysia. Menyusul lagu daerah asal Maluku, Rasa Sayange pada Desember 2008. Iklan pariwisata bertajuk Malaysia Truly Asia juga sempat heboh pada Agustus 2009 karena menampilkan tari pendet dari Bali. Belum lagi masalah batik, gamelan, tari tortor, dan alat musik Gordang Sambilan dari Mandailing. Terbaru adalah terkait kuda lumping dalam kostum nasional Malaysia di ajang Miss Grand International.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, penciptaan budaya yang telah mengakar oleh entitas masyarakat tertentu akan terbawa otomatis saat mobilitas individu atau kelompok dilakukan. Saat terjadi perpindahan manusia, maka tidak hanya fisik saja yang berpindah namun juga kesenian dan adat istiadat yang dibawanya. Proses perjalanan panjang ini tidak saja meninggalkan kenangan namun juga entitas kebudayaan yang melekat dan tersebar dalam tananan masyarakat baru.
Kita bisa lihat, bahkan Perdana Menteri keenam Malaysia, Najib Tun Razak adalah keturunan Sultan Gowa ke 19 dan cucu dari Sultan Hasanudin. Mobilitas sosial yang diikuti oleh perpindahan budaya ini menjadi wajar dan sudah seharusnya terjadi. Menjadi permasalahan ketika budaya pendatang bertemu dengan budaya lokal lalu hidup berdampingan dalam waktu yang lama dan akhirnya menjadi sebuah percampuran budaya yang diakui oleh generasi selanjutnya. Hal ini bisa saja terjadi dari proses perkawinan ataupun interaksi dalam kehidupan. Menjadi masalah karena kita mempertanyakan milik siapa budaya tersebut ?
ADVERTISEMENT
Mencoba memahami mengapa begitu banyak irisan kebudayaan antara Indonesia dan Malaysia, saya berpikir bisa jadi memang leluhur kita yang membawanya melalui jalur perdagangan. Mereka menetap disana, melahirkan keturunan, dan akhirnya membentuk entitas yang semakin besar. Masalah yang terjadi sekarang adalah walaupun serumpun, Indonesia dan Malaysia adalah 2 negara berbeda. Masing-masing ingin memiliki entitas tersebut padahal itu bukan milik mereka.
Mengapa saya katakan bukan milik mereka, dalam hal ini yaitu suatu negara? Karena kebudayaan yang dibawa adalah milik komunitas yang melestarikannya. Milik komunitas yang hidup dengan budaya tersebut, dan tentunya dimanapun mereka berada. Maka jika ditanya kepemilikan tentang salah satu kebudayaan, maka jawabannya adalah milik entitas yang mempercayai adat istiadat dan seni tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia dan Malaysia sebenarnya juga memiliki kebudayaan bersama, misalnya permainan Congklak yang dikenal di Indonesia ternyata menjadi permainan favorit juga oleh anak-anak di Malaysia bahkan permainan ini juga dimainkan di Brunei Darasussalam dan Singapura. Batik juga begitu, Indonesia memang memiliki macam corak batik lokal tetapi Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura juga memiliki jenis corak lokal batiknya. Maka sangat egois ketika kita berpikir semua batik itu berasal dari Indonesia. Begitu pun dengan pantun Melayu yang tengah diajukan di UNESCO. Pantun Melayu merupakan entitas kebudayaan yang ada di kedua negara, karena memang baik di Indonesia ataupun Malaysia terdapat komunitas Melayu.
Terkait kasus kostum nasional Malaysia dalam ajang Miss Grand International, Sanjeda John juga sudag memberikan penjelasan bahwa kesenian Kuda Lumping memang berasal dari masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Johor pada abad 20. Sampai sekarang pun kita masih bisa menemui komunitas Jawa tersebut di Johor. Mereka menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya. Mempunyai kewarganegaraan Malaysia namun berdarah Jawa, suku asli Indonesia. Lalu kebudayaannya milik siapa, Indonesia atau Malaysia ?
ADVERTISEMENT
Tentu bukan keduanya. Kebudayaannya adalah milik entitas yang melestarikannya bukan milik suatu negara. Maka mengklaim budaya menjadi milik salah satu negara, menurut saya tidak akan menyelesaikan masalah.