Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Isu Penting Masalah Natuna Benar Sesui Hukum Internasional
28 Februari 2020 9:16 WIB
Tulisan dari Sugiri Ahmad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
JAKARTA -- Saat ini masalah Natuna menjadi isu penting karena masih menyangkut hak kedaulatan bangsa. Untuk mencari solusinya diperlukan strategi komunikasi yang tepat agar isu tersebut dapat dipahami semua pihak dengan benar sesuai hukum internasional yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Demikian hal yang mengemuka ketika diadakan Seminar kolaborasi Mabes TNI, Pusjianstra dan Universitas Sahid mengangkat tema “Penangan Permasalahan Di Laut Natuna Utara Menjaga Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia” dilaksanakan di Auditorium Pusjianstra TNI, Jl. Kebon Sirih No. 42 Jakarta Pusat, Rabu, (26/2/2020) lalu.
Langkah yang dapat dilakukan pemerintah bersama instansi terkait adalah menjamin keterbukaan informasi yang berkesinambungan. Informasi tersebut dapat dikelola melalui lembaga di pemerintahan yang berperan sebagai crisist centre menyalurkan informasi terkini terkait Natuna. Baik aktivitas nelayan, warga hingga militer di kawasan ini.
"Pers sebagai second line diplomacy membutuhkan ini," kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Moestopo Beragama, Prof.Dr.Rajab Ritonga, dengan tema Strategi Komunikasi Internasional melalui Perspektif Diplomatik dan Jurnalistik dalam Menghadapi Permasalahan Laut Natuna Utara, Rabu (26/2). Seminar tersebut hasil kolaborasi antara Mabes TNI, Pusjianstra dan Universitas Sahid.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, arus informasi yang disalurkan kepada media harus gencar dan konsisten. Media juga perlu diajak berkeliling Natuna secara teratur agar mengetahui kondisi sesungguhnya kawasan ini.
Apa yang terjadi di Natuna sebaiknya disampaikan secara terbuka. Seperti potensi ekonomi laut maupun darat Natuna, dan kemampuan mereka menggarap potensi laut. Selama ini keterbatasan nelayan Indonesia maupun Natuna berlayar ke laut lepas karena ukuran kapal mereka yang jauh dibawah nelayan Vietnam maupun Cina.
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga mengakui meski pemberitaan di media massa masih ada yang salah menafsirkan masalah kedaulatan, namun hal itu cukup efektif menyedot perhatian internasional. Mereka menyadari masalah Natuna menjadi penting bagi Bangsa Indonesia dan stabilitas kawasan di Laut Cina Selatan.
ADVERTISEMENT
Hikmahanto juga menambahkan masalah dengan Cina adalah hak berdaulat, bukan kedaulatan. Kedaulatan adalah wilayah pantai dan perairan terotorial Indonesia. Sedangkan hak kedaulatan menyangkut kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Di wilayah ini kapal asing diperbolehkan melintas, namun tidak diperkenankan mengambil kekayaan alam yang ada. "Tidak ada kedaulatan negara yang dilanggar," katanya.
Sulaiman syarif, Sekertaris Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kemenlu, dalam kesempatan yang sama menyebutkan 9 garis putus yang ditetapkan Cina adalah klaim sepihak karena mereka tidak bisa menyebutkan koordinat yang jelas. Cina dinilai tidak pernah jera memasuki wilayah ZEE dengan dalih 'traditional fishing ground' sejak dahulu.
Terlebih dengan kekuatan ekonomi dan militer yang terus meningkat ketentuan hukum international seperti Unclos tidak diakuinya, meski Cina menjadi salah satu negara yang meratifikasi aturan tersebut. Hal itu diperlihatkan dengan membangun kekuatan militer di Laut Cina Selatan serta pengaruh di kawasan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, ada tiga solusi yang harus dilakukan terkait Natuna. Indonesia tidak cukup hanya mengklaim di peta, melainkan wajib hadir secara fisik untuk mengeksplorasi kekayaan alam wilayah ZEE.
Hal itu bisa dilakukan dengan menghadirkan secara konsisten nelayan, kapal Bakamla dan kekuatan TNI Angkatan Laut. Patroli kapal perlu diperkuat dengan intensitas ditingkatkan dengan tujuan. Yakni menangkap dan memproses hukum pencuri ikan asing dan melindungi nelayan Indonesia agar tidak diganggu penjaga pantai negara lain. Pemerintah juga diminta konsisten tidak mengakui sembilan garis putus yang diklaim sepihak oleh Cina.
Pada bagain lain masalah Natuna disampaikan oleh Kapusjianstra TNI Brigjen TNI Totok Imam Santoso Sip S.Sos M.Tr. (Han) menilai masalah Natuna masih menjadi topik hangat saat ini. Pihaknya mencari masukan dari kalangan sipil dari berbagai ilmu sehingga ada strategi yang tepat untuk menyelesaikannya.
ADVERTISEMENT
(Perwira Kapusjianstra TNI, Letkol Inf Muh. Muntamam)