Konten dari Pengguna

Kelelawar sebagai Reservoir Alami Wabah Virus Corona di China

Sugiyono Saputra, PhD (VetSci)
Peneliti Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI. Memperoleh gelar S3 dari The University of Adelaide, Australia dalam bidang Veterinary Science
3 Februari 2020 12:03 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sugiyono Saputra, PhD (VetSci) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kelelawar. Foto: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kelelawar. Foto: pixabay
ADVERTISEMENT
Wabah Wuhan coronavirus (2019-nCoV) yang telah berlangsung sejak akhir tahun 2019 telah merenggut setidaknya lebih dari 300 jiwa di China dan penderitanya telah mencapai 14000 jiwa di setidaknya lebih dari 25 negara.
ADVERTISEMENT
Hal ini berarti, dalam dua dekade terakhir China sudah mengalami tiga kali wabah (outbreak) yang disebabkan oleh jenis coronavirus baru. Kemunculan jenis virus baru tersebut berkaitan erat dengan kelelawar sebagai reservoir alaminya. Berikut adalah ketiga jenis virus tersebut.
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV). SARS-CoV pertama kali mewabah pada tahun 2002-2003 yang diduga kuat bermula dari pasar yang memperjualbelikan satwa liar di Guangdong.
Secara geografis, virus ini sebenarnya banyak ditemukan di sebuah gua di provinsi Yunan, dimana merupakan hot spot kelelawar jenis Rhinolophus yang kaya akan keanekaragaman genetik. SARS-CoV ini merupakan rekombinasi antara gen yang mengkode spike protein yang membawa reseptor untuk mengikat sel inang dan ancestory protein.
Dari temuan ini sebenarnya sudah bisa diprediksi bahwa kemungkinan besar akan muncul virus yang baru lain yang merupakan hasil rekombinasi berbagai varian coronavirus. SARS-CoV ini dapat ditransmisikan ke hewan lain, terutama musang (Paguma larvata) dan mengalami mutasi sebelum akhirnya dapat menginfeksi manusia.
ADVERTISEMENT
Swine Acute Diarrhoea Syndrome (SADS-CoV). Seperti SARS-CoV, SADS-CoV juga pertama kali mewabah di daerah Guangdong, tepatnya pada peternakan babi pada tahun 2017. Coronavirus jenis ini tidak menginfeksi manusia, namun telah menyebabkan kematian ribuan piglet (anak babi) dengan fatality rate diatas 90%, dengan menyerang saluran pencernaannya.
Wabah coronavirus pada babi ini memiliki kesamaan dengan wabah SARS, terutama secara geografis, waktu, ekologis dan penyebabnya. Virus ini berkaitan erat dengan a novel HKU2-related coronavirus yang memiliki kesamaan 98% dengan coronavirus dari kelelawar namun pada bagian spike protein, kesamaannya hanya 86%, mengindikasikan adanya mutasi urutan nucleotidanya.
Penelitian lanjut telah menyimpulkan bahwa virus baru ini ditularkan secara langsung ke babi, juga dari kelelawar jenis Rhinolophus.
ADVERTISEMENT
Wuhan Coronavirus (2019-nCoV). Selang dua tahun, wabah yang melibatkan coronavirus kembali terjadi dengan menginfeksi saluran pernapasan manusia yang diduga kuat berawal dari pasar seafood di Wuhan. Melalui analisis urutan nukleotida dari pathogen yang berasal pasien yang terkena pneumonia, virus ini memiliki kesamaan sekitar 79.5% dengan SARS-CoV namun tingkat kesamaannya lebih tinggi dengan SARS-like coronavirus yang berasal dari kelelawar (>95%).
Melalui analisis lebih lanjut disimpulkan bahwa coronavirus ini merupakan jenis baru, yang berasal mutasi coronavirus asal kelelawar. Hingga saat ini, ilmuwan masih memperdebatkan, apakah 2019-nCoV ini memiliki hewan perantara atau tidak. Beberapa menyebutkan, bahwa hewan perantara yang mungkin adalah ular, trenggiling maupun mamalia kecil lainnya.
Mengapa kelelawar berperan sebagai reservoir alami virus berbahaya?
ADVERTISEMENT
China merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman kelelawar tertinggi di dunia dengan lebih dari 100 spesies telah dikenali. Kelelawar dikenal merupakan pembawa berbagai virus yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia, diantaranya adalah coronavirus, ebola, rabies, hantavirus nipah virus dll, yang dikenal dengan bat-borne diseases.
Ada beberapa factor yang menyebabkan kelelawar menjadi sarang berkumpulnya virus, diantaranya life span yang panjang mencapai 20-40 tahun yang memungkinkan akumulasi pathogen dan banyak re-infeksi virus, kemampuan migrasi yang jauh mencapai 1000km sehingga dapat menyebarkan pathogen secara luas maupun mendapatkan pathogen baru dari tempat yang baru.
Selain itu, kelelawar juga sering hidup berkoloni (ratusan hingga ribuan individu) sehingga memudahkan penularan pathogen potensial sesama kelelawar, termasuk rekombinasi material genetic pathogen tersebut.[ss]
ADVERTISEMENT