Misi Perempuan Aceh Dalam Membangun Peradaban

Suhardin Djalal
Co Founder Chinquelle, Bekerja di Pemkab Aceh Singkil
Konten dari Pengguna
5 Januari 2023 20:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suhardin Djalal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perempuan (Ibu) Mengajar Anak Mengaji, Foto: Shutterstock https://www.shutterstock.com/id/image-vector/drawing-muslim-mother-teach-her-daughter-2191686725
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perempuan (Ibu) Mengajar Anak Mengaji, Foto: Shutterstock https://www.shutterstock.com/id/image-vector/drawing-muslim-mother-teach-her-daughter-2191686725
ADVERTISEMENT
Peringatan Hari Ibu di Indonesia jatuh pada tanggal 22 Desember pada setiap tahun. Peringatan hari ibu ini biasa ditandai dengan ragam aktifitas masyarakat seperti upacara peringatan, ziarah, mengirimkan ucapan dan doa serta melaksanakan kegiatan tertentu lainnya yang berkaitan dengan hari yang penuh suka-cita tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam momentum perayaan hari ibu ini juga kembali merefleksi peran dan kedudukan perempuan, ketangguhan dan kehebatan perempuan serta dedikasi dan pengabdian perempuan. Mengutip dari penggalan lirik Hymne Hari Ibu yang berbunyi “Ibu Indonesia pembina tunas bangsa berkorban, sadar cita tercapai dengan giat bekerja merdeka laksanakan bhakti pada Ibu Pertiwi”. Maka, dapat dipahami bahwa perempuan (Ibu) di Indonesia juga berperan sebagai pembina tunas bangsa yang penuh pengorbanan sebagai bakti terhadap bangsa dan negara.
Perempuan adalah mitra sejajar pria, perempuan berhak mendapatkan segala akses berbangsa dan bernegara, sebagaimana akses yang dimiliki lelaki. Kedudukan perempuan tidak boleh dipandang rendah, karena dalam sejarah sekalipun, kehebatan dan keberanian kaum perempuan sudah terbukti memperbaiki laju peradaban.
ADVERTISEMENT
Perempuan Aceh Dalam Sejarah
H.C. Zentgraaf dalam bukunya yang berjudul Atjeh mengatakan bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh, wanita-wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-wanita lain. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Zentgraaf, bangsa Aceh benar-benar telah banyak melahirkan perempuan tangguh yang bahkan tercatat dalam banyak literatur.
Aceh (Kesultanan Aceh) pernah memiliki seorang perempuan pertama di dunia yang menjadi Laksamana (pangkat tertinggi angkatan laut dalam dunia militer), perempuan tangguh itu bernama Keumalahayati. Tercatat dalam sejarah, Keumalahayati adalah memimpin pasukan Inong Bale (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan pasukan armada kapal Belanda dan berhasil membunuh Cornelis de Houtman setelah terjadi pertempuran satu lawan satu.
ADVERTISEMENT
Dari sisi pemerintahan dan politik, Kesultanan Aceh pernah dipimpin oleh perempuan hebat. Pemimpin perempuan tersebut ialah Sultanah Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), Sultanah Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678), Sultanah Zaqiatuddin Inayat Syah (1678-1688) dan Sultanah Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699).
Lebih lanjut dalam perang Aceh – Belanda (1873-1913), Aceh mempunyai srikandi tangguh yang berani dan pantang menyerah, berkorban jiwa dan raga, srikandi tersebut ialah Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Meutia. Kedua srikandi ini ikut membantu sang suami dalam berjuang, bahkan semangat kian membara ketika sang suami sudah gugur, semata-mata dilakukan yakni mempertahankan harkat martabat bangsa.
Perempuan-perempuan Aceh tersebut di atas telah gugur, namun semangat mereka terus mengalir hingga anak cucu mereka. Semangat-semangat menjaga harkat martabat, mencari ilmu, membangun karakter serta mengisi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara terus dilakukan. Perempuan Aceh hari ini juga telah menunjukkan kehebatan mereka, dengan mengisi posisi penting dalam pemerintahan, dunia akademik serta dunia profesional lainnya.
ADVERTISEMENT
Misi Penting Perempuan (Ibu) Aceh Singkil dalam Membangun Peradaban
Bagi para Ibu di Aceh Singkil (selanjutnya disebut Singkel), menyiapkan anak sebagai generasi yang unggul tentu menjadi suatu keharusan, hal itu pun dilakukan secara serius. Tumbuh kembang sang anak sangat diperhatikan sedari dini guna menyiapkan anak yang mandiri dan berkarakter. Para ibu di Aceh Singkil bahkan secara sistematis dan konsisten dalam menyiapkan generasi untuk membangun peradaban, hal itu dilakukan sang ibu sejak sang anak lahir.
Menimang Anak (me-demban anak)
Ketika sang anak masih dalam keadaan balita, para Ibu di Singkel akan sering menimang (me-demban) anak ketika baru siap dimandikan atau ketika hendak digendong. Hal tersebut dilakukan sang ibu memanjakan anak dengan mengucapkan beberapa kata-kata sayang seperti ‘anak ise en” yang berarti “anak siapa ini’, “bapak ise en” yang berarti “ayah siapa ini”, “khaja ise en” yang berarti “raja siapa ini” dll.
ADVERTISEMENT
Keseluruhan ucapan-ucapan sang ibu tersebut dimaksudkan sebagai penegasan harapan sang ibu kepada anak nya agar kelak sang anak meyadari posisnya sebagai anak, sebagai ayah serta sebagai pemimpin.
Mengayun Anak (Mengunggun Anak)
Setelah sang anak sudah mulai bisa merangkak dan mulai sering menangis, sang ibu di Singkel akan mengayun (menganggun) anak nya untuk ditidurkan. Ketika sedang mengayun anak, sang ibu akan menganggun sambil bershalawat sembari menyampaikan pesan dan doa kepada sang anak.
Dalam penggalan lirik nyanyian mengayun anak dalam bahasa Singkil "Bedem ko cek, asa tokh mbelen, panjang umukh, pagit dakhoh", demikian beberapa penggalan kata dari doa sang ibu ketika menggangun anak nya, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti “tidur lah Nak, cepat besar, panjang umur, pahit darah (sehat)”.
ADVERTISEMENT
Pada saat menggangun ini, sang ibu secara terang-terangan mendoakan anak nya menjadi anak yang tumbuh, kuat dan sehat. Sekaligus, membiasakan anak nya mendengar perkataan yang baik-baik dan shalawat.
Cerita penghantar tidur (Sukut-sukuten)
Selanjutnya ketika anak sudah mulai memasuki usia 7 (tujuh) tahun ke atas dan sudah mulai menempuh pendidikan Sekolah Dasar, para ibu di Singkel akan memberikan cerita penghantar tidur (sukut-sukuten) kepada anak ketika hendak tidur. Dalam sukut-sukuten ini, sang ibu akan bercerita yang dalam cerita tersebut mengandung nasihat-nasihat dan pelajaran kehidupan.
Hal ini dilakukan sang ibu untuk menidurkan anak nya, sekaligus menyampaikan nasihat-nasihat baik dan pelajaran kehidupan kepada sang anak sedari dini. Sebab, sang anak sudah mulai berakal, maka mendidik dari usia kanak-kanak merupakan kesempatan terpenting bagi ibu untuk menyiapkan anak yang berkarakter dan memahami sedikit banyak nya nilai-nilai kehidupan yang akan diarungi sang anak kelak.
ADVERTISEMENT
Perempuan (Ibu) di Aceh Singkil telah mengisi laju peradaban, terlibat dalam pembangunan, mempengaruhi sistem sosial. Para perempuan (ibu) di Aceh Singkil sejak dulu terlibat membantu perekonomian keluarga, bersawah, bertani dan lain sebagainya. Perempuan (ibu) di Singkel selain mengisi peradaban, juga membangun peradaban.
Mengutip lirik lagu Singkel berjudul Penganggun Emak yang dipopulerkan oleh Isran Siketang dalam penggalan lirik nya berbunyi “penganggun mu peh khuni mak, sekolah ku en mo nimu hakhta mu, dosah menkhemas baju memale, asalken anganku tecape”, yang artinya “ketika dalam ayunan, ibu berkata bahwa sekolah ku ini lah harta nya, tidak masalah tanpa emas dan tanpa baju baru, asalkan cita-citaku tercapai”. Begitulah perempuan (Ibu) di Aceh “Singkel” menyiapkan anak-anaknya untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Perempuan (Ibu) Aceh Singkil tahu bahwa anak-anak yang berkarakter merupakan generasi unggul yang nanti akan dapat menciptakan peradaban yang cemerlang. Begitulah, para perempuan di Aceh “Singkel” dengan misi penting nya, membangun peradaban yang lebih baik di masa yang akan datang.