Air Mata

Butiran kristal itu mulai berubah menjadi genangan, aku merasa bersalah, telah membuatnya terintimidasi. Bukan salah dia memang, tentu bukan salahku. Atau aku terlalu idealis?

Semua ia memang berencana menghadiri sebuah Rapat Kerja tingkat nasional sebuah serikat pekerja. Tentu karena aku berada di dalam organisasi tersebut aku mengijinkan dia untuk ikut serta berangkat ke Jakarta untuk menghadiri acara tersebut.

Akan tetapi entah angin dari mana ia memberitahu bahwa ia dan rombongan tidak ke Jakarta melainkan ke kota lain. Loh, acaranya di Jakarta, tapi ke kota lain? Aku langsung berburuk sangka. Ia hanya mengatakan bahwa ia tidak tahu menahu tentang hal tersebut.

Ia menjelaskan bahwa tadi mereka kasak kusuk agar rencana ke Jogja ini tidak di ketahui oleh pengurus lainnya maupun anggota serikat pekerja. Akal sehatku langsung berontak. Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi atau berada dalam lingkaran ini. maka kuputuskan untuk mencabut ijin yang telah ku berikan padanya.

“Aku ijinkan Dinda jika tujuannya adalah ikut rakernas, setidaknya nongol lah satu hari di sana , ikuti ,catat, dan share hasilnya ke anggota?” Ucapku

“Ini kalian pergi jalan jalan dengan mendompleng acara rakernas? Apa bukan korupsi namanya itu?” Ingat serupiahpun uang iuran anggota itu harus di pertanggung jawabkan” tambahku.

Aku memang jengkel mengetahui bahwa ada segelintir oknum pengurus serikat yang doyan menghamburkan uang kas yang di himpun dari anggotanya. Di serikat tempatku bekerja setiap dana keluar itu harus ada laporannya, untuk apa ? hasilnya apa? Efektif tidaknya dan selanjutnya akan di review bersama. Kedepannya seperti apa

Sayang banget uang puluhan juta di hamburkan untuk jalan-jalan oknum pengurus serikat padahal di sisi lain uang tersebut akan berguna jika di manfaatkan dengan benar. Mirisnya pada waktu bersamaan ada salah seorang pengurus serikat yang hendak hadir ke acara rakernas tersebut akan tetap dia tidak punya uang sepeserpun.