Warga Kesal Jembatan Cibuntu Dikenai Tarif Rp 2 Ribu-Rp 10 Ribu

Konten Media Partner
4 Januari 2019 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Postingan warga soal pungutan saat melintasi Jembatan Pelangi Cibuntu.  (Foto: Sukabumi Update)
zoom-in-whitePerbesar
Postingan warga soal pungutan saat melintasi Jembatan Pelangi Cibuntu. (Foto: Sukabumi Update)
ADVERTISEMENT
SUKABUMIUPDATE.com - Penghujung 2018, Bupati Sukabumi, Marwan Hamami meresmikan pembangunan jembatan baru penghubung dua desa di dua kecamatan. Jembatan itu disebut Jembatan Cibuntu, penghubung antara Desa Cibuntu Kecamatan Simpenan dan Desa Tonjong Kecamatan Palabuhanratu. Jembatan warna-warni itu dibangun sepanjang 200 meter dan lebar 1,5 meter di atas Sungai Cimandiri.
ADVERTISEMENT
Namun, keberadaan jembatan itu mulai memunculkan polemik. Pasalnya, masyarakat yang ingin melewati jembatan tersebut harus dikenakan biaya. Informasi yang dihimpun, untuk pejalan kaki dikenakan biaya sebesar Rp 2 ribu. Sementara, untuk pengendara motor dikenakan biaya sebesar Rp 5 ribu dan Rp 10 ribu untuk mobil.
Kepala Desa Cibuntu, Unang, membenarkan hal tersebut. Menurutnya, pungutan biaya tersebut untuk biaya pemeliharaan jembatan. Apalagi jembatan itu dibangun oleh pihak swasta, bukan oleh pemerintah. Ia juga memaklumi apabila masyarakat merasa keberatan dengan adanya pungutan tersebut.
Ilustrasi Jembatan (Foto: Picjumbo)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Jembatan (Foto: Picjumbo)
"Betul saya sepakat kalau masyarakat keberatan. Tapi waktu itu saya mendesak supaya diresmikan bupati, karena Desa Cibuntu sudah bertahun-tahun tidak pernah diinjak oleh bupati," kata Unang saat dihubungi sukabumiupdate.com, Jumat (4/1).
ADVERTISEMENT
Unang mengapresiasi pihak pengusaha yang sudah mau ikut membangun infrastruktur di desanya. Sementara pemerintah terkesan tutup mata. "Jangan sampai tidur terus pemerintah, supaya melek. Lihat masyarakat kami. Toh ada pengusaha yang peduli, yang mau membangun, tapi kenapa dari pemerintah daerah hanya tutup mata. Masyarakat juga memahami tentang ini. Lewat tol juga kan bayar. Tetapi menyinggung soal pemerintahan, kenapa enggak dibangun sama bupati atau pemerintah daerah," lanjutnya.
Unang mengaku pernah ditanya Bupati Marwan Hamami terkait asal-usul jembatan. Ia kemudian menyebutkan kondisi sebenarnya bahwa jembatan tersebut dibangun seorang pengusaha. Menurutnya, jika pemerintah bisa mengembalikan biaya pembangunan jembatan kepada pengusaha, maka pengusaha tersebut akan hengkang dengan sendirinya dan membuat jembatan baru di wilayah lain.
ADVERTISEMENT
"Bupati sempat nanya ke saya, ini dana dari mana? Saya bilang ini dari pengusaha pembuat jembatan yang peduli lingkungan. Pada saat Bimtek sempat dibahas. Apakah bisa dibuat Perdes (Peraturan Desa), ternyata tidak bisa. Itu anggap kita seperti kita buat perahu, sekali naik, turunnya bayar. Itu haknya yang membuat perahu," katanya lagi.
Unang menuturkan, jauh-jauh hari sebelum pembangunan jembatan dimulai, dia sudah menyosialisasikan kepada warga bahwa pungutan berupa donasi dari warga akan digunakan untuk biaya pemeliharaan jembatan. Unang menegaskan tidak sepeser pun pihak pemerintah desa menerima uang dari pungutan tersebut.
"Sudah merapatkan dengan warga semua, kalau enggak mau bayar silakan ke jalan kabupaten. Rusak-rusak juga itu jalan kita. Ini mah untuk donasi. Kalau tidak begitu, pas giliran rusak, siapa yang mau merawat? Sudah dikasih tahu warga itu. Hanya kalau ada keluhan, itu ditujukan kepada pemerintah daerah. Kenapa orang lain peduli, sementara pemerintah tidak peduli. Begitu maksudnya," jelas Unang.
ADVERTISEMENT