Konten dari Pengguna

Bahasa Autentik Orang Betawi

Sukainah Hijarani Almansuroh
Student Polytechnic State Jakarta, Publishing Studies (Journalism).
21 Juni 2022 20:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sukainah Hijarani Almansuroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Orang Sedang Berbicara. Sumber: Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Orang Sedang Berbicara. Sumber: Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Warga kampung yang tidak ingin disebutkan namanya, mayoritas penduduknya orang Betawi. Kebiasaan nyablak yang diwariskan secara turun menurun oleh para pendahulu sudah melekat dalam batin, seperti gaya bicaranya yang autentik.
ADVERTISEMENT
Orang betawi cenderung berkata terus terang tanpa basa basi. Ketika membicarakan sesuatu, mereka akan berbicara apa adanya dan terkesan ceplas-ceplos atau blak-blakan. Orang lain beranggapan orang Betawi itu bertingkah laku tidak lembut dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.
Benar saja orang Betawi berbicara dengan nada tinggi. Bahkan terlihat bangga dengan kelokalannya, hingga tak ada keinginan untuk menukar bentuk gaya bicaranya. Mereka menjadi lebih erat dengan semua orang. Walaupun ada saja yang tidak berlapang dada ketika berargumen dengannya.
Terlebih lagi orang Betawi paling riuh ketika mendengar obrolan tentang permasalahan orang lain. Satu kampung pasti dapat menangkap suara ocehannya. Pasalnya, pokok pangkal informasi dikendalikan olehnya. Semua orang harus mengumpul padanya.
ADVERTISEMENT
Padahal, mereka kalau ditagih uang iuran bulan dengan bendahara RT setempat pura-pura tidak tangkap. Ketika ada sesuatu yang beredar mengenai bantuan sembilan bahan pokok atau uang. Mereka langsung mau, tanpa berbelit-belit dan ingin diutamakan.
Mereka akan nyinyir saat tidak dapat bantuan, dengan raut wajah yang sangat berapi-api. “Yaelah, itu mah orang mampu semuanye yang dapet, masa kite kagak!” seru salah satu warga setempat.
Untuk itu, mereka dijuluki dengan orang “Jalur Gaza”. Karena dahulu mereka suka bertengkar dengan adu kata-kata atau adu tenaga, melawan orang yang membungakan uang. Istilah “Jalur Gaza” itu sesuatu yang sama dengan Kota Gaza yang ada di Mesir yang berkaitan dengan perselisihan dengan negeri sebrang. Selalu memperebutkan yang bukan haknya.
ADVERTISEMENT
Perihal tentang tenaga, orang Betawi merupakan jawarannya. Dalam menjalani hidup mereka suka dengan keadaan panas ketimbang dingin. Tak heran jika orang lain menilai orang Betawi bak tak punya hati.
Warga setempat pun dibuat heran dengan kerisuhannya. Mereka pasti ada saja bahan yang diperbincangkan dan ujungnya merambat kemana-mana. Sampai menggembarkan ke kampung sebelah. “Ya, namanya ibu-ibu Betawi mah, gitu,” ucap salah satu warga sambil tertawa.
Tidak bisa dipungkiri mereka emang gaya bicaranya seperti itu. Warga setempat melakukan suatu usaha untuk saling memahaminya. Walaupun mereka biang kompor, tetap saja seperti keluarga.
Sukainah Hijarani Almansuroh/ Politeknik Negeri Jakarta