Napas Panjang Transmigrasi Melalui Revitalisasi

Sukmawati Amir
Analis Kebijakan Ahli Muda di Kemendesa, PDT, dan Transmigrasi
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 14:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sukmawati Amir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Unit Permukiman Transmigrasi. Koleksi penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Unit Permukiman Transmigrasi. Koleksi penulis.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Apakah transmigrasi itu masih ada?”
Pertanyaan yang kerap kali dilontarkan oleh teman-teman yang memang bukan berlatar dari dunia birokrasi.
ADVERTISEMENT
Transmigrasi ini memang bukan program baru, meski hanya program pilihan untuk pemerintah daerah kabupaten/kota, tak urung peminatnya tetap ada dari tahun ke tahun. Terlebih bagi kabupaten yang memang sudah merasakan dampak positif dari adanya pengembangan transmigrasi di daerah mereka.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi per tanggal 4 Maret 2021, program penempatan transmigran tahun 2021 direncanakan sebanyak 1.177 KK calon transmigran, yang terdiri dari 728 KK Transmigran Penduduk Setempat (TPS) dan 449 Transmigran Penduduk Asal ( TPA) akan ditempatkan di 20 lokasi satuan permukiman transmigrasi, pada 18 kabupaten di 11 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa transmigrasi dari tahun ke tahun tetap eksis.
ADVERTISEMENT
Namun tidak dipungkiri bahwa adanya kebijakan penanggulangan COVID-19 sedikit banyaknya mempengaruhi penyelenggaraan program yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1927 oleh Bung Karno ini. Tahun 2020, di mana pertama kali pandemi virus ini merebak, rencana penempatan transmigran di-carry over ke tahun 2021.
Pasang Surut Transmigrasi
Ratna Dewi menulis dalam bukunya “Transmigrasi Masa Doeloe, Kini, dan Harapan Ke depan” bahwa transmigrasi sudah dilaksanakan sejak tahun 1905, yang menjadi titik cikal bakal penyelenggaraan transmigrasi. Rintisan pemerintah kolonial Belanda ini masih disebut dengan kolonisasi. Secara resmi pemerintah Indonesia melanjutkan program kolonisasi pada tanggal 12 Desember 1950 dengan penamaan yang lebih nasionalis yaitu transmigrasi.
Tanpa mengabaikan permasalahan yang ada, penyelenggaraan transmigrasi selama ini telah berkontribusi dalam pembangunan nasional, di mana sampai dengan tahun 2015, ada 104 permukiman transmigrasi (kimtrans) yang disebut juga satuan permukiman transmigrasi berkembang menjadi ibu kota kabupaten/kota, 383 permukiman transmigrasi berkembang menjadi ibukota kecamatan, dan sejumlah 1.183 permukiman transmigrasi menjadi desa definitif.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pengembangan transmigrasi bukan hanya pembangunan dan pengembangan satuan permukiman transmigrasi, tetapi juga pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi lebih luas. Di dalam RPJMN 2020–2024, ditetapkan 63 kawasan transmigrasi menjadi prioritas nasional, dan 100 kawasan transmigrasi menjadi prioritas kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Dengan sudah ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2019, membuka peluang koordinasi dan integrasi dalam penyelenggaraan transmigrasi oleh lintas kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat. Koordinasi dan integrasi ini dilaksanakan terhadap perencanaan, pembangunan, dan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi.
Revitalisasi kawasan transmigrasi juga mulai digaungkan dengan memaksimalkan kerja sama dan menarik minat investor untuk dapat bersama-sama ikut menciptakan kawasan transmigrasi yang mandiri, bahkan mampu berdaya saing.
ADVERTISEMENT
Perubahan Paradigma Transmigrasi
Teori klasik transmigrasi mengemukakan bahwa transmigrasi merupakan proses pemindahan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduknya/kota ke daerah yang jarang penduduknya/desa. Pada Prinsipnya memang demikian, namun yang perlu dipahami, transmigrasi bukan hanya menempatkan calon transmigran dari daerah asal yang biasanya berasal dari Jawa dan Bali ke luar Jawa (Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, NTT, NTB, dan Papua). Bahkan di wilayah tertentu misalnya Provinsi Papua, ada kebijakan pemerintah daerah di mana program transmigrasi di wilayah paling timur Indonesia ini, hanya penempatan transmigran dari penduduk setempat.
Transmigrasi lebih diartikan sebagai perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Pelurusan mindset transmigran dan pemerintah kabupaten/kota juga penulis anggap penting, dalam hal unit permukiman transmigrasi yang sudah dialihkan pengembangannya kepada pemerintah kabupaten/kota, tidak lantas serta merta akan dapat diusulkan menjadi desa definitif. Melainkan akan menjadi bagian dari desa setempat. Karena Kemendagri sendiri sudah mengatur kriteria pembentukan desa, terlebih dengan adanya kebijakan moratorium desa, tentu akan semakin memperketat seleksi usulan pembentukan desa.
ADVERTISEMENT
Hendaklah tidak “memaksakan”, untuk dijadikan menjadi desa definitif.
Cita-cita untuk mempertahankan eksistensi transmigrasi menjadi penting bukan sekedar upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ataupun upaya pengembangan wilayah, tetapi karena dorongan rasa cinta kepada tanah air dan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.