Perjalanan Mengenal Keistimewaan Nanggroe Aceh Darussalam

Sukmawati Amir
Analis Kebijakan Ahli Muda di Kemendesa, PDT, dan Transmigrasi
Konten dari Pengguna
16 Juli 2021 10:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sukmawati Amir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi foto perjalanan menuju Bener Meriah. koleksi penulis
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi foto perjalanan menuju Bener Meriah. koleksi penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suara dering dawai mengalihkan saya untuk berpaling dari layar televisi. Ternyata teman-teman kantor yang sedang berkunjung ke Aceh mengirimkan foto-foto mereka di group WhatsApp.
ADVERTISEMENT
Takjub melihat salah seorang teman yang sedang berpose di Museum Tsunami. Masya Allah, terlihat anggun dan cantik sekali dalam balutan busana muslimah, padahal kesehariannya dia belum mantap berhijab. Mungkin dia sudah mendengar cerita dari teman yang sebelumnya berkunjung ke Aceh.
Saya jadi teringat kejadian waktu pertama kali ke sana. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Bener Meriah, saya dan teman memutuskan beristirahat semalam di Banda Aceh. Kami sudah mengagendakan untuk salat magrib di Masjid Raya Baiturrahman dan makan malam dengan mencicipi nikmatnya mie Aceh.
Pukul 17.45 saya bergegas turun ke lobi hotel untuk berkumpul dengan teman lainnya, khawatir tertinggal waktu magrib. Kebetulan saya kebagian kamar di lantai dua dengan posisi pintu kamar menghadap dinding kaca koridor yang menyajikan pemandangan persawahan dengan latar pegunungan yang berada di belakang hotel. Begitu membuka pintu kamar, ta..da… ternyata masih terang benderang. Tirai jendela kamar memang belum saya buka sejak masuk ke kamar hotel. Ternyata waktu masuknya magrib di Aceh dan Jakarta berbeda. Di Aceh, magrib sekitar pukul 18.50.
ADVERTISEMENT
Mesjid Baiturrahman terletak di pusat kota Banda Aceh. Mesjid ini adalah simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme rakyat Aceh. Di Gerbang masuk masjid ini terpampang jelas tulisan “wilayah wajib Berbusana Muslim”.
Meskipun kami sudah berkerudung, tetapi karena menggunakan celana panjang, kami tidak diperkenankan masuk ke area masjid, akhirnya kami gunakan mukena yang kami bawa, barulah diperbolehkan masuk. Bagi yang tidak membawa mukena sendiri tidak usah khawatir, pengurus masjid yang ada di pintu gerbang masjid sudah menyediakan mukena yang dapat dipinjamkan Tapi sebaiknya di masa pandemi COVID-19 ini, biasakan membawa perlengkapan salat sendiri ya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Provinsi NAD, mencantumkan empat keistimewaan pokok bagi Aceh, yaitu keistimewaan dalam menyelenggarakan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya, keistimewaan dalam penyelenggaraan pendidikan, keistimewaan dalam penyelenggaraan kehidupan adat, dan keistimewaan menempatkan peran ulama dalam penetapan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan syariat islam sebagai inti dari keistimewaan Aceh, dilegalkan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kewajiban berbusana Islami di Aceh sendiri terdapat dalam Qanum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam tentang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islami.
Kita sebagai pendatang yang berkunjung ke Aceh, tidak ada salahnya menghormati dan mengikuti aturan tersebut. Jujur saya pribadi, merasa malu sendiri berpelesir di sana karena kurang syar’i dalam berbusana. Sementara perempuan di sana dari yang usia muda sampai dewasa menggunakan busana syar’i.
Keesokan harinya, dengan menggunakan mobil travel yang memuat 6 orang penumpang, kami melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Bener Meriah. Di tengah perjalanan, sopir menghentikan mobil sejenak di kedai yang menjajakan aneka macam keripik. Sepertinya hasil olahan penjualnya, karena di samping kedai terdapat tungku dengan wajan besar di atasnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu bukti dari ditegakkannya syariat islam di Aceh, setiap waktu salat, sopir akan memberhentikan mobilnya di masjid yang kami jumpai di sepanjang perjalanan. Berbeda dengan pengalaman saya bepergian ke beberapa kabupaten di luar Aceh, yang tergantung permintaan penumpang.
Singkat cerita, karena tujuan kami ke Bener Meriah dalam rangka pengambilan data, maka dibantu teman dari kabupaten yang mendampingi kami selama kegiatan tersebut akhirnya dapat bertemu dengan warga transmigrasi yang ada di Samar Kilang SP.4.
Salah satu data yang kami perlukan adalah biaya kebutuhan sehari-hari masing-masing kepala keluarga. Setiap responden yang kami tanyai, mempunyai jawaban yang berbeda tergantung jumlah anggota keluarganya, tetapi satuan ukuran beras yang mereka sebutkan sama, yaitu “bambu”.
ADVERTISEMENT
Awalnya saya pikir satu bambu itu sama dengan satu liter, hanya penyebutannya saja yang berbeda. Sampai di tengah kegiatan setelah mewawancarai beberapa responden, saya mencoba menanyakan, kenapa literan di sana disebut dengan bambu. Ternyata dijelaskan satu bambu itu setara dengan dua liter. Bambu dimaksud merupakan takaran yang terbuat dari besi tipis berbentuk silinder. Zaman dulu, takaran ini terbuat dari bambu, Walaupun saat ini bahan pembuatannya sudah berganti menjadi besi tipis, penyebutannya tetap satuan “bambu”.
Kopi Gayo dikenal sebagai komoditas unggulan yang berasal dari Bener Meriah, ini sangat didukung dengan kondisi topografinya yang berada di 100 – 2500 meter di atas permukaan laut. Olahan kopi gayo yang dicampur susu dan gula disebut dengan kopi sanger.
ADVERTISEMENT
Satu lagi ukuran yang warga sebutkan untuk menyebutkan jumlah produksi pertanian mereka seperti kopi, yaitu ukuran “kaleng”, yang akhirnya saya juga menjadi tahu bahwa satu kaleng itu setara dengan 10 liter.
Ini menjadi pembelajaran buat saya. Meminjam istilah anak muda di Makassar “Jangan suka sokta” (sok tau) he..he…, Seandainya saya tidak bertanya, saat perhitungan untuk pengolahan data nantinya pastilah tidak akan akurat karena jelas harga beras seliter berbeda dengan harga beras dua liter kan?.
Betul kata pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Di mana pun kita berada, hendaknya kita menghormati dan menghargai budaya, adat istiadat, kebiasaan dan aturan yang berlaku di tempat tersebut. Dan jangan malu bertanya, karena “malu bertanya sesak napas” eh sesat di jalan maksudnya. Maklum lah, tulisan ini saya ketik di tengah berita semakin merebaknya kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT