Kisah Guru PAUD di Mamuju yang Tak Menerima Gaji Selama 3 Tahun

Konten Media Partner
26 November 2019 15:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kartini, guru di PAUD Tunas Bangsa Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto: Awal Dion/sulbarkini
zoom-in-whitePerbesar
Kartini, guru di PAUD Tunas Bangsa Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Foto: Awal Dion/sulbarkini
ADVERTISEMENT
Sudah tiga tahun Kartini, guru di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tunas Bangsa Simboro di Kelurahan Simboro, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, tak lagi menerima gaji.
ADVERTISEMENT
"Terakhir kami digaji tahun 2016," kata Kartini, saat ditemui, Selasa (26/11).
Kartini tak sendiri mengajar di PAUD yang berada di bawah binaan UPTD/SKB Mamuju, Kabupaten Mamuju, yang berdiri tahun 2005 dengan nomor SK.421.9/015/SKB/I/TU/2005.
Dia ditemani rekannya, Syamsiah, mengajar 20 murid yang berusia 4 hingga 5 tahun di PAUD tersebut. Keduanya berstatus sebagai tenaga sukarela.
"Dulunya kami bertiga mengajar di PAUD, namun satu pengajar terangkat sebagai ASN dan pindah di tempat lain. Sebagai warga di sini, tentu kami harus tetap melanjutkan mengajar anak-anak di PAUD," ujarnya.
Aktivitas bermain sambil belajar murid PAUD Tunas Bangsa Simboro. Foto: Awal Dion/sulbarkini
Awalnya, kata Kartini, mereka sempat menerima gaji melalui bantuan dari Kementerian Pendidikan dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun beberapa tahun belakangan PAUD tersebut tak lagi mendapatkan bantuan.
ADVERTISEMENT
"Waktu masih dapat bantuan dari pusat biasa saya terima gaji Rp 1,5 juta tiap tahun dan terakhir dibayarkan Rp 700 ribu tahun 2016. Sampai sekarang sudah tidak ada, katanya pihak SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) sudah tidak ada bantuan lagi," kisah Kartini.
Pihak PAUD Tunas Bangsa Simboro terpaksa memungut iuran Rp 20 ribu per bulan untuk tiap murid. Dana tersebut digunakan membeli kelengkapan di PAUD dan selebihnya menjadi honor mereka berdua.
"Itu pun kalau semuanya membayar, terpaksa uang pribadi kami keluar untuk membeli perlengkapan di sini," katanya.
Menurut Kartini, bangunan PAUD tempat mereka mengajar merupakan milik bangunan sekolah SD Inpres Simboro yang mereka pinjam.
"Sewaktu-waktu pihak sekolah bisa menempatinya kembali," jelasnya.
PAUD Tunas Bangsa Simboro berdiri sejak tahun 2005. Foto: Awal Dion/sulbarkini
Pengelola PAUD Tunas Bangsa Simboro lainnya, Syamsiah, mengaku pernah terbersit dalam hati untuk menutup PAUD tersebut. Namun, dia tak tega. Pasalnya, PAUD Tunas Bangsa Simboro merupakan satu-satunya sekolah bagi anak usia dini yang ada di Lingkungan Simboro Pantai.
ADVERTISEMENT
"Kalau ditutup, justru saya kasihan sama orang tua yang punya anak di sini. Mereka harus jauh lagi keluar menyekolahkan anaknya," kata Syamsiah.
Salah seorang warga, Fadilah Umrah, berharap ada perhatian serius dari pemerintah terhadap PAUD atau TK agar warga yang tinggal di Lingkungan Simboro Pantai tak lagi jauh membawa anaknya keluar sekolah.
"Kita berharap pemerintah membangun sekolah anak usia dini di sini," harapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian BP PAUD dan Dikmas Sulbar, Asmuddin, mengatakan PAUD Tunas Bangsa Simboro tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Pusat. Sementara basis penganggaran berdasarkan data yang ada di dalam Dapodik tersebut.
"Kalau di desa, penganggarannya bisa menggunakan dana desa. Tetapi (PAUD Tunas Bangsa) ini dalam lingkup kelurahan yang anggarannya tidak ada untuk sekolah PAUD, jadi kita berharap pemerintah ada kepeduliannya," jelas Asmuddin.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata dia, PAUD Tunas Bangsa Simboro juga tidak terdaftar dalam Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) sehingga sekolah tersebut tak terdaftar dalam BP PAUD dan Dikmas Provinsi Sulbar.
"Maka itu, Diknas Kabupaten seharusnya mendaftarkan sekolah tersebut," tandasnya.