Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten Media Partner
Mangngaro, Tradisi Membungkus Ulang Jenazah Leluhur di Mamasa, Sulawesi Barat
31 Agustus 2020 7:15 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 4 Oktober 2022 23:00 WIB
![Mengeluarkan jenazah leluhur dari liang atau alang-alang. Foto: Frendy/sulbarkini](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1598819358/imbqgl5i1ze3krnk24af.jpg)
ADVERTISEMENT
Mangngaro merupakan tradisi upacara kematian yang masih dilestarikan hingga kini. Ritual membungkus jenazah leluhur itu masih dilakukan masyarakat di Kecamatan Nosu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
ADVERTISEMENT
Sekali dalam setahun, warga Kecamatan Nosu akan mengeluarkan jenazah leluhurnya dari liang yang berbentuk seperti lumbung (alang), mengaraknya menuju tenda (lattang) di hamparan tanah datar, membungkus ulang jenazah, dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam alang-alang atau lokko (goa tanah).
Mangngaro berasal dari kata 'mang' yang artinya melakukan dan 'aro' yang berarti keluar, yang berarti sedang mengeluarkan. Sekilas, ritual ini mirip dengan ma'nene di Tana Toraja, Sulawesi Selatan yang masih berbatasan dengan Mamasa.
Hanya saja, dalam tradisi mangngaro, pakaian jenazah tidak diganti. Namun menambahkan balutan tambahan hingga membentuk buntalan menyerupai guling raksasa.
Tradisi mangngaro dilakukan masyarakat Nosu setiap tahun pada bulan Agustus selepas panen padi. Prosesinya dimulai dengan anggota keluarga dan kerabat almarhum berjalan beriringan menuju kuburan, di mana kaum perempuan menggunakan pakaian adat berwarna hitam.
ADVERTISEMENT
Setibanya di kuburan, jenazah leluhur lalu dikeluarkan dari liang dan diarak ke suatu tempat di mana para kerabat perempuan menunggu. Setelah jenazah leluhur terkumpul, para keluarga lalu melakukan arak-arakan melintasi pematang sawah menuju tenda atau lattang yang sudah disediakan sebagai tempat persemayaman.
Arak-arakan menuju tenda persemayaman atau disebut ma'titting ini memiliki daya tarik tersendiri. Para perempuan yang berpakaian adat berwarna hitam berjalan paling depan sambil membentangkan kain merah diikuti barisan anggota keluarga yang menggotong buntalan-buntalan kain yang berisi jenazah.
Selanjutnya, jenazah para leluhur kemudian disemayamkan di bawah tenda yang sudah disiapkan di area persawahan (ratte) selama satu malam untuk dilakukan proses pembungkusan ulang jenazah.
Di malam hari, sembari membungkus ulang jenazah, kaum laki-laki di luar tenda melakukan ritual ma'badong sementara kaum perempuan di dalam tenda melakukan ritual ma'sailo.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya, tradisi mangngaro dilanjutkan dengan menyembelih hewan ternak seperti kerbau dan babi. Selanjutnya, anggota keluarga melakukan persembahan kepada jenazah sebelum diarak kembali ke alang-alang atau lokko (liang tempat menyimpan jenazah).