Masjid Tumbu, Jejak Syiar Islam Imam Lapeo di Topoyo, Mamuju Tengah

Konten Media Partner
11 Mei 2020 6:54 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Tua Baiturrahman, yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan nama Masjid Tumbu. Foto: Dok. Rahmien Mahrul
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Tua Baiturrahman, yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan nama Masjid Tumbu. Foto: Dok. Rahmien Mahrul
ADVERTISEMENT
Semasa hidupnya, KH Muhammad Thahir atau yang lebih dikenal dengan Imam Lapeo merupakan sosok ulama yang termasyhur di tanah Mandar. Dalam tugas dakwah dan menyiarkan ajaran agama Islam, ada sekitar 17 masjid yang tersebar di pesisir Sulawesi Barat yang pembangunannya diprakarsai oleh Imam Lapeo.
ADVERTISEMENT
Selain Masjid Nurut Taubah di Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, tempat ia dimakamkan, Imam Lapeo juga turut memprakarsai pembangunan Masjid Tua Baiturrahman yang ada di Desa Tumbu, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah.
Masjid tersebut diperkirakan berdiri sekitar tahun 1946 saat Imam Lapeo menyebarkan agama Islam di wilayah Mamuju. Yang menarik, berdasarkan cerita warga setempat, masjid berukuran 6x4 meter ini awalnya dibangun tanpa menggunakan semen.
"Menurut kisahnya, masjid ini dibangun tidak menggunakan semen. Hanya menggunakan bahan putih telur, kapur, pasir, dan sabuk kelapa sebagai bahan dasar pembangunan masjid," ungkap Rasyid, warga Desa Tumbu sekaligus pendiri Taman Baca Tammalanre, beberapa waktu lalu.
Masjid tersebut sudah mengalami beberapa kali renovasi. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 2007 yang meliputi perbaikan kubah dan atap. Renovasi kedua dilakukan pada tahun 2017 berupa pembangunan pagar.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2019, kembali dilakukan perbaikan untuk memperindah masjid yang merupakan peninggalan sejarah ini," jelasnya.
Masjid sebelum direnovasi, tepat berada di tepi pantai di Desa Tumbu, Mamuju Tengah. Foto: Dok. Rahmien Mahrul
Keunikan masjid yang oleh warga setempat lebih dikenal dengan nama Masjid Tua Tumbu ini juga diungkapkan oleh Zahriah dalam bukunya 'Jejak Wali Nusantara: Kisah Kewalian Imam Lapeo di Masyarakat Mandar'.
Dikisahkan, meskipun masjid itu dibangun tepat di tepi pantai, namun air laut tidak pernah memasuki bagian dalam masjid. Gelombang pasang hanya bergerak naik di sekitar masjid.
Hanya saja, kata Rasyid, masjid bersejarah itu tak lagi digunakan sebagai tempat beribadah. Warga desa setempat membangun masjid yang berukuran lebih besar tepat di samping Masjid Tua Tumbu.
"Sekarang hanya digunakan sebagai taman belajar Al-Quran dan rencananya masjid ini menjadi destinasi wisata religi dan museum naskah," tandasnya. (Rahmien Mahrul)
ADVERTISEMENT