Konten Media Partner

Mengenal 3 Kain Tenun Khas Sulbar, Ada yang Berusia Ratusan Tahun

28 Juni 2019 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fashion Festival Tenun Budaya Daerah Sulawesi Barat. Foto: Zulkifli
zoom-in-whitePerbesar
Fashion Festival Tenun Budaya Daerah Sulawesi Barat. Foto: Zulkifli
ADVERTISEMENT
Sulawesi Barat memiliki kain tenun khas sendiri yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih dilestarikan hingga sekarang. Tiga kain tenun khas Sulbar tersebut, yakni kain tenun Sekomandi yang merupakan warisan masyarakat Kalumpang, Kabupaten Mamuju, kain tenun sutera suku Mandar, dan sambu (sarung) Mamasa.
ADVERTISEMENT
Berikut Sulbar Kini mengulas ketiga tenun khas Sulbar tersebut.
Kain tenun Sekomandi merupakan warisan leluhur masyarakat Kalumpang, Kabupaten Mamuju, yang sarat dengan nilai sejarah dan budaya lokal. Beberapa tahun yang lalu, kain ini sempat terancam punah karena kurangnya minat pengrajin untuk memproduksi kain tenun Sekomandi karena penghasilan mereka tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Berangkat dari hal tersebut, sejumlah pemerhati kain tenun Sekomandi kembali mempromosikan kain tenun ini hingga produksi kain yang diyakini berusia ratusan tahun tersebut kembali bergeliat.
Sekomandi sendiri, berasal dari dua kata. "Seko" dalam bahasa Mamuju yang berarti persaudaraan atau kekeluargaan, dan "Mandi" yang berarti kuat dan erat. Hal itu merujuk karena pada masa lampau kain tenun Sekomandi juga bisa menjadi alat barter antarwarga.
ADVERTISEMENT
Proses pembuatan kain tenun Sekomandi sendiri membutuhkan proses waktu yang lama. Selembar kain tenun tersebut bisa memakan waktu produksi mulai dari 3 sampai 6 bulan, dari pemintalan benang, pewarnaan, pengikatan benang, hingga proses penenunan.
Yang menarik, proses pembuatan kain tenun ini menggunakan bahan-bahan yang alami. Untuk pewarna, pengrajin menggunakan campuran bahan yang sudah ditumbuk halus dan dimasak yang terdiri dari jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, beragam dedauanan, akar pohon, serta kulit kayu.
Kain tenun Sekomandi dan seperangkat alat tenun tradisional (alung). Foto: Dok. Indri Bunga
Bahan benang berupa kapas yang dipintal secara manual. Untuk menghasilkan pewarnaan yang berkualitas, benang umumnya direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna setiap hari selama sebulan untuk menguatkan warna dan tidak cepat luntur. Pemintalan yang dilakukan secara tradisional ini pun memerlukan waktu dari 3 bulan hingga 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Adapun motif kain tenun Sekomandi di antaranya model perisai, garis beraturan, jajar genjang, hingga bentuk yang menyerupai orang-orangan dan kepiting. Warna kain tenun Sekomandi cenderung kalem dan tegas dengan perpaduan warna cokelat, hijau, krem, kuning, merah, dan jingga.
Karena proses produksinya yang lama dengan cara tradisional, kain tenun Sekomandi tidak diproduksi secara massal yang membuatnya jadi salah satu kain yang bernilai tinggi. Permintaan terhadap kain tenun ini yang kembali meningkat membuat pengrajin kembali memproduksi kain warisan leluhur ini.
Kain tenun khas Sulawesi Barat lainnya adalah kain sutera Mandar. Sama dengan kain tenun Sekomandi, kain tenun sutera Mandar juga masih diproduksi dengan secara tradisional melalui proses menenun.
ADVERTISEMENT
Sentra produksi kain tenun sutera Mandar ini umumnya banyak ditemukan di Kecamatan Limboro, Tinambung, dan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), dan proses produksi yang kadang 2-3 minggu bahkan berbulan-bulan tergantung pada motifnya.
Ciri khas dari kain tenun sutera Mandar adalah warna-warna cerah, seperti merah dan kuning dengan motif dasar berupa bunga dan sure (garis). Motif dasar ini selanjutnya bisa melahirkan banyak variasi motif yang dipadukan dengan warna-warna cerah dan menawan tersebut. Pada masa lalu, motif dalam sarung sutera Mandar ini juga mempunyai makna khusus dan bisa menunjukkan status ekonomi dan kelas sosial warga.
Kain tenun sutera Mandar saat ini terdiri atas dua jenis bahan sutera, yakni benang sutera asli dan benang sutera imitasi.
Ketua Dekranas, Mufidah Kalla, membeli kain sutra Mandar untuk Jusuf Kalla saat berkunjung ke Mamuju, Sulawesi Barat. Foto: Dok. Kominfo Sulbar
Benang sutera asli merupakan benang yang diproduksi di penangkaran ulat sutera yang menghasilkan benang sutera yang kuat, dengan proses yang memakan waktu berhari-hari, mulai dari proses pemintalan benang, mewarnai, hingga membuat helaian kelompok benang sutera yang siap untuk ditenun.
ADVERTISEMENT
Sedangkan benang sutera imitasi umumnya merupakan benang yang bisa dibeli di pasaran dan merupakan benang impor asal China dan India.
Umumnya, kain sutera Mandar hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti acara pernikahan, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, serta upacara-upacara keagamaan lainnya. Karena menggunakan pewarna alami, kain sutera Mandar tidak bisa dicuci. Setelah dipakai, cukup direndam di air lalu dikeringkan.
Presiden Jokowi menggunakan sambu Bembe pada pertemuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara, beberapa waktu lalu. Foto: Dok. Istimewa
Sambu (sarung) Mamasa merupakan kain tenun khas warga Mamasa yang juga sudah diwariskan secara turun temurun. Konon, perempuan Mamasa di masa lampau memilih menenun sarung sendiri karena jarak pasar yang jauh dan harga yang lebih mahal.
Penggunaan sambu bagi warga Mamasa berfungsi untuk melawan hawa dingin pegunungan. Saat sore-sore, kita masih bisa menemukan orang-orang yang berselempang sarung, baik orang tua maupun anak-anak muda. Ukurannya pun bervariasi, mulai dari ukuran selempang hingga seukuran selimut.
ADVERTISEMENT
Sama dengan kain tenun Sekomandi dan kain sutera Mandar, proses pembuatan sambu Mamasa ini juga masih menggunakan cara tradisional dengan ditenun. Proses pembuatan satu lembar sambu Mamasa umumnya menghabiskan waktu 2- 3 minggu.
Motif dan warna sambu Mamasa pun beragam. Dulu, sambu berwarna putih yang disebut sambu Bembe hanya diperuntukkan bagi kalangan bangsawan di Mamasa.
Namun sekarang, sambu bisa dikenakan siapa pun dengan warna yang sudah beragam, mulai dari putih, merah, biru, ungu, dan warna-warna lainnya. Sambu Mamasa pun biasanya digunakan dalam upacara-upacara adat, di antaranya upacara kematian.
[Sapriadi]