Konten dari Pengguna

Mengupas Keragaman Sastra Minangkabau

Sulis Tiawati
2410751015 Mahasiswi universitas andalas
2 Oktober 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sulis Tiawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bahasa itu beragam,tak hanya di wilayah lain di Minangkabau juga memiliki keberagaman dalam berbahasa. Keragaman itu timbul akibat berbagai faktor. Di antara faktor yang banyak.Beberapa faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terbentuknya ragam suatu bahasa. Faktor dominan yang berpengaruh itu di antaranya adalah faktor perbedaan wilayah contohnya seperti bahasa orang disekitaran pantai pasti akan lebih keras dibandingkan orang yang tinggal di pegunungan.Variasi bahasa berdasarkan areal atau geografis ini sering disebut dengan dialek. Secara tradisional bahasa, bahasa Minangkabau dibagi atas lima dialek yaitu dialek Agam, Tanah Datar, pasaman,koto baru dan Pancung soal.
ADVERTISEMENT
Contohnya: dalam penyebutan buah pepaya saja memiliki berbagai macam kata tetapi dengan arti yang sama yaitu:kalikih sampayo,sampelo ,sang tuka ,batiak.
Dengan menilai hal diatas kita juga dapat mengakumulasi bahwa bahasa itu beragam padahal tujuannya adalah sama tetapi dalam penyebutanya mengalami perubahan bentuk kata,inilah yang disebut sebagai dialek bahasa.
Di Minangkabau biasanya menggunakan dialek standar yakni dialek Agam.Ini bertujuan untuk menyatukan masyarakat Minangkabau di kota-kota seperti dikota Padang,Padang panjang,Bukit Tinggi dan lainnya.Ini digunakan karena masyarakat kota ini memiliki latar belakang seperti daerah yang berbeda sehingga kata dialek standar ini diperlukan,tetapi dengan perkembangan zaman bahasa Minangkabau umum tidaklah berasal dari salah satu dialek bahasa Minangkabau, termasuk juga dialek Agam. Bahasa Minangkabau umum merupakan anasir bahasa Minangkabau yang bersamaan dan tidak bersifat spesifik dari salah satu dialek yang ada.Sehingga saat ini saat ini dialek yang spesifikasi jarang ditemukan lagi.
ADVERTISEMENT
Di Minangkabau pun memiliki ketentuan dalam berbahasa hal itu pun tak hanya dari berupa lisan saja tetapi juga dalam bentuk tulisan.Tak hanya itu saja gaya berbahasa di Minangkabau juga diabadikan sebagai bentuk sebuah karya-karya lokal baik itu tulisan maupun lisan.karya tersebut tertuang didalam sastra Minangkabau,diantaranya:
Sastra Lisan Di Minangkabau
Bentuk karya lisan di Minangkabau ini masih berkaitan dengan tradisi biasanya satra lisan sendiri digunakan saat adanya upacara adat dan acara-acara tradisional.Sastra lisan ini juga lahir dari kebiasaan sehari-hari,watak dan tingkah laku masyarakat Minangkabau.Masyarakat Minangkabau biasanya suka menggunakan kata-kata kiasan atau sindiran yang dianggap sebagai kebijaksanaan.Berikut ini bentuk dari karya sastra lisan di Minangkabau:
ADVERTISEMENT
Tarantang tali dibawah janjang (tali terbentang dibawah tangga)
Elok diambiak pangabek sikek (lebih baik diambil sebagai pengikat)
Kok dirantang namuah panjang (kalau dibentangkan bisa panjang)
Elok dipunta nak nyo singkek (kalo digulung bisa singkat)
Putiah kapeh dapek diliek (putih kapas dapat dilihat)
Putiah hati bakaadaan (putih hati karena keadaan)
Sakian sambah dari ambo (sekian salam dari saya)
Kata diatas bertujuan memberikan salam dan terimakasih kepada tamu yang telah hadir dalam acara tersebut.
ADVERTISEMENT
Sastra Tulisan Di Minangkabau
Sastra tulisan di Minangkabau sendiri memiliki cerita dan sejarah yang panjang yang mencerminkan suatu kekayaan akan nilai-nilai kebudayaan di Minangkabau.Sastra tulisan sendiri memiliki di abadikan dan dicetak sehingga dapat dibaca kapan pun hal ini mencegah adanya pengikisan budaya di zaman globalisasi ini.Berikut beberapa contoh dari karya tulisan sastra minangkabau:
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu dengan adanya sastra lisan maupun tulisan ini masyarakat tetap bisa melestarikan walapun budaya ini hanya bentuk lisan tetapi perlu melestarikan nya seperti memperkenalkan budaya-budaya tersebut dengan cara menggelar festival budaya berbalas pantun atau dengan cara mendengar kan kaba bersama.