Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Mendahulukan Sikap Ikhlas, agar Sikap Materialistis Tak Diterapkan Semena-mena
14 November 2023 13:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sulkifli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tengah malam dalam perjalanan pulang dari lokasi panen udang, manager baru saya kehausan, habis lembur sampai jam dua belas malam. Dia minta untuk singgah di salah satu minimarket untuk membeli minuman. Setelah mendapatkan botol minumannya seharga sembilan ribu delapan ratus, dia melesat menuju kasir dan membayar dengan pecahan sepuluh ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Kasir itu kemudian mengutak atik Cash Drawer-nya namun tak menemukan pecahan uang koin. Dengan lembut dia mengatakan gak ada uang dua ratusan mas, mau didonasikan saja ? Tidak, kata Manager itu lalu memaki dengan Das kapital-nya Karl Marx.
Mulai dengan menghardik Perusahaan minimarket itu sebagai company yang mencuri hak-hak orang miskin, perkara sosialis dan kapitalis yang selalu baku hantam sampai pada konsep Masyarakat madani. Diakhir dia meninggikan nada bicaranya, mbak "Pokoknya saya minta uang kembalian saya dua ratus perak saya tunggu sampai dapat"
Sebagian dari kita juga paham bahwa strategi marketing kapitalis kadang memainkan kesempatan sekecil apa pun itu untuk menggali keuntungan, dia sengaja tidak menggenapkan harga dagangannya, cerdik dan licik memang.
ADVERTISEMENT
Namun kasir perempuan tersebut mungkin tidak tahu soal perkara Sosialis dan Kapitalis ini, dia hanya ingin cepat pulang, yang mungkin jarak rumah dari indomaret itu lumayan jauh dan pulang sendiri mengendarai motor. belum lagi jika dia memiliki anak bayi yang mesti dia susui.
Transaksi semacam ini juga sering saya lakukan, apalagi dengan corporate kapitalis konservatif yang merenggut segala lini kehidupan kita tapi itu dulu waktu jadi mahasiswa, waktu masih jadi sok aktivis di kampus, aktif mengikuti kajian ekonomi, politik, dan hukum serta kesenjangan sosial masyarakat yang semua itu bersifat idealis.
Menurut saya, selain karena uang dua ratus perak sangat berarti bagi mereka yang kikir, hal itu hanya untuk melatih kepekaan epistemologi dan pemahaman kita ketika dibenturkan kepada realitas.
ADVERTISEMENT
Tapi karena perkara dua ratus perak hampir dua jam kasir itu mengelilingi bangunan dengan wajah penuh kelelahan dan mata merah karena ngantuk, Dia baru dapat dari menelepon beberapa rekan yang akan menggantikan shift-nya.
Bayangkan, karena dua ratus perak saya juga harus menunggu dan beberapa kali mengatakan dalam hati ikhlaskan saja, Namun saya hanya seorang bawahan yang semestinya sudah tiba di penginapan dan tidur lebih cepat, saya hanya bisa mengikhlaskan Sebagian tidurku.
Secara umum nilai sebuah perusahaan yang pendanaannya sebagian besar dari negara kapital dan negeri prindavan, tentu cenderung ke sistem ekonomi kapitalis untuk mengendalikan hidupmu sepenuhnya. Dan kamu sebagai karyawan, apalagi dengan grade terendah di perusahaan mesti tunduk dan patuh atas sistem ekonomi yang di anutnya.
ADVERTISEMENT
kamu di paksa untuk menipu masyarakat dengan strategi marketing kapitalis, memunculkan pasar persaingan monopoli yang tidak sempurna. Dan akhirnya Mental kita di petakan untuk menjadi matrealistik. Seperti manager baru saya itu uang dua ratus perak saja dikejar-kejar.
Jika saya sebagai seorang manager yang memiliki level pekerjaan dan gaji yang tinggi tentu uang dua ratus perak tidak masalah bagiku, mau didonasikan atau diambil kasir itu buat celengan kurban tahun depan, terserah. Toh, saya juga bekerja dengan cara seperti itu ! dengan cara mengikuti strategi perusahaan alih alih mengentaskan kemiskinan malah menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan yang sebesar besarnya.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa seseorang yang bisa mendatangkan kekayaan secara instan meski irasional dinilai merupakan gejala semakin kuatnya nilai materialisme. Karyawan yang terjangkit materialisme cenderung memiliki sikap hidup yang menghargai materi secara berlebihan. Materi menjadi tolok ukur utama dalam menilai kesuksesan seseorang. Sayangnya, sikap yang mengukur segala sesuatunya dengan materi ini erat kaitannya dengan merosotnya nilai-nilai sosial yang menjadi ciri khas bangsa, seperti gotong royong, sukarela, dan tanpa pamrih.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan atasan atau manager di sebuah Perusahaan tapi setiap karyawan mesti mengedepankan sikap jujur, ikhlas, dan saling membantu sesama manusia. Dari situ kita dapat terhindar atau setidaknya mencegah gejala materialisme mencekoki kepala kita. Sebab kekhawatiran terbesarnya adalah sikap materialisme ini akan terkulturasi di setiap sikap karyawan.
Helly P. Soetjipto berpendapat sebenarnya masyarakat cukup mempraktikkan tiga hal untuk menghindarinya. “Selalu utamakan berperilaku jujur, ikhlas, dan saling membantu sesama manusia. Insyaallah hal ini dapat menjaga kesehatan mental kita”.
Hal ini juga senada dengan bukunya Kang Jalal dahulukan akhlak di atas fiqih, dalam pekerjaan kita perlu mendahulukan sikap Ikhlas, agar sikap materialistis tidak diterapkan semena-mena, jika kamu seorang sales di sebuah Perusahaan hal ini tentu jauh di atas GMV dan Achivement-mu setiap bulan.
ADVERTISEMENT