Ramadhan Di Ujung Tanduk

Sultan Nangapria
sultan adalah penulis diberita dan beberapa artikel di media online
Konten dari Pengguna
11 Juni 2018 2:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sultan Nangapria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Waktu berlalu sesuai faseh perjalanan waktu pada biasanya. Perjalanan waktu memang sudah sunatullah silih berganti dari siang menuju malam (pangi, siang, sore, malam dan kembai ke pagi lagi). Itulah memang hukum alam faseh perjalanan waktu. Begitu pula dengan perjalanan waktu momen Ramadan ini. Rasanya kalau dilihat dari kuantitas (jumlah) tidak ada yang berbeda dengan waktu hari_hari biasa di luar Ramadan. Lalu pertanyaannya. Apa yang spesial di waktu Ramadan ini? Mari kita maknai sama_sama.
ADVERTISEMENT
Ramadan sudah menjadi pengetahuan umum yang disampaikan oleh para penceramah Ramadan di setiap mimbar masjid/musolah. Ramadan adalah bulan yang agung nan mulia dibandingkan dengan 11 bulan lain. Bahkan ada riwayat yang mengatakan "Ramadan induk dari 11 bulan lain". Dari situ sebenarnya sudah kelihatan narasinya kualitas waktu Ramadan yang walaupun secara jumlah sama_sama 24 jam sehari dengan waktu di luar Ramadan.
Sangat bangak istilah yang dilekatkan pada Ramadan secara khusus sebagai simbol bahwa Ramadan memang mulia dan berkualitas di setiap waktunya. Misalnya istilah syahrul mubarak, syahrul tarbiyah, syahrul magfiroh dll. Istilah_istilah itu hanya dilekatkan khusus pada istilah Ramadan (tidak berlaku pada bulan lain). Karena memang Ramadan berbeda dengan bulan lainnya. Jadi alangkah maha ruginya bagi setiap kita yang melewati faseh perjalanan Ramadan ini jika kita tidak memaknai kualitas waktu Ramadan.
ADVERTISEMENT
Kembali ke topik tulisan. Istilah diksi "ujung tanduk Ramadan" sengaja saya pilih sebagai kiasan untuk menekan kita betapa pentingnya waktu_waktu di paruh terakhir Ramadan ini. Kita mengetahui sisah waktu Ramadan (10 hari terakhir) kemuliaan waktunya berbeda dengan waktu di awal, apalagi waktu di luar Ramadan. Doktrin teologis tentang keutamaan malam lailatul Qadar sudah kita imani semua keutamaannya. Namun, apakah kita akan melawati waktu itu bersama malam_malam kemuliaannya? Tentu jawaban pada diri kita masing_masing.
Ramadan akan hengkang dan berlalu yang tidak mungkin kita tolak. Di paruh waktu ini masih ada waktu jika kita di awal lalai memaknai kemuliaan waktu Ramadan. Kita semua rindu bahwa amalan kita sehari akan dibandingkan lebih dari seribu bulan (malam lailatul qadar). Tentu harapan itu bukan hanya ilusi, tapi ingin jadi kenyataan. Maka di ujung tanduk Ramadan (faseh akhir) ini hilangkan kesibukan yang tidak substansi yang mengaburkan esensi Ramadan. Sebab, tidak ada jaminan Ramadan tahun depan akan bersama kita. Anggap saja ini adalah Ramadan terakhir kita agar menekan syahwat kesibukan dunia kita yang mengalikan perhatian untuk bersama waktu_waktu mulia di ujung tanduk Ramadan ini.
ADVERTISEMENT
Terakhir. Semoga kita keluar dari madrasah Ramadan ini menjadi alumni pemenang atas kualitas ibadah bersama waktu_waktu mulia Ramadan ini yang akhirnya mendapat predikat takwa sebagai katakter terbaik bagi setiap manusia. Sebab, jika pribadi takwa ini terbentuk maka itulah predikat paripurna yang agung dari Allah. Aamiin allahumma aamiin.
Penulis adalah Supratman Ketua Umum DPD IMM NTB 2016_2018