Mendobrak Pemahaman Pola Pikir Digital

Sumarna
Peminat dan Pemerhati Ekonomi Digital, Direktur MUTU International
Konten dari Pengguna
8 September 2020 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sumarna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Generasi milenial identik dengan kemewahan digitalisasi. Tak dapat dipungkiri, lanskap kehidupan manusia kini berubah drastis dikarenakan perkembangan teknologi digital yang telah banyak merasuk dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang dulu biasa dilakukan secara konvensional, menjadi lebih nyaman dengan penggunaan tekonologi digital. Sebut saja, kuliah, kerja, kajian, hingga silaturahmi, tak lagi terbatas jarak dan waktu. Pemanfaatan digital pun mulai merambah sektor-sektor yang sebelumnya tak terbayangkan dapat turut mengadopsi sistem ini, seperti transportasi dan logistik. Walau belum seratus persen, kita sudah tak lagi awam dengan sistem online order, online checking, atau online tracking.
ADVERTISEMENT
Sentuhan teknologi digital di satu sisi tak terbatas pada hal-hal praktis penguasaan alat dan instrumen saja. Digital secara cepat dan pasti telah mempengaruhi cara serta kebiasaan kita berinteraksi satu sama lain, dengan data dan informasi dalam berbagai kesempatan. Bicara pola pikir digital, hal ini sebenarnya jauh lebih luas cakupannya dari sekedar keandalan dan minat pada teknologi, serta kecakapan dalam menggunakan juga mengelola smartphone, maupun aplikasi populer layaknya Facebook, Twitter, dan Instagram. Pola pikir digital merupakan serangkaian perilaku seseorang dalam menghadapi situasi penuh perubahan yang terjadi di era digital.
Seseorang yang memiliki pola pikir digital akan mengerti berbagai konsekuensi yang terjadi dalam hal demokratisasi, percepatan, dan peningkatan interaksi, juga tindakan kepada orang lain. Sikap dan perilaku yang dimiliki harus memiliki orientasi untuk memanfaatkan teknologi digital dalam aktivitasnya bagi kepentingan organisasi yang dijalaninya. Sebab, tanpa adanya pola pikir digital dari para individu di dalamnya, organisasi akan kesulitan untuk menjalankan transformasi digital ke arah yang dikehendakinya.
ADVERTISEMENT
Jika ditanya, mindset seperti apa yang tampaknya perlu dibangun dan dikembangkan di era serba transparan ini, maka jawabannya adalah abundance mindset, yaitu pola pikir yang memiliki semangat keterbukaan. Mindset ini akan menekankan pada keinginan untuk berbagai dan membuka kemungkinan untuk berkolaborasi dan bersikap penuh apresiasi. Pola pikir seperti ini pula yang cenderung akan mendapatkan porsi lebih besar, dan tentu memudahkan seseorang dalam bisnis maupun kegiatan sehari-hari.
Berikutnya, mindset lain yang akan menjadi sangat penting untuk hidup di era digital adalah growth mindset, atau pola pikir untuk selalu berkembang. Seseorang dengan pola pikir ini niscaya akan mencurahkan seluruh energinya untuk selalu mencari dan mempelajari hal baru, juga melihat tantangan baru dalam kehidupan. Tentunya, pola pikir digital akan jauh berbeda dengan pola pikir konvensional. Sebab, pola pikir ini mengedepankan inovasi, gagasan out of the box, kreativitias, serta fokus yang tinggi pada pemecahan masalah atau problem solving. Sedangkan, pola pikir konvensional identik dengan pola pikir yang established, itu-itu saja, dan kurang inovatif.
ADVERTISEMENT
Terlepas menggunakan teknologi atau tidak, jika pola pikir masih seperti deskripsi konvensional, maka tetap tak bisa dibilang sebagai pola pikir digital. Sebaliknya, meski tidak menggunakan teknologi, atau penggunaannya hanya minimal saja, jika berlandaskan pada pola pikir digital, maka itu dapat disebut sebagai digitalisasi. Ya, pada akhirnya ini semua adalah soal pola pikir. Ketersediaan teknologi tak lebih dari alat akselerasi saja. Apabila alat teknologi disandingkan dengan pola pikir digital, maka akan semakin menanjak dan optimal perannya. Dan, apabila disandingkan dengan hal-hal konvensional, maka tidak akan terlalu banyak berpengaruh.
Agar bisa bertahan di era perkembangan teknologi dan digitalisasi saat ini, terdapat empat kunci yang harus senantiasa diasah. Pertama, kemampuan penguasaan teknologi, sekurang-kurangnya memahami potensi dan tata cara penggunaannya. Kedua, kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Ketiga, kemampuan berpikir inovatif, kreatif, dan out of the box. Keempat, sikap mawas diri, rendah hati, dan introspeksi. Ya, kita tidak bisa hanya berpijak pada salah satu di antaranya saja. Tidak gagap teknologi tidak serta merta membuat kita mampu bertahan di era ini. Karena, pada akhirnya yang dibutuhkan adalah mindset sebagai candradimuka laku hidup manusia. Kemampuan penggunaan teknologi hanya optimalisasi alat, dan teknologi akan terus berkembang dengan cepat serta pesat. Jika kita masih terjebak pada pola pikir konvensional, sudah pasti kita akan tertinggal, untuk itu jangan cepat puas dengan kemampuan yang sudah dimiliki.
ADVERTISEMENT
Teruntuk generasi X, yang mungkin terkesan terlambat mengenal teknologi karena usia yang tak lagi muda, jangan menyerah. Mungkin sedikit lebih sulit, namun dengan ketekunan, semuanya tetap mungkin. Yang terpenting adalah memperbaharui mindset menjadi mindset digital. Toh, bila kurang menguasai teknologi, kita bisa bersinergi dengan mereka yang lebih menguasai, asalkan sudah punya bekal mindset digital.
Peminat dan Pemerhati Ekonomi Digital, Direktur MUTU International