Konten dari Pengguna

Politisi Golkar Soal Desakan Kepada DPR Untuk Setop Iklan Rokok

10 November 2017 19:22 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari sumatera zine tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Politisi Golkar Soal Desakan Kepada DPR Untuk Setop Iklan Rokok
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pada Februari 2017 lalu Komisi I DPR mengajukan rancangan mengenai ketentuan larangan iklan rokok. Akan tetapi Badan Legislasi (Baleg) DPR justru merekomendasikan hal sebaliknya. Baleg meminta agar hal itu tidak dimasukkan dalam RUU Penyiaran, dengan ketentuan iklan rokok tetap boleh disiarkan dengan pembatasan jam tayang.
ADVERTISEMENT
Tentu saja saran tersebut menuai protes dari berbagai pihak, salah satunya Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau, Nina Samidi sebagai Manager Humas Komnas Pengendalian Tembakau mengatakan, “Dengan mencantumkan ketentuan dibolehkannya iklan rokok dengan pembatasan, berarti tidak ada kemajuan dalam hal regulasi iklan rokok di media penyiaran. Mengingat iklan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada peningkatan pravalensi perokok, terutama pada anak muda.”
Hal itu juga dikhawatirkan dapat terus mendorong kebiasaan merokok di kalangan anak muda.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Meutya Viada Hafid dalam keterangannya menegaskan bahwa pihaknya memang megusulkan agar iklan rokok dilarang di dalam ranah penyiaran. Hal itu dilakukan untuk melindungi masyarakat. Karena penonton televisi jumlahnya hampir seluruh rakyat Indonesia. Dampak audio dan visual sangat besar terhadap psikologis masyarakat, khususnya anak muda.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Komisi I DPR sedang membahas RUU Penyiaran yang merupakan revisi UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pada draft RUU awal yang disusun Komisi I (draft 6 Februari 2017), DPR telah menetapkan ketentuan melarang iklan rokok dari media penyiaran (Pasal 144 ayat 2 huruf i). Namun, saat tahap harmonisasi di Baleg, Baleg mencabut larangan iklan tersebut (draft 19 Juni 2017).
Kini, dalam draft RUU terakhir (3 Oktober 2017) DPR kembali membolehkan rokok diiklankan dalam media penyiaran. Baleg bersikukuh bahwa pelarangan iklan rokok tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dan putusan MK telah final sehingga ayat tersebut dicoret oleh Baleg.
“Untuk sementara karena Baleg telah mencoret atas dasar melanggar aturan (putusan MK), maka kita menerima untuk kemudian kembali kita diskusikan nanti di pembahasan tingkat satu. Posisi UU Penyiaran saat ini belum disahkan menjadi RUU DPR, namun masih sebagai draft RUU yang diajukan Komisi I,” pungkas Meutya.
ADVERTISEMENT