Akhyar - Salman Ajukan Gugatan ke MK Atas Dugaan Kecurangan Pilkada Kota Medan

Konten Media Partner
18 Desember 2020 23:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanda terima laporan Mahkamah Konstirusi. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Tanda terima laporan Mahkamah Konstirusi. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
MEDAN | Setelah melalui upaya pengumpulan informasi dan bukti, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution – Salman Al Farisi, akhirnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, Jum'at (18/12).
ADVERTISEMENT
Laporan ini terkait adanya dugaan penggelembungan suara pada proses pemilihan yang telah dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020 lalu.
Dalam tanda terima pengajuan permohonan dengan nomor 174/PAN.ONLINE/2020, tertera pokok perkara yaitu perselisihan hasil pemilihan Wali Kota Medan tahun 2020 dengan nama pemohon Akhyar Nasution dan Salman Al Farisi.
Wakil Ketua Tim Pemenangan Akhyar – Salman, Gelmok Samosir menyampaikan, bahwa keputusan pengaduan ke MK diambil setelah pembicaraan dengan kedua Paslon, Partai Pendukung dan Tim Pemenangan.
“Kita tidak mau berhenti atas pengumuman KPU, kalah menang kita tidak mau di tangan KPU. Ada lembaga Mahkamah Konstitusi yang menjadi tempat kita mengadu atas kondisi politik kita di Medan. Nah mestinya kan pandangan orang-orang, yang diajukan ke MK itu kan harus melihat selisih persentase. Tapi perlu diketahui bahwa MK itu kan bukan Mahkamah Kalkulator hitung-hitungan persen, kan begitu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pihaknya menduga adanya tindakan mobilisasi yang dilakukan pada hari pemilihan. Bukti-bukti yang dikumpulkan akan diserahkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi.
“Yang mau kita ajukan adalah kenapa terjadinya selisih ini dengan akal yang sehat, dengan fakta yang ada, dengan bukti-bukti yang ada kita ajukan ke MK. Jadi ada sebab akibat. Nah berdasarkan bukti-bukti itu MK akan sidangkan apakah itu layak, apakah itu tepat, apakah itu benar ya kita ajukan bukti-bukti dengan fakta-fakta yang apa adanya, fakta-fakta yang terjadi selama proses Pilkada sampai pada rekapitulasi Rapat Pleno Terbuka KPU. Apalagi Rapat Pleno KPU ada yang tidak mau mereka tuntaskan secara khusus dugaan adanya pemilih tidak KTP setempat, contohnya di Belawan. Itu diperkuat dengan besarnya DPT tambahan. Kenapa ini bisa terjadi? Kita menduga adanya mobilisasi. Tentu kalau adanya mobilisasi di suatu tempat, nggak mungkin cuma di situ, kita menduga juga di beberapa kecamatan lain,” jelas Gelmok.
ADVERTISEMENT
Atas ajuan permohonan ke Mahkamah Konstitusi ini, kata Gelmok, pihaknya berharap agar hasil rekapitulasi suara oleh KPU dalam Rapat Pleno Terbuka dibatalkan dan diadakannya kembali pemilihan ulang di 15 Kecamatan yang dinilai memiliki kejanggalan terutama pada daftar pemilih tambahan.
“Ada masalah C6 yang ditahan, dikumpul di suatu tempat, tidak diberikan kepada pendukung salah satu Paslon, ya banyak. Tapi kita gak boleh bukakan lah, biarlah nanti dipersidangan ini diteliti, diperiksa oleh majelis hakim MK. Alat bukti sudah terkumpul semua, tinggal kita penyempurnaan-penyempurnaan dan bahkan penambahan yang semua kita siapkan baik rekaman, baik foto, baik data, baik saksi,” tutur Gelmok.
Sementara itu Ketua Tim Pemenangan Ibrahim Tarigan menilai hal ini harus dilakukan karena dinilai sangat merugikan pihak Pasangan Calon nomor urut satu.
ADVERTISEMENT
“Kebenaran dan keadilan mesti ditegakkan, kan. Gak boleh suka-suka hati, karena ini pesta demokrasi ya,” ujarnya. | SUMUT NEWS