Konten Media Partner

Orangutan Tapanuli Terancam Punah dengan Pembangunan PLTA Batangtoru

11 Maret 2019 21:36 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orangutan Tapanuli Terancam Punah dengan Pembangunan PLTA Batangtoru
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
MEDAN, SumutNews.com | Pertikaian panjang dipastikan akan terjadi demi menyelamatkan spesies orangutan langka yang baru saja ditemukan dari kepunahan di tangan proyek waduk PLTA Batangtoru seharga USD 1,6 juta. Pasalnya, Pengadilan Negeri di Medan memutuskan bahwa situasi ini tidak menghentikan pembangunan waduk.
ADVERTISEMENT
Melihat hal tersebut, koalisi internasional berbagai organisasi meminta agar pemerintah membatalkan proyek tersebut, dan menjaga ekosistem di sana untuk jangka panjang.
Waduk yang akan dibangun di Sungai Batangtoru, Sumatera Utara bersama perusahaan hydroelectric raksasa dari Tiongkok, Sinohydro dengan dana dari Bank of China ini, dinilai akan mengancam spesies Orangutan Tapanuli dan mata pencaharian penduduk asli di sana.
Orangutan Tapanuli (pongo tapanuliensis) baru saja diidentifikasi sebagai spesies baru tahun 2017. Mereka merupakan spesies kera besar ke tujuh di dunia. Terlepas dari itu, mereka sudah sangat dekat dengan bahaya kepunahan dan populasi hanya sekitar 800 ekor. Diperkirakan populasinya sudah hampir setengahnya sejak tahun 1985 and akan terus berkurang kecuali dilakukan perlindungan yang lebih komprehensif.
ADVERTISEMENT
Proyek PLTA Batangtoru seharga USD1,6 juta ini merupakan yang terbesar di Sumatera, pertama kali diumumkan di 2011 dan dijadwalkan selesai pada tahun 2022. Namun, waduk sudah direncanakan sebelum ditemukannya Orangutan Tapanuli. Hal ini menunjukkan bahwa proses perencanaan lingkungannya tidak memperhatikan bahaya punahnya spesies ini.
Kepemilikan proyek ini diduga sebagai bagian dari Belt and Road Initiative milik China, juga tumpah tindih antara Indonesia dan Tiongkok, pendanaan dari Tiongkok dan perusahaan synohydro milik negara Tiongkok.
“Investasi China ini dapat berpotensi membawa manfaat, tapi proyek ini beresiko mengotori reputasi Belt and Road Initiative,” kata Panut Hadisiswoyo, Founding Director Pusat Informasi Orang Utan, Senin (11/3/2019).
Dirinya berharap, pemerintah China dapat dengan serius mempertimbangkan kembali proyek ini, mengingat penemuan Orangutan Tapanuli ini.
ADVERTISEMENT
“Bisa dibayangkan proyek yang didanai pihak luar negeri mengancam panda raksasa yang akan punah pernah disetujui?” ujarnya.
Salah satu penerima manfaat dari waduk ini adalah Tambang Emas Martabe, yang saat ini digadang untuk mengembangkan habitat Orangutan Tapanuli. Tambang tersebut dimiliki anak perusahaan konglomerat Inggris, Jardine Matheson yang pernah dikritik soal anak perusahaan sawitnya yang mengambil lahan habitat Orangutan seluas 10.000 are.
“Jardine sudah mendapatkam keuntungan dari perusahaan hutan seluas 10.000 are dan sekarang akan menambang emas yang tentunya akan mempengaruhi kelangsungan hidup Orangutan Tapanuli,” ucap Glenn Hurowitz, CEO Mighty Earth, organisasi yang sudah pernah sebelumnya mendesak Jardin untuk melindungi Orangutan Tapanuli.
Perusahaan Dharma Hydro yang merupakan bagian dari Dharmawangsa Group memiliki hubungan dengan proyek ini, merupakan pemilik saham terbesar dari PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) di balik proyek waduk tersebut.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, walaupun pembangunan waduk ini akan membahayakan habitat kera besar terlangka di dunia, namun Dharmawangsa Group sedang menjual resort baru yang pengembangannya adalah sebagai ‘eco resort’.
Pengkajian lingkungan juga menemukan bahwa konstruksi dan operasi dari waduk dan PLTA ini, akan mengancam kehidupan ribuan penduduk di hilir yang bergantung pada ekosistem sungai untuk bertahan hidup seperti memancing, pertanian, transportasi dan kebutuhan air sehari-hari.
“Pemerintah Indonesia menghabiskan jutaan dolar untuk mempromosikan harta kekayaan alam kita melalui kampanye Wonderful Indonesia,” cetus Hardi Baktiantoro dari Pusat Perlindungan Orangutan.
“Presiden Jokowi seharusnya melindungi investasi dengan cara menyalurkan investasi tersebut pada energi bertanggung jawab dan proyek infrastruktur yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan listrik kita, tapi juga dapat menjaga alam liar dan margasatwa Indonesia,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan ancaman besar dengan keuntungan yang tidak setimpal. Dibandingkan dengan proyek hydro-energy lainnya di duni, proyek ini terhitung tidak menguntungkan jika membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan kentungan yang didapatkan.
Ditambah lagi, area yang akan dibangun NSHE untuk waduk tersebut merupakan area dengan aktivitas geologis yang intensif yang beresiko tinggi gempa bumi dengan potensi bencana berkelanjutan.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa tidak ada kebutuhan mendesak dari energi NSHE. Alternatif produksi lainnya juga tersedia di area itu, contoh proyek geothermal MW Sarasulla yang memproduksi energi bersih dan dapat ditingkatkan menjadi 1000 MW jika dibutuhkan.
Pengembangan dari alternatif ini dapat mengurangi resiko lingkungan yang dapat ditimbulkan proyek hydroelectric, memastikan keselamatan Orangutan, keberlangsungan hidup orang banyak.
ADVERTISEMENT
“Indonesia dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur dan energi yang dibutuhkan tanpa membahayakan Orangutan atau sekedar membuang-buang uang dalam jumlah yang tidak sedikit di tanah Batangtoru. Banyak pilihan lain seperti panas bumi, energi matahari yang bahkan lebih kecil, lebih murah dan tidak merusak,” demikian Arrum dari Program Konservasi Orangutan Sumatera.