Penjualan Babi di Sumut pada November 2019 Anjlok 70 Persen

Konten Media Partner
20 Desember 2019 19:52 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pembeli daging babi sedang melihat kualitas daging babi yang akan dibeli. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pembeli daging babi sedang melihat kualitas daging babi yang akan dibeli. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
MEDAN | Kasus kematian ribuan ternak babi akibat virus hog choler dan African Swine Fever (ASF), membuat pelaku usaha di Sumut lesu. Penjualan mereka pun anjlok hingga 70 persen.
ADVERTISEMENT
Ketua Asosiasi Peternak Babi Sumatera Utara (Asperba Sumut), Hendri Duin mengatakan, anjloknya penjualan babi anjlok terjadi pada November 2019.
"Pelaku usaha rumah makan pada November anjlok hingga 70 persen, setelah diadakan beberapa event termasuk di Berastagi dan Medan. Sekarang mendekati ke 50 persen, dan sudah membaik," katanya, Jumat (20/12).
Ia mengaku, saat ini harga daging babi di Medan Rp 20.000/kg, dari harga normalnya Rp 30.000/kg. Dengan harga itu, katanya, peternak masih bisa untung meskipun tidak besar.
Ketua Asosiasi Peternak Babi Sumatera Utara (Asperba Sumut), Hendri Duin. Foto : SumutNews
"Pada saat Natal harganya bisa naik menjadi sekitar Rp 32.000/kg. Sekarang belum naik. Stok di lapangan masih menumpuk di supplier kita karena tidak laku," ujarnya.
Ia menjelaskan, penurunan penjualan babi karena banyaknya masyarakat yang termakan hoaks. Padahal, sudah beberapa kali disampaikannya di media maupun berbagai kegiatan seperti acara kuliner agar tidak takut makan babi.
ADVERTISEMENT
"Jangan takut makan daging babi karena tidak menjangkit ke manusia. Masalahnya masyarakat kurang yakin," katanya.
Pembina Pembina Asosiasi Rumah Makan Babi Panggang Karo (BPK) Kota Medan ini mengaku, sudah meyakini bahwa kematian babi di Sumut ini selain disebabkan hog cholera juga karena African Swine Fever (ASF).
"Sebenarnya jauh hari sudah memprediksi ASF. Bukan lagi mengada-ada masih hog cholera. Sudah diputuskan Menteri pada 12 Desember babi yang mati karena ASF," katanya.
Anggota DPRD Kota Medan dari fraksi PDI-P ini mengatakan, yang perlu dikaji ulang adalah sejauh mana pemerintah akan mengganti. Mengingat sejak November babi sudah banyak yang mati.
"Apakah itu akan diganti dan bagaimana pendataannya dari pihak pemerintah. Jika memang merasa babi itu bagian dari usaha masyarakat, ya, harus dibina. Kita tunggu respon dari pemerintah," pungkasnya. | SUMUTNEWS
ADVERTISEMENT