Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Takut Mati vs Ingin Mati: Memahami Krisis Emosional Lansia
28 November 2024 15:15 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Adristi Nurfajri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Takut Mati vs Ingin Mati: Memahami Krisis Emosional Lansia
ADVERTISEMENT
Seorang lansia berusia 74 tahun ditemukan meninggal dunia dalam keadaan bengkak di rumahnya, Jalan Singgalang, Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Sabtu, 13 Januari 2024 (Kompas, 15/1/2024). Lansia tersebut tinggal sendirian dan tidak pernah bersosialisasi dengan tetangga. Naasnya, ia baru ditemukan saat salah satu keluarganya datang mengunjungi.
ADVERTISEMENT
Kisah tersebut menyedihkan sekali bukan? Meninggal sendirian tanpa ada yang tahu dan ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Pernahkah kamu terpikirkan bagaimana akan menghadapi hari tua nanti? Akan bersama siapa kamu menjalani hari tua menunggu ajalmu menjemput?
Masa tua adalah fase akhir perjalanan hidup manusia di dunia, yang sering kali dikaitkan sebagai refleksi dari kehidupan di usia muda. Ada orang yang menjalani sisa hidup dengan kekhawatiran menghadapi kematian. Di lain sisi, ada juga lansia yang memiliki keinginan untuk cepat mati, yang sering kali dilandasi oleh perasaan kesepian, kehilangan makna hidup, atau penderitaan fisik dan mental yang berat. Hal tersebut merupakan dinamika krisis emosional yang memengaruhi kondisi psikologis lansia.
Lalu, bagaimana cara menyikapi dan menghadapinya? Yuk, simak penjelasannya untuk menghadapi hari tua untuk dirimu dan juga orang di sekitarmu!
ADVERTISEMENT
Takut Mati: Antara Kekhawatiran dan Ketidakpastian
Banyak sekali orang yang begitu menikmati hidup di dunia ini. Menganggap dunia adalah tempat hidup yang abadi dengan segala kemewahan dan keindahan yang ditawarkan. Terdapat dua kemungkinan jawaban tentang pandangan kematian yang begitu menakutkan, yaitu karena tidak rela meninggalkan dunia atau karena kematian yang begitu misterius dengan kehidupan akhirat yang tidak pasti (Hidayat, 2015).
Dalam ilmu Psikologi, rasa takut berlebihan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kematian disebut thanatophobia (fobia kematian). Kondisi ini dapat membuat penderitanya mengalami gangguan kecemasan berlebih saat membayangkan dirinya atau orang yang mereka sayangi meninggal dunia. Fobia ini umum dirasakan oleh seseorang berusia di atas 40 tahun, dengan latar belakang penyebab yang berbeda-beda. Penyebab thanatophia bisa berupa dari pengalaman traumatis dan faktor agama.
ADVERTISEMENT
Pengalaman traumatis secara kuat berkaitan dengan pengalaman sebelumnya, seperti orang tersebut pernah terpapar ancaman kematian. Sementara itu, faktor agama erat kaitannya dengan klaim agama yang menjelaskan tentang kehidupan akhirat, yaitu surga dan neraka.
Ingin Mati: Ketika Hidup Kehilangan Makna
Perasaan ingin mati pada lansia biasanya didasari pengalaman hidup yang kompleks. Pengalaman hidup yang rumit dan kesepian membuat seseorang merasakan kehilangan makna hidup. Tidak sedikit dari mereka yang merasa hidup di dunia tidak ada lagi artinya dengan tubuh yang renta dan beban masalah yang tidak ada habisnya.
Faktor-faktor yang mendorong peningkatan keinginan untuk mati adalah penyakit kronis, penurunan fungsi kognitif (berpikir), kekhawatiran akan membebani orang yang dicintainya, tidak ingin berada di panti jompo, dan depresi. Menurunnya kesehatan mental juga menjadi salah satu faktor yang membuat seseorang berperilaku maladaptif, yaitu penyimpangan atas pola pikir, emosi, atau perilaku tidak sehat dalam mengatasi tekanan hidup. Perilaku ini biasanya timbul karena sulitnya seseorang menghadapi kenyataan kehilangan pasangan hidup, menjalani hidup setelah pensiun, serta gangguan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Harapan Mengambil Peran
Harapan adalah salah satu sumber psikososial yang digunakan orang dewasa untuk mengatasi kesulitan hidup (Westburg, 2003). Bagi lansia, harapan menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi perubahan besar seperti kehilangan pasangan, penurunan kesehatan, serta aktivitas sosial. Harapan berperan dalam meningkatkan kebermaknaan hidup seseorang. Pemberian dorongan harapan berdampak besar jika dilakukan oleh keluarga, saudara, serta teman seusia, senasib, dan seperjuangan. Selain itu, komunitas peduli lansia dan masyarakat lainnya juga berperan dalam menyemangati dan mengisi ruang hampa bagi lansia yang hidup dan temui di sekitar kita.
Mencari Solusi: Upaya Menentramkan Hidup Lansia
Terapis atau konselor dapat menjadi solusi dalam membantu lansia mengatasi ketakutan dan menghadapi perasaan putus asa. Pendekatan dapat berupa memberikan ruang terbuka bagi mereka untuk bercerita tentang perasaan yang dirasakan tanpa menghakimi. Pemberian terapi untuk menghadirkan ketenangan melalui makanan atau kegiatan yang mereka sukai, seperti meminum teh bersama, merajut, menghias, juga dapat dilakukan agar mereka merasa bahwa hidup di dunia masih berarti karena ada banyak hal menarik yang bisa mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bagi banyak lansia, spiritualitas atau agama memberikan makna dan kenyamanan mendalam sebagai bekal dalam menghadapi kematian dan kehidupan di akhirat. Memberikan kegiatan berupa aktivitas spiritual dapat membantu mereka menemukan kedamaian batin. Terlebih lagi jika dilakukan bersama dengan orang-orang yang senasib dengan mereka, maka hal itu juga dapat meningkatkan kebermaknaan hidup.
Krisis emosial yang dialami lansia, baik berupa takut mati maupun ingin mati, menjadi pengingat dan tantangan bagi kita yang belum merasakannya atau sedang menghadapi lansia dengan dinamika emosional demikian. Dalam menghadapi fase ini, penting bagi kita untuk hadir, mendengar, dan memberikan dukungan moral yang tulus dengan menciptakan lingkungan penuh kasih sayang dan penghargaan agar dapat membantu lansia menjalani masa tua dengan penuh makna. Karena pada akhirnya, setiap manusia di usia berapa pun, ingin merasa bahwa hidup mereka berarti dan dihargai.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia Menghadapi Kematian. Jurnal Online Universitas Gadjah Mada (Buletin Psikologi), 25 (2), 124-132.
Prasetio, A., & Wardani, I.A.K. (2024). Faktor Risiko dan Pengaruh Kepribadian pada Bunuh Diri di Usia Tua. Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan, 3 (1), 65-68.