Konten dari Pengguna

Pengalaman Mengajarkan Anak Ikut Salat Jenazah

supadilah
Saya adalah seorang guru di SMA Terpadu Al Qudwah. Sebuah sekolah yang beralamat di Jl. Maulana Hasanuddin, Kp. Cempa, Ds. Cilangkap, Kec. Kalanganyar, Kab. Lebak, Banten
9 Juni 2022 14:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari supadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anak-anak yang setelah melaksanakan salat jenazah (sumber foto: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak yang setelah melaksanakan salat jenazah (sumber foto: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Ada tetangga yang meninggal. Sekitar jam 10 malam. Saya berencana takziah pagi saja karena sedang ada tugas. Paginya anak-anak tahu juga kalau ada yang meninggal.
ADVERTISEMENT
"Kakeknya Kak Alya meninggal lho, Yah,"
"Iya, Abi juga tahu. Sebentar lagi Ayah mau takziyah."
"Ikut ya."
"Iya, boleh."
Saat ikut takziah anak-anak belum mandi. Mereka malah pakai sepeda. Sedang senangnya naik sepeda. Saya tak lama di rumah duka. Setelah menyapa yang punya rumah terus pulang.
Di sana ketemu temannya. Namanya Adit.
"Jundi, kalau habis takziah nanti mukanya dicuci, lho."
Rupanya kata-kata itu membekas diingatannya. Sampai di rumah Mas Jundi hilang mau cuci muka karena habis takziah.
Di WhatsApp grup perumahan ada yang mengajak menyolatkan jenazah. Saya yang mau berangkat sekolah pun batal karena pengin salatkan jenazah pula.
Anak-anak mau ikut pula. Kebetulan libur sekolah.
"Mandi dulu ya." Anak-anak pun manut. Dengan segera mereka mandi. Tak lama sudah berganti baju. Bahkan pakai baju yang lebih rapi daripada biasanya. Pakai peci pula.
ADVERTISEMENT
Datang telepon dari tetangga yang mengajak mengangkat keranda. Saat masih pagi itu tidak banyak warga. Jadi kekurangan tenaga untuk mengangkat. Saya pun menyanggupi. Tidak jauh rumahnya ke mushola.
Di mushola warga sudah berkumpul. Ada sekitar 30 orang. Setelah rapi salat jenazah pun dimulai. Saya menduga Firaz bakal bingung dengan salatnya.
Saat takbir kedua terbukti. Setelah takbir itu, dia rukuk. Mungkin pikirnya sama dengan salat biasa. Saya melihat dari lirikan mata.
Tapi takbir ketiga dan keempat dia lancar. Mungkin celingukan melihat jemaah lainnya. Setelah itu jemaah berdoa. Saat berdoa itulah ada jemaah yang membagikan amplop. Saya dapat. Mas Jundi dapat. Dek Firaz pun dapat. Mungkin dia bingung kok dikasih amplop. Dia lihat isinya uang. Kemudian amplop itu disimpan di sakunya.
ADVERTISEMENT
Setelah jenazah diberangkatkan, saya mematikan kipas dan AC mushola. Mematikan lampu juga.
"Boleh buat jajan?"
"Ya bolehlah. Itu diberikan untuk orang."
"Uangnya mau mas tabunglah. Sisakan buat jajan juga."
Isi amplop itu uang Rp. 10.000. Tadinya mau ditabung tapi tidak jadi. Sama si sulung malah dimasukkan ke kotak infak. Sisanya untuk jajan.
Amplop saya semuanya diinfakkan. Satu lembar lima ribuan dikasih ke si sulung. Satu lagi buat adiknya. Saya bilang kalau uang itu ibarat hadiah. Niat ikut salat jenazah harus diluruskan. Harus ikhlas. Amplop itu hanya sebagai hadiah. Kita bisa menerima atau tidak mengambil amplop itu. Namun, jika ingin menyenangkan tuan rumah maka terima saja.
Hidup bermasyarakat harus rukun. Kita sebagai bagian anggota masyarakat juga harus peka dengan kondisi. Saat ada tetangga yang kesusahan kita bantu. Saat ada yang meninggal kita juga ikut berduka. Menjaga kerukunan sangat penting agar lingkungan aman dan nyaman.
ADVERTISEMENT