Diskusi Jasmerah Ke-2 “Rekam Jejak Jalur Rempah di Indonesia”

Suparman
Pustakawan di Perpustakaan Nasional RI
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2022 12:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suparman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Budaya rempah Nusantara
Ilustrasi rempah nusantara. Sumber: pexels.com/shantanu-pal
Perpustakaan Nasional RI kembali menggelar Diskusi Jasmerah untuk ke-2 kalinya pada tanggal 15 September 2022. Pada acara Diskusi Jasmerah ini mengangkat tema “Rekam Jejak Jalur Rempah di Indonesia”. Dalam acara pembukaan Diskusi Jasmerah tersebut Drs. Agus Sutoyo, M. Si. Selaku Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara menyinggung mengenai perayaan Hari Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14 September lalu. Hari kunjung perpustakaan yang dicanangkan oleh Presiden Soeharto ini ditujukan untuk mengangkat citra perpustakaan di masyarakat luas. Berbagai program pun dibuat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Acara Diskusi Jasmerah ini pun merupakan salah satu perwujudan upaya perpustakaan untuk memperkenalkan salah satu layanan sekaligus koleksinya, yakni layanan koleksi langka. Ia juga menyampaikan pentingnya mengingat dan meneladani sejarah Indonesia. Salah satu sejarah yang kini diangkat sebagai topik acara yakni mengenai rekam jejak jalur rempah di Indonesia, yang dulu dikenal sebagai Nusantara. Sejarah mencatat bahwa rempah tidak hanya dianggap sebagai komoditi yang digandrungi oleh masyarakat dunia, namun juga menjadi pembawa nilai dan gaya hidup bagi peradaban lokal, sekaligus menjadi media pertukaran dan silang budaya.
ADVERTISEMENT
Acara ini menghadirkan dua narasumber yaitu, Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M. Hum, beliau merupakan Guru Besar Universitas Indonesia dan Dewi Kumoratih Kushardjanto, S. Sn, M. Si., beliau merupakan Dosen dan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Negeri Rempah.
Dalam paparan Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M. Hum menyampaikan bahwa jalur rempah berperan sebagai wahana interaksi antar bangsa, bukan hanya dalam aktivitas ekonomi, melainkan juga aktivitas di bidang sosial, politik dan budaya yang membentuk peradaban dunia. Namun rupanya, saat ini jalur rempah masih berada di bawah bayang-bayang jalur sutra, yang lebih dahulu diakui sebagai salah satu warisan bangsa (heritage). Padahal, secara cakupan perdagangan, sutra memiliki cakupan yang lebih sempit dibandingkan dengan perdagangan rempah. Selain itu, rempahlah yang mengantarkan Nusantara kepada kejayaan. Barangkali, rempah belum seterkenal sutra karena belum disandingkan dengan pemaknaan nilai atau metafora, seperti halnya jalur sutra yang dinyatakan sebagai perlambang kelembutan hubungan antar bangsa yang terjalin dalam aktivitas perdagangan pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Narasi jalur rempah dalam perspektif sejarah selalu memperlihatkan keunggulan Eropa, dengan mengabaikan perspektif Asia. Konotasi rempah lebih merujuk pada masa penjajahan dan kolonialisme. Padahal, sekitar 2000 tahun lalu, para pelaut Melayu dan Nusantara telah berlayar jauh dan singgah ke berbagai kawasan di dunia. Lebih jauh merujuk, bahwa rempah yang pertama dikenali yaitu kayu manis (cinnamon), yang telah dikenali oleh Herodotus pada masa 500 BC. Adapun jalur rempah yang paling disukai yakni Teluk Persia dan Red Sea yang dikenal sebagai ancient spice route.
Rempah menjadi primadona di bandar niaga kota metropolitan pada masa itu, mempertemukan orang dalam berbagai bangsa dengan cita rasa dan ketertarikan yang sama, sehingga membangun peradaban dan disebut ‘membumbui kehidupan.’ Berdasarkan pada studi sejarah tentang kuliner, rempah juga menarasikan pengalaman manusia, meliputi moral, fisik, intelektual dan emosional yang membentuk nilai-nilai kehidupan. Keunggulan ini jelas tidak disimbolkan oleh komoditi saingannya, sutra.
ADVERTISEMENT
Materi selanjutnya yang disampaikan oleh Dewi Kumoratih Kushardjanto, S. Sn, M. Si menjelaskan bahwa Indonesia terkenal begitu kaya akan rempah. Diperkirakan bahwa dalam perjalanan waktu dan pada skala dunia, 400 - 500 spesies tanaman telah digunakan sebagai rempah. Di Asia Tenggara, jumlah spesiesnya pun telah mendekati 275 spesies. Dalam peta yang ditunjukan narasumber, Indonesia pun dikelilingi oleh titik-titik wilayah penghasil rempah. Narasumber juga memperkenalkan ragam rempah yang dibawanya secara langsung serta mengajak para peserta untuk mengenali rempah dan mengidentifikasi rempah endemik Nusantara, seperti kemukus (lada berekor) dan andaliman (merica batak).
Rempah memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban dunia. Ia memiliki riwayat persebaran dan perjalanan panjang yang kemudian membentuk jalur, dan dikenal sebagai jalur rempah. Disebutkan pula bahwa rempahlah yang juga menjadikan kita sebagai Nusantara. Rempah juga dianggap telah membentuk nilai ke-Indonesiaan bangsa.
ADVERTISEMENT
Menyinggung soal permasalahan mutakhir, pandemi menjadi momentum penting dan membawa nilai ‘positif’ dengan kembali mengajak kita untuk mengenali kearifan tradisi, yakni pemanfaatan rempah. Merujuk pada kejadian masa lalu pun, wabah-wabah dunia, salah satunya yakni black death juga ditangani dengan pemanfaatan rempah. Meski demikian, kendati pandemi telah membawa kita kembali mengenal rempah, namun terdapat rantai pengetahuan yang telah terlanjur terputus. Rantai tersebut yakni pengetahuan akan kosarasa, atau kosakata yang berkaitan dengan rasa yang diperoleh setelah menyicipi rempah. Namun sejatinya, pemahaman akan rasa ini merupakan sesuatu yang bisa dikonstruksi dengan membangun kebiasaan.
Pemanfaatan rempah juga menjadi salah satu faktor penilaian dalam penentuan jalur rempah sebagai warisan dunia oleh UNESCO. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mulai dan selalu membiasakan diri memanfaatkan rempah dalam kehidupan sehari – hari. Status warisan dunia juga bukan merupakan kepemilikan melainkan tanggungjawab dalam merawat dan melestarikan budaya. Salam Literasi.
ADVERTISEMENT