Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
7 Mei 2019: Liverpool 4-0 Barcelona, Bukti Petuah Mandela dan Lirik Agnes Monica
7 Mei 2020 16:23 WIB
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Narasi paling heroik Liverpool di Liga Champions 2018/19 bukanlah tentang performa mereka pada babak puncak, melainkan di semifinal. Malam itu, 7 Mei 2019, The Reds mencukur Barcelona empat gol tanpa balas.
ADVERTISEMENT
Malam itu, Liverpool benar-benar membuktikan kebenaran dari petuah bijak Nelson Mandela: "It always impossible until it's done (sesuatu selalu tampak mustahil hingga akhirnya kejadian)".
Kondisinya, enam hari sebelumnya, Blaugrana menunjukkan dominasi mereka atas Liverpool di Camp Nou. Gol tunggal dan brace Lionel Messi memaksa Liverpool pulang ke Merseyside dengan wajah masam.
Armada Juergen Klopp sudah sangat dekat dengan trofi juara, tetapi agregat 3-0 membuat posisi mereka dengan satu tempat di final bak dipisahkan jurang. Asa membalikkan ketertinggalan itu sepintas hanya seperti skenario yang too good to be true.
Para penggawa Liverpool dan para fannya setidaknya berhak pasrah karena dua hal: Pertama, fakta bahwa Barcelona punya rekor dua kemenangan atas Liverpool di Anfield, masing-masing pada tahun 2001 dan 2007.
ADVERTISEMENT
Kedua, kenyataan bahwa Mohamed Salah dan Roberto Firmino bakal absen. Saat main di Camp Nou, Salah dan Firmino main, lho, tetapi tiada mencetak gol. Logikanya, kalau dua jagoan itu saja enggak berkutik di hadapan Gerard Pique cs., bagaimana nasib 'cadangannya'?
Akan tetapi, sepak bola itu terkadang seperti "cinta" dalam lagu Agnes Monica: "Kadang-kadang tak ada logika, persis semua hasrat dalam hati".
Iya, "hasrat" itulah yang menerabas segala logika sepak bola dan pemahaman taktikal. Tanpa Salah dan Firmino, Liverpool tetap bisa membikin keajaiban. Bukti bahwa lini depan Liverpool tak cuma mereka.
Ketika laga di Anfield baru 7 menit berjalan, Divock Origi langsung merobek jala Marc-Andre ter Stegen. Pada babak kedua, armada Ernesto Valverde dibuat terhenyak oleh brace dari pemain yang mungkin mereka tak prediksikan untuk mencetak gol: Georginio Wijnaldum.
Dari 3-0 menjadi 3-3. Jelas bukan hal baru bagi Liverpool. Ingat final Liga Champions 2005?
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Anfield bukanlah Istanbul. 'Ruh' dari pemain ke-12 membuat Liverpool mampu mencetak sejarah anyar.
Berawal dari inisiatif Trent Alexander-Arnold yang mengambil sepak pojok dengan cepat, Origi lantas menyambar bola umpan dari bek asal Inggris untuk mengubah skor menjadi 4-0.
Begitulah akhir cerita bagaimana Barcelona terkubur hidup-hidup dalam magi Anfield. Agregat 4-3 mengantar Liverpool ke final Liga Champions untuk kali kedua secara beruntun, untuk kemudian melibas Tottenham Hotspur yang juga melaju ke final dengan kisah yang tak kalah dramatis.
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.