Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cara Liverpool Berdamai dengan Masa Lalu: Hantam Skuat Brendan Rodgers
28 Desember 2019 12:08 WIB
ADVERTISEMENT
Tsukuru Tazaki tak mengerti. Bingung kenapa sahabat-sahabatnya semasa SMA, dua perempuan dan dua laki-laki, meninggalkannya pergi.
ADVERTISEMENT
Tak pelak, hal itu membuatnya depresi, menyebabkan dia kesulitan untuk mencari teman lagi. Rasanya, lebih baik bunuh diri.
Kehidupannya yang tadinya sempat berwarna, tiba-tiba berubah jadi tanpa warna. Pergaulan di dunia perkuliahan terasa hambar karena dia jadi sulit menemukan teman. Sebenarnya, Tsukuru punya teman di masa perkulihannya, tetapi tiba-tiba pergi begitu saja.
Hidupnya terasa kian kelam, bahkan saat sudah memasuki dunia kerja. Jawaban akan misteri itu tak kunjung terjawab jua. Masa lalu yang indah masih tetap tersamarkan di usianya yang memasuki 36 tahun. Adakah cara untuk memperbaiki masa lalu?
Untungnya, Tsukuru tak betul-betul sendirian. Dia memiliki seorang pacar, namanya Sara. Siapa sangka, Sara justru jadi pemicu untuknya menemukan jawaban.
Sara menyuruh Tsukuru menghadapi masa lalunya, bertatap muka dengan mereka, bukan malah bersikap laiknya anak laki-laki yang naif dan mudah terluka. Tsukuru dituntut bersikap laiknya orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Tsukuru harus mencari teman-temannya, bertemu dengan mereka satu per satu, menanyakan langsung kepada mereka apa salah yang telah dibuatnya, sehingga mereka menjauhinya. Begitulah satu-satunya cara berdamai dengan masa lalu, menghadapinya langsung, alih-alih menafikannya.
Kisah di atas adalah garis besar cerita dari salah satu novel Haruki Murakami yang berjudul Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage. Ini adalah novel ke-13 penulis ternama Jepang itu.
Kisah novel ini entah kenapa memiliki sedikit kemiripan dengan Liverpool . Kalau mau kita ibaratkan, Liverpool itu dulu sangat akrab dengan trofi juara Liga Inggris . Sebelum era Premier League , tidak ada yang menyaingi koleksi 18 trofi First Division mereka.
Itu adalah masa lalu yang indah bagi The Reds. Namun, usai terakhir kali menjuarai First Division pada musim 1989/90, prestasi Liverpool menurun di kancah domestik. Gelar juara liga masih urung sampai di pelukan.
ADVERTISEMENT
Namun, perlahan tapi pasti, Liverpool telah berdamai dengan masa lalu, dan berpeluang kembali menjalin persahabatan dengan Liga Inggris di akhir musim 2019/20. Maksudnya, jika nanti mereka berhasil mengamankan trofi juara perdana mereka di era Premier League.
Peluang mereka menjuarai Premier League lebih terbuka lebar musim ini. Lihat saja, dari total 18 laga Premier League yang telah dilakoni sejauh ini, Jordan Henderson dan kolega hanya sekali gagal menang, itu pun seri.
Kenapa mereka bisa sedominan itu musim ini? Okelah, kita bisa bicara soal taktik A, B, C, hingga Z. Namun, semua itu tak akan terjadi jika Liverpool sendiri tak berdamai dengan masa lalu, baik masa mereka jaya maupun masa-masa merana setelahnya.
ADVERTISEMENT
Liverpool tahu bahwa sepak bola sudah semakin modern dari aspek taktikal. Tidak bisa lagi mengagungkan gaya main ala masa silam. Beruntunglah, kini skuat 'Merseyside Merah' berada di bawah arahan sosok yang tepat. Juergen Klopp namanya.
Soal masa lalu yang buruk, kisah yang paling dekat adalah bersamaan mereka bersama Brendan Rodgers . Pelatih asal Irlandia Utara ini sejatinya bukan musuh besar Liverpool dan para penggemarnya.
Hanya, mereka pernah punya pengalaman buruk kala dilatih Rodgers selama 2012-2015. Di bawah asuhannya, Liverpool kerap apes karena enggak mampu memenangi gelar apa pun, termasuk Premier League.
Yang paling sakit adalah pada musim 2013/14. Trofi Premier League yang tampak sudah di ambang pelukan, malah lepas.
Tak pelak, Rodgers menjadi masa lalu yang ingin sekali dilupakan Liverpool. Mengubur potretnya dalam liang memori terdalam.
Akan tetapi, apa daya? Masa lalu itulah yang justru datang menghampiri Liverpool. Mereka tak bisa menghindar, lha wong, musim ini mereka ada di liga yang sama.
ADVERTISEMENT
Rodgers kini membesut Leicester City . Liverpool tidak bisa lari. Satu-satunya cara untuk berdamai dengan masa lalu adalah hadapi, hantam hingga rasa sakit itu hilang sendiri.
Dan itu memang yang mereka lakukan. Mohamed Salah dan kolega telah dua kali menekuk Jamie Vardy cs di Premier League 2019/20. Pertama di Anfield, dengan skor tipis 2-1. Teranyar semalam di King Power Stadium, dengan skor telak 4-0.
Apa artinya buat Liverpool? Kemenangan itu jadi bukti bahwa mereka lebih baik dari skuat besutan Rodgers. The Foxes sedang bagus lagi musim ini, sehingga mengalahkan mereka jadi kunci bagi mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, mereka juga meyakini diri bahwa taktik Klopp kiwari lebih apik dari taktik Rodgers. Begini, yang namanya pelatih, jarang ada yang punya perubahan pakem taktik hingga 180 derajat dalam kurun waktu lima tahun.
Jadi, mengalahkan Leicester yang memakai taktik Rodgers adalah pembuktian bahwa Liverpool era Klopp adalah lebih baik dari Liverpool era Rodgers. Masa lalu itu sudah dihantam keras oleh Liverpool, tidak perlu ada lagi penasaran atau ketakutan.
Kini, tugas mereka adalah move on, mematangkan taktik, menjaga konfidensi, hingga trofi Premier League resmi tergamit. Hati-hati, jangan sampai terpeleset lagi.
---
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League . Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer , gratis! Ayo buruan daftar di sini . Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV , dan jersey original.
ADVERTISEMENT