Final Liga Champions 1994: AC Milan Cukur Barcelona Besutan Johan Cruyff 4-0

Supersoccer
Situs web sepak bola terlengkap menampilkan berita sepak bola internasional, preview highlights pertandingan ligaEropa, klub dan pemain, statistik pertandingan.
Konten dari Pengguna
18 Mei 2020 17:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Momen AC Milan juara Liga Champions 1994, Paolo Maldini mengangkat trofi. Foto: Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Momen AC Milan juara Liga Champions 1994, Paolo Maldini mengangkat trofi. Foto: Getty Images
ADVERTISEMENT
Selama berperan sebagai juru taktik, mendiang Johan Cruyff memberi sejumlah trofi bergengsi untuk Ajax Amsterdam dan Barcelona. Bahkan, warisannya untuk sepak bola bukan cuma kenangan dalam trofi juara, tetapi juga filosofi permainan: Totaalvoetbal.
ADVERTISEMENT
Cruyff adalah legenda, pakar, dan genius sepak bola. Namun setelah tahun 1994, magi Cruyff sebagai pelatih bak sirna begitu saja. Tak ada lagi trofi juara untuk El Barca.
Meski begitu, tanda-tandanya sebenarnya sudah mulai jelas terlihat sejak 18 Mei 1994. Ya, tepat hari ini, 26 tahun silam, Barcelona besutan Cruyff dipecundangi AC Milan asuhan Fabio Capello di final Liga Champions dengan skor 4-0. Telak.
Cita-cita fan Blaugrana melihat tim kesayangannya mengulang sukses dua tahun sebelumnya dipupuskan oleh kengototan Rossoneri untuk mengamankan trofi Liga Champions kelima mereka. Misi wajib menang.
AC Milan punya alasan kuat untuk bermain lebih persisten. Sebab setahun sebelumnya, klub yang juga berjuluk Il Diavolo Rosso itu juga mencapai partai final Liga Champions, tetapi kalah 1-0 dari Marseille racikan Raymond Goethals.
ADVERTISEMENT
Kalah secara back-to-back di final kompetisi paling elite sejagat? Duh, ogah bangetlah. Maka dari itu, wajar jika Mauro Tassotti cs. bermain mati-matian hingga akhirnya jadi juara.
Momen AC Milan juara Liga Champions 1994. Foto: Getty Images
Sebetulnya, skuat Milan di final itu agak pincang jika dibandingkan Barcelona. Mereka mesti main tanpa Gianluigi Lentini dan Marco van Basten yang cedera. Franco Baresi--yang jabatan kaptennya sementara diserahkan ke Tassotti--dan Alessandro Costacurta terkena akumulasi kartu.
Sementara itu, 'Raksasa Catalunya' bermain dengan skuat yang lebih lengkap. Ada Pep Guardiola, Andoni Zubizarreta, Txiki Begiristain, hingga kapten Jose Mari Bakero.
Mereka juga dilengkapi tiga pemain asing: Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, dan, the one and only, Romario.
Romario de Souza Faria mencetak 32 gol dari 47 laga lintas ajang membela Barcelona sepanjang musim 1993/94. Foto: Chris Cole/Getty Images
Perlu diketahui, pada masa itu, UEFA hanya mengizinkan setiap tim memainkan maksimal tiga pemain yang tidak berasal dari negara asal klub yang bertanding. Karena Cruyff telah memilih tiga nama tadi, maka ada satu nama yang mesti korbankannya pada waktu itu, yakni Michael Laudrup.
ADVERTISEMENT
Gelandang Denmark itu sebetulnya pemain yang bagus. Bahkan, Capello mengakui bahwa Laudrup adalah pemain yang paling ditakutinya, sehingga ketidakhadirannya dalam final itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Milan.
Di sisi lain, Milan mengorbankan tiga pemain asing; Florin Raducioiu, Jean-Pierre Papin, dan Brian Laudrup (adik Michael); demi memainkan Zvonimir Boban, Dejan Savicevic, dan Marcel Desailly--pemain yang tahun sebelumnya juara bersama Marseille.
Hasilnya, seperti yang tadi sudah dikatakan, AC Milan menang 4-0. Dua gol Daniele Massaro dan masing-masing satu gol dari Savicevic dan Desailly cukup bagi Milan untuk membawa pulang trofi 'si Kuping Besar'.
Marcel Desailly back-to-back juara Liga Champions, bersama Marseille lalu AC Milan. Foto: Getty Images
Daniele Massaro dalam sebuah laga membela AC Milan. Foto: Getty Images
Dejan Savicevic berjersi AC Milan. Foto: Getty Images
Tampaknya, ketidakhadiran Michael Laudrup berdampak besar. Sebab, pemain yang pada musim berikutnya menyeberang ke Real Madrid itu adalah gelandang serang serbabisa yang andal menjadi kreator serangan tim.
ADVERTISEMENT
Teknik individualnya juga bagus. Kalian tahu La Croqueta? Gerakan khas Andres Iniesta itu, lho. Meski publik kini tahunya itu gerakan khas Iniesta, sebetulnya Laudrup lebih dahulu memperagakannya di lapangan.
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini.