Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Legenda Bayer Leverkusen: Sepak Bola Cuma tentang Uang, ke Mana Perginya Moral?
2 April 2020 13:13 WIB
Tulisan dari Supersoccer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Uang, uang, dan uang. Tiga kali. Tiga kali banyaknya legenda Bayer Leverkusen , Jens Nowotny, menyebut kata itu ketika berbicara soal kondisi sepak bola di era sekarang.
ADVERTISEMENT
Kita enggak bicara tentang dampak corona terhadap sepak bola dulu, ya, tetapi soal bagaimana uang mengubah wajah olahraga 11 lawan 11 itu. Itulah yang menjadi perhatian Nowotny.
Badan-badan yang berurusan dengan sepak bola seolah menjadikan uang sebagai landasan paling mendasar dalam pengambilan keputusan. Well, ini mungkin terkesan subjektif, tetapi coba simak ucapan Nowotny ini, mungkin kalian punya keresahan serupa.
"Entah bagaimana, semuanya dipasarkan. Final Piala [Super] Spanyol berlangsung di Arab Saudi, turnamen internasional ditambah tim pesertanya," katanya kepada Goal International .
"Itu adalah ide dasar dari ekonomi pasar bebas. Baik para pemain dan bos mengambil bagian dalam hal ini. Ini tentang uang," ujar pemain yang membela Die Werkself selama 1996-2006 itu.
ADVERTISEMENT
Mari kita bahas, kenapa mesti main jauh-jauh? Memangnya di Spanyol dan Italia ndak ada stadion bagus, apa? Well, salah satu tujuannya adalah menjaring fans, menciptakan pasar, dan menghidupkan bisnis di Timur Tengah dan Asia.
Itu bukan kali pertama Piala Super Spanyol dimainkan di luar 'Negeri Matador'. Pada 2018, laga Barcelona vs Sevilla dimainkan di Tangier, Maroko.
Bagaimana dengan Piala Super Italia ? Pada Januari 2019, laga Juventus vs AC Milan dilangsungkan di Jeddah. Bahkan ada laga-laga lain yang dimainkan di Beijing, Shanghai, hingga Doha.
ADVERTISEMENT
Kebijakan main di luar negeri bahkan sudah pernah diterapkan di Piala Super Italia sejak lama, yakni pada 1993 di Washington DC, 2002 di Tripoli, dan 2003 di New Jersey.
Lalu, bicara soal turnamen international, kompetisi Piala Eropa yang sejak 1996 diisi oleh 16 peserta, tiba-tiba menjadi 24 peserta pada 2016.
Bagi Nowotny, uang juga memengaruhi moral pemain. Alhasil, satu-satunya lambang kesetiaan di sepak bola hanya ada di tribune.
"Yang paling jujur dalam sepak bola modern menurut saya adalah ultra, penggemar berat yang akan melakukan apa pun untuk klubnya," ujarnya.
Hmm... Kalau ini, sih, mirip dengan pemikiran Eric Cantona . Manusia bisa mengganti apa pun dalam hidupnya, tetapi tidak dengan klub sepak bola. Cinta yang tulus tak bisa hangus oleh uang, bukan?
ADVERTISEMENT
"Jika seorang pemain mencetak gol untuk Leverkusen dalam laga terakhirnya, mencium logo, lalu mencetak gol untuk Bayern di laga berikutnya dan mencium logo lagi, saya merasa itu perlu dipertanyakan secara moral," resah pria 46 tahun itu.
Dalam sejarah, ada sejumlah pemain Leverkusen yang menyeberang ke Bayern Muenchen. Ada Michael Ballack, Lucio, hingga Hans-Joerg Butt. Apa Nowotny menyindir mereka? Entahlah.
Terlepas dari itu, mungkin ada dari kalian yang punya keresahan sama dengan Nowotny soal ini. Jika mencium logo klub bisa menjadi lambang cinta, lantas apakah mencium lebih dari satu logo klub adalah perbuatan membelah cinta?
"Namun mungkin, itu hanya cara jujur untuk mengatakan, 'Aku tidak memberi tahu apa logo di dadaku. Aku bermain di klub ini karena uang.'," jelas Nowotny.
ADVERTISEMENT
Kalau uang sudah berkuasa, mungkin cinta layak dipertanyakan. Selain itu, ke mana perginya moral dalam sepak bola ?
---
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi uang tunai Rp50.000.000. Buruan daftar di sini .