Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Desa yang Kucintai
22 Agustus 2023 9:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Suprapto-apt tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang pernah hidup di desa? Sewaktu kecil saya hidup di alam pedesaan. Suasana kehidupan di desa berbeda dengan kehidupan di kota. Masing-masing tempat memiliki kekhasannya. Umumnya suasana desa secara alami masih banyak pepohonan yang rindang, hamparan sawah yang luas, sumber air yang masih bersih dan jernih, dan kesegaran udaranya yang masih terasa fresh, karena belum banyak sumber polusinya.
ADVERTISEMENT
Rumah warga rerata besar-besar, dengan halaman rumah yang sangat luas sehingga jarak antar warganya relatif jauh. Demikian suasana gotong-royong antar warganya masih terjalin kuat. Namun sisi kurangnya pedesaan adalah jauh dari tempat pusat perbelanjaan, tempat (destinasi) wisata dan hiburan.
Sementara suasana kota jalannya bagus, banyak gedung-gedung, tempat wisata, pertokoan dan pusat belanja. Namun rumah antar warga sangat berdekatan dan riyel, halaman rumah sangat terbatas, banyak berdiri industri, dan banyak sumber polusi udara dari kendaraan bermotor, serta banyak sumber pencemaran air. Kesibukan bekerja warganya menjadikan interaksi antar warganya berkurang.
Mimpi anak desa, termasuk saya umumnya adalah bisa jalan-jalan ke kota. Orang desa ingin pergi ke kota, sekadar untuk jalan-jalan atau barangkali ingin melihat gedung-gedung menjulang, atau ingin shopping (ngemall) dan makan (ngemil), atau ingin ngemil di mall.
Sementara orang kota ingin plesiran ke desa, konon untuk menghilangkan rasa penat dari rutinitas kerja, ingin mencari udara segar (refreshing), eee barangkali di kota sudah terlalu tinggi angka polusinya ya? Atau ingin mengenang masa kecilnya dahulu yang berasal dari desa.
ADVERTISEMENT
Demikian juga, orang gunung ingin melihat debur ombak laut, sedangkan orang pesisir laut ingin wisata ke puncak gunung tuk ngadem, ya karena biasanya suasana pinggir laut terasa lebih panas. Maka muncullah pepatah “garam di laut dan asam di gunung ketemu di belanga”.
Maka tidak heran jika ada orang kota yang ingin menikah dengan orang desa, dan sebaliknya. Atau orang pesisir laut menikah dengan orang gunung, dan sebaliknya. Barangkali ingin melengkapi belanga-belanga tersebut. Ya kan? bisa aja luu. Itulah harmoni kehidupan manusia.
Masing-masing tempat memiliki kelebihan dan kekurangannya. Maka pentingnya untuk saling melengkapi, saling menghargai dan menghormati. Bukan untuk kebanggan diri apalagi untuk pongah dan menyombongkan diri. Na’udzubillahi min dzalik.
Begitulah suasana kampung saya dilahirkan di alam pedesaan. Sebuah kampung kecil nan asri. Secara geografi, sebelah barat membentang aliran sungai yang membelah dengan kampung sebelah beda kelurahan yang bermuara ke sungai Bengawai Solo.
ADVERTISEMENT
Bagian timur kampung ada kalen (sungai kecil) dan blumbang sepanjang kurang lebih satu kilo meter yang membatasi jalan kampung dengan hamparan perwawahan warga yang luas. Hamparan persawahan luas yang berlatar belakang pemandangan gunung Lawu yang indah.
Saat mentari muncul dari balik gunung Lawu tersebut dapat menambah pesona indahnya pagi hari. Sebelah utara berbatasan dengan kampung tetangga, satu kelurahan, dan bagian selatan berbatasan dengan kampung lain beda kelurahan.
Masih banyak pepohonan di pekarangan warga, maupun di pinggir-pinggir jalan, misalnya pohon trembesi, mangga, papaya, tekik, johar, waru, kelapa, mlanding, asem, nangka, pisang, elo, ringin, preh, dan rumpun bambu (barongan). Wooo sungguh terasa sejuk, adem dan segar udaranya.
Namun sayangnya, jalan-jalan kampung masih berupa tanah, saat musim penghujan jalanan menjadi sangat rusak, becek dan berlubang karena bekas tapak-tapak kerbau yang lewat tiap pagi dan sore hari. Yang kadang tidak bisa dilalui sepeda, dan mesti harus diangkat untuk bisa melewatinya atau melipir lewat kebun tetangga lebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Saat sekolah mesti saya lepas sepatu dulu dan dipakai saat di jalan yang baik atau bahkan dipakai saat telah sampai di sekolah. Begitu pula, suasana malam hari begitu gelap dan terasa sunyi kadang menakutkan, kecuali saat bulan purnama tiba, karena belum ada aliran listrik masuk desa saya. Rerata warganya menggunakan penerangan lampu senthir, teplok, atau petromaks bagi yang mampu membelinya.
Hampir semua warganya bermata pencaharian sebagai petani, sedikit sekali sebagai pedagang di pasar. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, di samping itu ada pula yang beternak kerbau, atau sapi atau kambing, ayam, menthok dan bebek.
Persawahan di sini terkenal sangat subur, ditanami tanaman jenis apa saja mudah tumbuh dan subur. Umumnya mereka bertanam padi di musim penghujan dan bertanam palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang panjang, kacang hijau, dll) saat musim kemarau tiba. Rerata kebun warga masih luas, sehingga lahan warga ditanami pepohonan dan sayuran sebagai sumber sayur-mayur untuk keperluan harian.
ADVERTISEMENT
Di masa tertentu lahan sawah warga disewa oleh pemerintah melalui kelompok TRI untuk ditanami tebu selama dua tahun. Umur tebu biasanya satu tahun, dan hasil sewanya saat itu dirasakan warga sangatlah minim jika dibandingkan dengan saat ditanami padi.
Namun, saat itu warga tidak kuasa menolak sawahnya disewa untuk ditanami tebu. Walaupun hasil pertanian cukup melimpah, namun hasil jualnya dirasa masih sangat rendah karena hasil pertanian dihargai sangat murah oleh para pedagang maupun pemerintah.
Begitu pula Simbah dan orang tua saya pun sebagai petani, walaupun hanya dengan sedikit lahan sawah yang Beliau miliki. Simbah saya juga beternak kerbau. Kerbau tersebut dapat digunakan untuk membajak sawah. Maka kakak-kakak dan saya ditempa dengan dunia pertanian.
ADVERTISEMENT
Banyak pengalaman dan praktik yang telah diajarkan kepada kami. Hampir tiap hari ada tugas dan pekerjaan yang selalu menanti. Berat pastinya, namun ya itulah yang mesti kami kerjakan. Tiada kata manja bagi anak desa.
Nah itulah gambaran ringkas suasana kehidupan di alam pedesaan, sangat menarik bukan? Sungguh sangat terkesan dan mengasyikan yang sulit untuk dilupakan. Yang sangat berbeda dengan kehidupan di perkotaan. Rasa kangen terhadap suasana hidup di desa, yang jarang dijumpai kembali saat ini.
Banyak pelajaran, pengalaman hidup, dan manfaat hasil didikan di desa yang sangat saya rasakan hingga sekarang, alhamdulillah. Banyak keseruan yang lebih detail cerita kehidupan desa saya lhoo, maka ikuti terus lanjutan keseruan cerita kehidupan di desa pada seri-seri berikutnya ya.
ADVERTISEMENT