Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Pengaruh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023
22 September 2023 14:21 WIB
Tulisan dari Suprayogi Yogi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terhadap Penyajian Laporan Laba Rugi Fiskal
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2023, selain maraknya surat dengan kode nomor SP2DK dari kantor pajak (KPP) yang diterima wajib pajak dan sering dijadikan candaan sebagai surat cinta dari Direktorat Jendral Pajak kepada wajib pajak tercinta, terdapat pula Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang pajak penghasilan atas natura, fasilitas dan atau kenikmatan, Atas hal tersebut adakah pengaruh yang akan diterima wajib pajak terhadap penyajian laba rugi fiskal pada surat pemberitahuan (SPT) PPh Badan ?.
PMK 66 Tahun 2023 secara umum mengenakan pajak penghasilan atas natura, fasilitas dan atau kenikmatan didasari atas hubungan kerja atau jasa antara 2 entitas wajib pajak. Sebagai contoh beban sewa apartemen merupakan objek PPh Pasal 4 ayat 2 bagi penerima pendapatan sewa apartemen (pemilik apartemen) sehingga penyewa perlu memotong PPh Pasal 4 ayat 2 dengan tarif sebesar 10% pada saat pembayaran sewa dan penyewa harus menyetor dan melaporkan potongan pajak tersebut dalam SPT PPh Pasal 4 ayat 2. Setelah PMK 66 Tahun 2023 terbit, beban sewa apartemen juga merupakan objek pajak atas gaji PPh Pasal 21 jika yang penerima fasilitas sewa tersebut adalah karyawan dengan kriteria sesuai ketentuan PMK ini. Artinya wajib pajak harus memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan natura atau kenikmatan mendapatkan fasilitas tempat tinggal apartemen kepada karyawan tersebut dan juga harus menyetorkan serta melaporkan potongan pajak tersebut pada SPT PPh Pasal 21. Alhasil akan ada satu pos biaya pada laporan laba rugi fiskal SPT Badan tetapi termasuk ke dalam dua objek pajak penghasilan berbeda.
Kondisi tersebut menyebabkan wajib pajak dilema untuk menyajikan laporan laba rugi fiskal karena dihadapkan kepada dua pilihan ; pilihan pertama, apakah wajib pajak tetap menyajikan biaya sewa apartemen tersebut sebagai pos beban sewa pada laporan laba rugi dan pilihan kedua, apakah wajib pajak menyajikan biaya sewa apartemen sebagai pos beban gaji pada laporan laba rugi karena biaya sewa apartemen juga sudah dianggap sebagai penghasilan natura karyawan yang dikenakan pajak gaji yaitu PPh Pasal 21.
ADVERTISEMENT
Memang kedua pilihan penyajian di atas tidak menimbulkan pos laba (rugi) bersih pada laporan laba rugi fiskal menjadi salah saji karena kedua pilihan penyajian tersebut mencatat biaya sewa apartemen sama-sama menjadi beban pengurang penjualan pada laporan laba rugi fiskal, tetapi jika dicermati kondisi demikian dapat menimbulkan potensi rekonsiliasi antara objek pajak PPh 21 atau PPh 4 ayat 2 dibandingkan dengan beban pada laba rugi fiskal SPT Badan menjadi tidak sesuai, jika wajib pajak menyajikan transaksi sewa apartemen sebagai beban gaji, artinya rekonsiliasi objek PPh 21 sesuai dengan beban gaji laba rugi fiskal SPT Badan tetapi rekonsiliasi objek PPh 4 ayat 2 tidak sesuai dengan beban sewa pada laba rugi fiskal SPT Badan. Sebaliknya jika wajib pajak menyajikan sebagai beban sewa, artinya rekonsiliasi objek PPh 21 tidak sesuai dengan beban gaji laba rugi fiskal SPT Badan tetapi rekonsiliasi objek PPh 4 ayat 2 sesuai dengan beban sewa pada laba rugi fiskal SPT Badan.
ADVERTISEMENT
Belajar dari pengalaman sebagai wajib pajak, surat SP2DK dari kantor pajak (KPP) diterbitkan salah satunya jika terdapat ketidaksesuaian data atas rekonsiliasi nilai pos beban pada laporan laba rugi fiskal SPT Badan dibandingkan dengan objek PPh Masa, dalam praktik terdapat pula surat SP2DK yang diterima wajib pajak dari KPP dan seluruhnya permintaan konfirmasi atas ketidaksesuaian pos beban dengan objek PPh Masa dalam surat sudah terkonfirmasi wajib pajak sehingga tidak ada potensi pajak yang perlu dibayar kembali sebagaimana yang tertuang dalam surat SP2DK, tetapi petugas pajak dalam hal ini seksi pengawasan dan konsultasi dapat melanjutkan proses tambahan untuk menganalisa pos-pos laporan keuangan lainnya di luar dari poin yang tertuang dalam surat tersebut dari data yang diserahkan wajib pajak pada saat konfirmasi dapat menimbulkan potensi pajak yang masih kurang dibayar.
Untuk itu dapat diperkirakan pasca PMK 66 tahun 2023, kekhawatiran sebagian besar wajib pajak adalah wajib pajak akan sering mendapatkan surat SP2DK dari KPP yang tentunya akan menambah pekerjaan tambahan untuk beban pembuktian dan beban konfirmasi yang menyita waktu dan biaya dari wajib pajak. Selain itu, pengawasan petugas pajak yang lebih tinggi karena terfokus pada subjek wajib pajak dalam surat SP2DK dapat menimbulkan potensi terdapat pajak tambahan dari analisa tambahan petugas pajak untuk menyelesaikan berita acara surat SP2DK.
ADVERTISEMENT