Penerapan Biaya Sosial Korupsi Sebagai Sanksi Finansial pada Koruptor

Suprianto Haseng
Direktur Program dan Head of Media Millenial Talk Institute, Founder Komunitas Sejumi Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Tersertifikasi LSP KPK RI
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2021 11:10 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suprianto Haseng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Korupsi hingga kini terus menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Kasus-kasus korupsi seakan tak ada kata habisnya. Tersangka korupsi yang diseret KPK sangat beragam mulai dari bupati, gubernur, menteri, hingga ketua sebuah lembaga tinggi negara. Sangat ironis dengn fakta ini. Negara sedang dalam keadaan daruat korupsi. Untuk itu, perlu kerja keras dalam menangani masalah korupsi.
ADVERTISEMENT
Indonesia dinilai mengalami kemunduran di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi saat ini. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pernah mengatakan bahwa salah satu indikatornya adalah sejumlah vonis terhadap terdakwa kasus korupsi yang dinilai semakin hari semakin ringan.
Pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang terkait 'kerugian keuangan negara' merupakan pasal yang selama ini paling banyak dijadikan dasar KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Sementara itu, dengan kondisi hukum yang ada saat ini, penghitungan Jaksa Penuntut terkait kerugian negara yang ditimbulkan oleh setiap kasus korupsi hanya memperhitungkan besaran uang yang dikorupsi/disalahgunakan/dinikmati oleh terdakwa saja.
ADVERTISEMENT
Penghitungan ini belum memasukkan biaya implisit (opportunity cost) maupun multiplier ekonomi yang hilang akibat alokasi sumber daya yang tidak tepat (definisi hukuman finansial yang digunakan adalah penjumlahan dari denda, uang pengganti dan uang yang dirampas oleh pengadilan sebagai barang bukti)
Saat ini tentunya sebagian masyarakat terkadang hanya memahami bahwa korupsi memberikan dampak yang besar terhadap kerugian keuangan negara, atau uang negara yang berhasil dikorupsi oleh seorang pelaku korupsi.
Jadi sejatinya kalau kita berbicara akibat korupsi maka tidak hanya membahas uang hasil korupsi saja yang berhasil didapatkan dari seorang koruptor. Namun, juga di sisi lain sebenarnya ada dampak dari korupsi itu yang tidak semata menyangkut kerugian keuangan Negara namun terkait dengan Biaya Sosial Korupsi
ADVERTISEMENT
Apa itu Biaya Sosial Korupsi ?
Konsep Biaya Sosial Korupsi Foto bersumber https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/ekonomi-bisnis/infografis/konsep-biaya-sosial-korupsi
Dapat dipahami bahwa biaya sosial korupsi itu adalah sebuah dampak dari perilaku korupsi yang membebani keuangan Negara karena bukan hanya dampak uang yang dikorupsi akan tetapi segala biaya yang timbul karena perilaku korupsi itu termasuk biaya pencegahan maupun penindakan yang dilakukan oleh penegak Hukum yang membutuhkan biaya mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan serta peradilan bahkan ketika pelaku korupsi dipenjara negara tetap mengeluarkan biaya yakni biaya selama seorang terpidana atau warga binaan menjalani hukuman di LAPAS termasuk biaya makannya di sana.
Menurut Brand and Price (2000) dikatakan bahwa biaya sosial korupsi meliputi tiga hal yakni biaya antisipasi kejahatan, biaya akibat kejahatan, dan biaya reaksi terhadap kejahatan, tiga biaya ini dikatakan sebagai biaya sosial Korupsi.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Perhitungan biaya sosial korupsi yang dikaji KPK terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang dikeluarkan negara untuk mencegah dan menangani tindak pidana korupsi. Biaya itu antara lain meliputi biaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga pemasyarakatan. Adapun biaya implisit adalah biaya dari dampak yang timbul karena korupsi. Dengan penghitungan biaya sosial korupsi, terdakwa korupsi dapat dituntut lebih tinggi daripada perhitungan kerugian negara yang selama ini dilakukan.
Bagaimana Penerapan Biaya Sosial korupsi di Indonesia ?
Di Indonesia, dengan banyaknya kasus korupsi yang terungkap melibatkan pejabat negara mengindikasikan bahwa korupsi tumbuh subur bak jamur tumbuh di musim hujan. Hal ini terjadi karena dunia hukum kita belum sepenuhnya memandang persoalan korupsi ini sebagai persoalan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Studi yang dilakukan Pradiptyo (Forthcoming, 2009) seharusnya membuka mata kita bahwa satu hal yang belum pernah dijadikan pandangan dalam pengambilan keputusan pengadilan tentang kasus korupsi di Indonesia adalah pembahasan mengenai biaya sosial korupsi (social cost of corruption) yang terjadi akibat kejahatan korupsi.
Padahal, kita mengetahui bersama setiap bentuk tindak kriminal akan menciptakan beban biaya sosial kepada masyarakat. Sementara, hukuman finansial yang selama ini dijatuhkan bagi koruptor ternyata tidak dapat menutupi kerugian negara, apalagi memberikan efek jera bagi mereka para koruptor itu sendiri.
Karena hukuman finansial selama ini hanya ditentukan berdasarkan perhitungan biaya eksplisit yang tercantum di putusan pengadilan. Biaya implisit (opportuiny cost) dari sumber daya yang dikorup termasuk multiplier ekonomi yang nyatanya memiliki nilai sangat besar dalam merugikan keuangan negara, tidak diperhitungkan untuk menentukan besaran hukuman finansial yang diberikan kepada pelaku korupsi. Biaya itu juga belum mencakup biaya pencegahan korupsi serta biaya reaksi terhadap korupsi.
ADVERTISEMENT
Penerapan biaya sosial korupsi kepada terpidana korupsi ini selain menumbuhkan efek jera dan gentar, gagasan penerapan hukuman biaya sosial korupsi ini juga diharapkan dapat memulihkan kerugian keuangan negara ataupun perekonomian akibat korupsi.
Penerapan biaya sosial korupsi perlu dilakukan sebagai penyempurnaan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi. Perubahan paradigma terkait dengan nilai kerugian negara dan penguatan melalui payung hukum patut didorong agar penerapan biaya sosial korupsi ini berlaku untuk mengatasi tindak pidana korupsi yang terus terjadi. Penerapan biaya sosial korupsi dalam penghitungan kerugian negara pada kasus korupsi diharapkan dapat menjadi solusinya.
*Penulis adalah Penyuluh Antikorupsi Pertama Sertifikasi LSP KPK