Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ikhtiar Indonesia untuk Perdamaian di Afghanistan
11 Maret 2018 13:29 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Supriyanto Suwito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Guilford Caesar
Akhir Februari lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla berkunjung ke Kabul, Afghanistan. Pemerintah Afghanistan secara khusus mengundang JK untuk menyampaikan pidato di konferensi perdamaian yang dikenal dengan Kabul Process.
ADVERTISEMENT
Dalam kunjungannya ke Jakarta bulan April 2017, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meminta Indonesia membantu proses perdamaian di negaranya. Gayung pun bersambut. Pemerintah Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk membantu proses perdamaian di Afghanistan. a dan Afghhanistan yang terjalin dalam satu tahun terakhir.
Dalam kunjungannya ke Jakarta bulan April 2017, Presiden Afganistan Ashraf Ghani meminta Indonesia membantu proses perdamaian di negaranya. Gayung pun bersambut. Pemerintah Indonesia menyampaikan kesiapannya untuk membantu proses perdamaian di Afghanistan.
Alhasil, dalam satu tahun terakhir terjalin interaksi yang intensif antara Jakarta dan Kabul. Dari pihak Afghanistan, kunjungan Presiden Ghani disusul dengan muhibah oleh Wapres Shrawar Danish, Ibu Negara Rula Ghani, dan delegasi Dewan Tinggi Perdamaian.
ADVERTISEMENT
Kunjungan Presiden Jokowi ke Kabul akhir Januari lalu memiliki makna penting tersendiri. Mengabaikan situasi keamanan Kabul yang beberapa hari sebelumnya diguncang serangan teror, Presiden Jokowi bukan saja menunjukkan komitmen tapi juga nyali yang besar untuk mendukung Afganistan. Faktanya, tidak banyak pemimpin dunia yang punya keberanian untuk sekadar menjejakkan kaki di bumi Afghanistan.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Kabul akhir Januari lalu memiliki makna penting tersendiri. Mengabaikan situasi keamanan Kabul yang beberapa hari sebelumnya diguncang serangan teror, Presiden Jokowi bukan saja menunjukkan komitmen tapi juga nyali yang besar untuk mendukung Afghanistan. Faktanya, tidak banyak pemimpin dunia yang punya keberanian untuk sekadar menjejakkan kaki di bumi Afghanistan.
Tiada Putus Dirundung Konflik
Salah satu sudut kota Kabul (Foto: Guilford Caesar)
ADVERTISEMENT
Afghanistan seakan bersinonim dengan konflik dan peperangan. Selama lebih dari empat puluh tahun, negara yang terkunci di tenga-tengah kawasan Asia Selatan ini terus menerus dirundung konflik.
Dimulai dengan kudeta tahun 1978 yang disusul dengan invasi Uni Soviet, perlawanan milisi Mujahidin hingga kekuasan rezim Taliban pada akhir 1990-an, konflik dan peperangan silih berganti di Afghanistan.
Bahkan meskipun rezim Taliban telah dilengserkan paksa melalui serangan militer besar-besaran Amerika Serikat dan sekutunya pada akhir tahun 2001, damai masih belum dapat juga diwujudkan di bumi Afghanistan. Selama lebih dari 17 tahun tahun ratusan ribu pasukan AS dan NATO dikerahkan untuk menumpas Taliban. Kenyataannya, Taliban masih tetap exist, bahkan terus merongrong keamanan dan menebar aksi kekerasan di banyak wilayah di Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekuatan militer semata tidak pernah bisa menyelesaikan konflik. Solusi damai hanya bisa benar-benar diraih melaui proses politik di meja perundingan.
Selama ini upaya perundingan bukannya tidak pernah dilakukan. Namun berbagai inisiatif perdamaian yang disponsori Amerika Serikta, Inggris, maupun beberapa negara lainnya selalu menemui jalan buntu.
Hal inilah yang meyakinkan Presiden Ghani dan Pemerintah Afhanistan bahwa perdamaian tidak bisa lagi digantungkan kepada negara-negara lain. Agar berhasil, proses perdamaian harus dilakukan dan dipimpin sendiri oleh bangsa Afghanistan. Masyarakat internasional memiliki peran, namun kendali ada di tangan Afghanistan sendiri. An Afghan-led and Afghan-owned peace proces.
Indonesia sebagai Honest Broker?
Indonesia Islamic Center di Kabul (Foto: Kementerian Luar Negeri)
ADVERTISEMENT
Kunci utama untuk menjadi fasilitator perdamaian adalah kepercayaan dari pihak-pihak yang bertikai. Kepercayaan ini muncul jika fasilitator dianggap netral. Tidak memiliki kepentingan atau agenda tersembunyi.
Rekam jejak Indonesia selama ini dalam upaya berbagai upaya peacebuilding di Afghanistan juga menjadi modal yang penting. Pembangunan kompleks Indonesia Islamic Center di Kabul, pelatihan peningkatan kapasitas, serta pemberian beasiswa adalah beberapa kontribusi konkrit Indonesia bagi Afganistan.
Selain itu, pengalaman dalam menyelesaikan konflik internal serta peran mediasi yang dilakukan Indonesia di beberapa konflik di kawasan Asia Tenggara juga menjadi nilai lebih yang dimiliki Indonesia.
Rekam jejak Indonesia selama ini dalam upaya berbagai upaya peacebuilding di Afghanistan juga menjadi modal yang penting. Pembangunan kompleks Indonesia Islamic Center di Kabul, pelatihan peningkatan kapasitas, serta pemberian beasiswa adalah beberapa kontribusi konkrit Indonesia bagi Afghanistan.
ADVERTISEMENT
Upaya damai yang digagas Indonesia akan dimulai dengan penyelenggaran Konferensi Ulama Internasional di Indonesia pada tahun 2018. Untuk mempersiapkan konferensi tersebut, dalam waktu dekat akan diselenggarakan pertemuan Ulama Indonesia-Afghanistan-dan Pakistan.
Mengapa konferensi ulama? Seperti halnya di Indonesia, ulama memiliki peran sentral dalam masyarakat Afghanistan. Karena itu, dukungan ulama sangat menentukan keberhasilan proses perdamaian di Afghanistan.
Konferensi Ulama ini juga akan menjadi pembuka bagi kemungkinan perundingan yang secara langsung melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Afghanistan, termasuk Taliban.
Jalan menuju damai di Afghanistan jelas bukan jalan yang pendek. Konflik yang sedemikian kompleks dan berakar panjang membuat upaya mengurainya tidak mudah. Diplomasi Indonesia adalah sebuah ikhtiar untuk mewujudkan harapan perdamaian rakyat Afghanistan.
ADVERTISEMENT
***