Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Palestina dan Asa Damai yang Kian Pudar
1 April 2018 19:48 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Supriyanto Suwito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
(Foto: Wikipedia)
Palestina kembali membara. Aksi damai rakyat Palestina di Gaza untuk memperingati Hari Tanah, Jumat, 30 Maret lalu direspons secara represif oleh Israel. Setidaknya 17 warga sipil Palestina tewas dan puluhan ribu luka akibat keberingasan serdadu Israel.
ADVERTISEMENT
Dunia internasional, termasuk Indonesia, mengecam keras kebrutalan Israel tersebut. Namun, seperti biasa, Israel bergeming. Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji tentara Israel yang menurutnya telah melindungi perbatasan negara tersebut.
Tanah dan Keadilan untuk Palestina
Hari Tanah diperingati rakyat Palestina untuk mengingatkan akan peristiwa terbunuhnya enam orang Palestina pada 30 Maret 1976 dalam aksi menentang perampasan tanah Palestina oleh Pemerintah Israel. Tindakan perampasan tersebut dianggap sebagai kelanjutan upaya Zionisme Israel untuk menguasai tanah Palestina yang dilakukan sejak tahun 1948.
Melalui peringatan Hari Tanah, rakyat Palestina menuntut hak mereka untuk kembali (right to return) ke tanah Palestina yang dikuasai oleh Israel. Protes akan berlangsung hingga enam minggu ke depan, hingga peringatan Nakba tanggal 15 Mei.
ADVERTISEMENT
Nakba adalah momen peringatan terusirnya rakyat Palestina dari tanah yang berabad-abad mereka huni akibat Zionisme Israel. Kekalahan dalam peperangan dengan Israel pada tahun 1948 memaksa sekitar 700 ribu rakyat Palestina harus meninggalkan tanah kelahirannya. Hingga saat ini, jutaan pengungsi Palestina tersebar di berbagai negara. Tanpa putus asa mereka terus berjuang menuntut keadilan dan hak mereka akan tanah yang dirampas oleh Israel.
(Sumber: http://ifamericaknew.org/history/)
Masa Depan Damai yang Suram
Lima puluh tahun pendudukan Israel di tanah Palestina, harapan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaannya memang masih suram. Proses perundingan perdamaian jalan di tempat, jika tidak mengalami kemunduran.
Di satu sisi, persatuan antara Fatah dan Hamas yang dicapai pada tahun 2017 lalu telah menghilangkan salah satu hambatan besar di pihak Palestina dalam menuju proses perdamaian.
ADVERTISEMENT
Namun di sisi lain, Pemerintah garis keras Israel dibawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sama sekali tidak menunjukkan kemauan untuk memulai proses perundingan.
Amerika Serikat yang dianggap sebagai satu-satunya negara yang dapat mendamaikan konflik Palestina-Israel justru sekarang menjadi ganjalan dari perdamaian itu sendiri. Langkah Presiden Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel jelas menunjukkan keberpihakan negara adidaya tersebut terhadap Israel.
Bukan saja berpihak, Pemerintah Amerika Serikat hingga saat ini belum memiliki suatu konsep yang jelas bagaimana mendorong proses perdamaian di Israel-Palestina. Yang disampaikan Trump dalam twitter atau pidatonya masih sebatas retorika yang justru semakin memicu kemarahan rakyat Palestina.
Solusi Dua atau Satu Negara?
Hingga saat ini, proses perdamaian Palestina-Israel masih didasarkan pada solusi dua negara (two-state solution). Tujuan akhirnya adalah Palestina akan menjadi negara yang merdeka, hidup berdampingan secara damai dengan Israel (one-state solution).
ADVERTISEMENT
Namun, seiring gagalnya berbagai upaya menuju solusi dua negara ini, muncul gagasan yang cukup out of the box. Alih-alih dua negara terpisah, alternatif ini justru memproyeksikan satu negara yang menyatukan bangsa Israel dan Palestina di dalamnya.
Secara sepintas jelas solusi "satu negara" ini sulit diterima, baik di pihak Palestina maupun Israel. Bagi Palestina, ini dianggap sebagai langkah mundur dari posisi dasar mereka yang bahkan tidak mengakui eksistensi Israel.
Sementara itu, dari perspektif Israel, kekhawatiran yang muncul adalah bahwa komposisi penduduk Palestina yang lebih besar akan membuat mereka menjadi minoritas. Sesuatu yang jelas tidak dapat diterima oleh Israel.
Terlepas dari kemustahilan dari konsep satu negara ini, tidak tertutup kemungkinan solusi ini menjadi alternatif yang dipertimbangkan kedua pihak. Konflik yang demikian kompleks membuat berbagai alternatif solusi harus dipertimbangkan.
ADVERTISEMENT
Peran Indonesia
(Kementerian Luar Negeri)
Konflik yang telah berlangsung lama dengan prospek perdamaian yang suram membuat banyak negara berubah komitmennya dalam mendukung Palestina. Ini bisa dilihat dari sikap beberapa negara di Timur Tengah yang dulu merupakan pendukung Palestina.
Indonesia adalah satu dari sedikit negara yang secara konsisten menunjukkan keberpihakannya terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Bagi Indonesia, Palestina adalah hal prinsip dan mendasar terkait hak seluruh bangsa untuk merdeka dari penjajahan.
Indonesia memang tidak terlibat secara langsung dalam mendorong proses perundingan damai Palestina-Israel. Namun, konsistensi Indonesia dalam menyuarakan dukungan terhadap Palestina turut berkontribusi untuk membuat isu Palestina tetap menjadi agenda prioritas internasional. Selain itu, dukungan konkrit Indonesia baik dalam bentuk bantuan kemanusiaan maupun pelatihan peningkatan kapasitas juga mendapat apresiasi dari pihak Palestina.
ADVERTISEMENT
Jalan menuju Palestina merdeka dan perdamaian di Timur Tengah memang masih akan panjang. Namun, kemerdekaan Indonesia yang diraih setelah puluhan tahun perjuangan membuktikan bahwa asa itu tetap ada. Indonesia harus terus menjadi bagian dan perjuangan Palestina untuk merdeka.
***