Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pertamina dan Ketahanan Energi Indonesia
22 April 2018 19:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Supriyanto Suwito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Secara mengejutkan Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dicopot. Tidak begitu jelas apa faktor dibalik pemberhentian tersebut. Ada yang mengaitkan dengan tumpahan minyak di Balikpapan dan kelangkaan premium di beberapa tempat. Ada pula yang menghubungkan dengan sikap Manik yang dinilai tidak patuh terhadap instruksi Pemerintah terkait pengaturan harga BBM.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari apapun alasan pencopotan tersebut, bos Pertamina memang selalu duduk di 'kursi panas'. Apalagi di tahun politik 2018-2019. Sebagai perusahaan pelat merah, Pertamina jelas harus tunduk pada kebijakan Pemerintah. Tidak peduli apakah kebijakan Pemerintah tersebut lebih didasari pada pertimbangan politis daripada hitung-hitungan bisinis murni.
Problem Ketahanan Energi Indonesia
Perombakan direksi Pertamina, kenaikan harga minyak, dan kelangkaan premium boleh dibilang hanya sisi permukaan dari permasalaahn mendasar Indonesia di bidang energi.
Saat ini konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,7 juta barel per hari (bph). Sementara itu, kemampuan produksi minyak nasional hanya berkisar 800 ribu bph. Untuk memenuhi kekurangan tersebut Indonesia harus mengimpor sekitar 900 bph.
Dengan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang semakin meningkat, bisa dipastikan kebutuhan minyak Indonesia akan terus meningkat. Dampaknya, ketergantungan terhadap suplai energi dari luar negeri meningkat, dan ketahanan energi semakin tergerus.
ADVERTISEMENT
Pertamina di bawah Elia Manik sesungguhnya menyadari problem mendasar di bidang energi. Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Di dalam negeri fokusnya adalah peremajaan kilang-kilang yang ada, serta membangun beberapa kilang baru.
Selain mengoptimalkan sumber-sumber minyak di dalam negeri, upaya berburu minyak di luar negeri juga merupakan strategi penting dalam mengamankan ketahanan energi nasional. Saat ini, 25% cadangan minyak dan gas Pertamina berasal dari operasi di 12 negara, termasuk Aljazair, Gabon, dan Tanzania.
Ekspansi Pertamina tersebut diakui masih sangat kecil dibanding perusahaan-perusahaan minyak internasional lainnya. Kapasitas Pertamina baik secara finansial maupun operasional masih jauh tertinggal, bahkan dibandingkan Petronas Malaysia maupun PTT Thailand.
Karena itu, menjadi suatu keniscayaan bagi Pertamina untuk terus tumbuh. Sayangnya, upaya tumbuh ini tidak mudah. Sebagai perusahaan pelat merah di bidang yang sangat strategis ini, kalkulasi bisnis bukanlah satu-satunya menjadi patokan.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor non-bisnis, bahkan faktor politis lainnya yang mempengaruhi keputusan Pertamina. Hal ini yang menyebabkan gerak Pertamina untuk tumbuh terbatas.
Elia Massa Manik di depan peserta Diklat Sesdilu, Kementerian Luar Negeri (6/4) menyampaikan bahwa yang paling mendasar dalam problem ketahanan energi Indonesia adalah bagaimana mengubah mindset. Pola pikir masyarakat dan bangsa Indonesia harus berubah sehingga muncul kesadaran bahwa tanpa langkah nyata maka Indonesia akan segera berada di jurang krisis energi.
Terlepas dari apa motif pergantian direksi Pertamina, sudah saatnya problem ketahanan energi menjadi prioritas mendesak Pemerintah dan seluruh bangsa. Sayangnya, dua tahun kedepan energi bangsa ini akan tercurah pada politik, politik, dan politik.
***