Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
El Nino, Cirata dan COP28 Dubai
20 Desember 2023 7:49 WIB
Tulisan dari Adi Wibowo AS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Heat and High Tech. Panas dan Teknologi tinggi. Hal itu identik dengan nama-nama di atas dan menjadi irisan atau benang merah mereka. “Fan Dies at Taylor Swift Concert in Rio’s Extreme Heat”, sebuah judul berita di media online NYTimes.com pada 18 November 2023, menjadi contoh ekstrim terbaru efek panas dari El Nino. Gelombang panas mencapai 60 derajat celcius di Rio de Janeiro Brazil ketika konser itu digelar. Sejatinya, dampak El Nino dapat dihadapi dengan teknologi modifikasi cuaca. Sedangkan untuk data prediksi dan durasi El Nino yang diperlukan pemerintah selaku pengambil kebijakan terkait perubahan iklim, teknologi terkini dinilai bisa semakin bermanfaat. Yoo-Geun Ham dari Chonnam National University Korea Selatan beserta 2 koleganya dari Nanjing University dan Chinese Academy of Sciences Cina pada 2019 bahkan sudah menggunakan teknologi “Deep Learning Convolutional Neural Network” dan berhasil meningkatkan akurasi dan prediksi terjadinya El Nino menjadi 18 bulan lebih awal, dari sebelumnya 9 bulan.
ADVERTISEMENT
Kita beralih ke Indonesia, menuju sebuah waduk di Purwakarta bernama Cirata. Di sana terhampar sebuah proyek strategis nasional berskala internasional. Proyek itu dinamakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS Terapung) Cirata. Presiden Joko Widodo meresmikannya pada 9 November 2023. PLTS dengan kapasitas 192 Megawatt hasil kerjasama PT. PLN melalui PLN Nusantara Power dan Masdar dari Uni Emirat Arab (UAE) itu menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia setelah PLTS
(320 Megawatt) di Cina dan Omkareshwar (278 Megawatt) di India.
Rangkaian Solar Panel yang menyerap panas matahari untuk dikonversi menjadi listrik itu baru memanfaatkan 200 hektar atau setara 4% dari permukaan waduk. Masih terdapat 800 hektar atau 16% permukaan waduk yang dapat digunakan untuk peningkatan kapasitas PLTS tersebut di masa depan. Proyek Join Venture yang dimulai dengan MOU sejak 2017 dan diestimasi dapat mengurangi emisi karbon sebesar 214.000 ton per tahun itu kiranya layak dinobatkan sebagai tonggak dekarbonisasi kelistrikan sekaligus ikon Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada awal desember ini stakeholder pembangunan ekosistem untuk akselerasi EBT Indonesia, mendapat kabar gembira selepas perhelatan COP28 di Dubai Uni Emirat Arab, sebuah negara padang pasir modern dengan rerata suhu 40 derajat Celsius di musim panas. PT PLN selaku lokomotif transisi energi di Indonesia berhasil mengantongi 14 kerjasama tingkat global selama ajang Konferensi Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-28 yang dihadiri 198 negara pada 30 November-12 Desember 2023 itu.
Beberapa diantaranya yaitu komitmen Masdar dan PLN untuk mengadakan kajian bersama untuk peningkatan kapasitas PLTS terapung Cirata dan Penandatanganan Kesepakatan dengan Asian Development Bank (ADB) dalam program pemensiunan dini/ suntik mati operasional PLTU batubara Cirebon-1 pada akhir 2035 dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM). Sebuah platform pembiayaan campuran antara publik dan swasta untuk mendorong transisi energi yang adil dan terjangkau yang sebelumnya dilaunching Menteri Keuangan RI pada Side Event G20 di Bali tahun 2022.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan beberapa hal yang menjadi komitmen kuat Indonesia dalam rangkaian kegiatan COP28 Dubai. Dalam pertemuan dengan Executive Director of Green Climate Fund (GCF), Menkeu mengajukan keinginan Indonesia untuk menjadi salah satu Board Member GCF. Dengan menjadi Board Member diharapkan Indonesia mampu menjadi pendorong bagi pendanaan GCV yang semakin inovatif dan solutif serta menjadi jembatan distribusi dana yang adil dan terjangkau di kawasan Asia Pasifik.
Pada Ministerial Meeting the Coalition of Finance Ministers for Climate yang menjadi agenda utama Menkeu pada COP28, Menkeu berbagi pengalaman Indonesia terkait ETM dan Just Energy Transition Partnership/ JETP. Menkeu menegaskan peran penting pendanaan dalam komitmen terkait agenda iklim dan kebutuhan akan pendanaan sektor swasta sangat penting untuk mensupport pendanaan dari sektor publik. Pada pertemuan lainnya terkait kredit karbon, Menkeu menekankan bahwa Indonesia memiliki potensi kredit karbon sebesar 1,3 Gigaton CO2 setara dengan Rp.3.000 triliun dan berpeluang menjadi supplier utama kredit karbon di dunia.
ADVERTISEMENT
Kita flashback sejenak. Carbon fund itu nyata. Pada 21 Februari 2023, Pemerintah provinsi Kalimantan Timur menerima dana insentif sebesar USD 20,9 Juta setara dengan 313 miliar rupiah dari Bank Dunia melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Dana tersebut merupakan insentif atas kinerja Pemprov dalam menurunkan emisi karbon antara Juni 2019 sampai Oktober 2022 melalui program Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Berbasis Lahan, dengan Skema Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan / Forest Carbon Partnership Facility (FCPF). Perjanjian Pembayaran Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (Emission Reduction Payment Agreement/ ERPA) yang ditandatangani Desember 2020 itu menyepakati dana insentif sebesar USD 110 juta untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon pada periode juni 2019 sampai 2024.
ADVERTISEMENT
Ada sebuah kabar baik lainnya, sebuah BUMN penghasil kredit karbon mengambil langkah strategis ekspansi bisnis di awal tahun 2023 sebagai upaya mendukung pencapaian target Paris Agreement yaitu pencapaian 23% Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 dan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk berhasil memperoleh fresh money sebesar Rp.9,05 triliun melalui penawaran saham perdana/ IPO di lantai Bursa Efek Indonesia pada 24 Februari 2023. Dana segar tersebut dialokasikan untuk belanja modal peningkatan kapasitas produksi menjadi 2 kali lipat atau 1,2 Gigawatt dalam 5 tahun ke depan.
Aksi BUMN geotermal itu nampaknya bisa kita anggap sebagai salah satu efek positif atas pengesahan regulasi terkait implementasi EBT. Regulasi itu antara lain, UU no. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan yang mengatur terkait pajak karbon dan Peraturan Presiden no. 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional Dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional. Beberapa kebijakan spesifik terkait juga diberikan sebagai stimulus percepatan transisi energi terbarukan termasuk panas bumi. Kebijakan itu berupa pembebasan bea impor dan PPN barang impor untuk kegiatan panas bumi, pembebasan PBB hingga 100% selama tahap eksplorasi untuk fasilitas panas bumi dan tax holiday untuk proyek pembangkit listrik energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
And finally, another carbon related milestone successfully accomplished. Bursa Efek Indonesia secara resmi mencatatkan perdagangan karbon perdana pada 26 september 2023 dengan total transaksi sebesar 32,01 miliar rupiah. Beberapa pihak yang menjadi penyedia unit karbon yaitu Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) yang menyediakan Unit Karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Sedangkan pihak pembeli diantaranya yaitu Bank BCA, Mandiri, CIMB Niaga, BNI Sekuritas, PT Pama Persada, PT PelitaAir dan PT Pertamina Patra Niaga. Konsep perdagangan bursa karbon dirancang untuk jual beli sertifikat karbon antara entitas yang menghasilkan emisi karbondioksida dalam jumlah sedikit dan menjual kredit karbon kepada perusahaan yang menghasilkan banyak karbondioksida. Sebelum diperdagangkan di bursa, terdapat beberapa tahapan yang wajib dipenuhi antara lain penyediaan unit karbon, registrasi, verifikasi, sertifikasi dan pembuktian keabsahan. Diharapkan bursa karbon Indonesia mampu menjadi salah satu yang terbesar dan terpenting di dunia mengingat besarnya potensi, baik dari sisi volume maupun keragaman unit karbonnya.
ADVERTISEMENT
Sekarang mari kita lihat “the elephant in the room”. Sektor apa saja penghasil emisi karbon terbesar penyebab tingginya gas rumah kaca/ Green House Gas (GHG) di Indonesia mencapai 1,24 Gigaton setara karbondioksida (Gt CO2e) pada tahun 2022, terbesar ketujuh di dunia. Dilansir dari Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR), sektor itu antara lain energi (meliputi kelistrikan, industri dan transportasi) sebagai penghasil emisi terbesar sejumlah 717 juta ton, diikuti sektor kehutanan dan lahan/ Forestry and Other Land Use (FOLU) sebesar 221 juta ton.
Statistik ini secara tersirat menggambarkan ketergantungan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sektor primer/ Sumber Daya Alam. Bahkan data BPS menunjukkan bahwa ekspor batubara Indonesia mencapai 309 juta ton pada periode Januari-Oktober 2023 dan CPO atau minyak sawit dapat mencapai 45 juta ton sampai akhir tahun 2023. Menjadikan Indonesia sebagai eksportir nomor 1 di dunia untuk dua komoditas utama tersebut. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk berpikir keras agar bisa mengharmonisasikan prioritas pembangunan ekonomi dengan kewajiban aksi perubahan iklim yang membutuhkan pendanaan dengan nilai fantastis.
ADVERTISEMENT
Di gelaran COP28 Dubai, Presiden Jokowi mengatakan Indonesia butuh investasi USD 1 triliun untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060. Jauh sebelum itu, pada acara Indonesian Green Summit tahun 2021, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa dibutuhkan investasi sebesar Rp. 4.520 triliun untuk mencapai target penurunan Gas Rumah Kaca di tahun 2030. Utamanya dana fantastis itu diperlukan untuk pembangunan jaringan pembangkit listrik energi terbarukan berkapasitas hingga 768 Gigawatt sekaligus infrastruktur tranmisi-nya. Selanjutnya untuk pemulihan fungsi hutan nasional, hutan rawa maupun hutan mangrove yang rusak atau hilang seluas puluhan juta hektar yang berfungsi sebagai penyimpan emisi karbon alami/ natural carbon storage. Yang ketiga adalah jaringan transportasi publik berbasis listrik serta penyediaan bangunan hijau atau bangunan ramah lingkungan dan minim emisi karbon (green building).
ADVERTISEMENT
Bamboo Dome di Apurva Kempinski Nusa Dua Bali, sebuah green building penting nan eksotis. Mahakarya arsitektur berbahan bambu yang menjadi salah satu venue santap siang para kepala negara di gelaran KTT G20 Bali. Pada momen KTT G20 ini juga inisiatif baru untuk pendanaan transisi energi diresmikan. Yang pertama adalah Just Energy Transition Partnership (JETP) dengan nilai komitmen USD20 miliar setara Rp.310 triliun dan Energy Transition Mechanism (ETM) sebesar USD 250-300 juta setara Rp.3,87 triliun. Skema pendanaan transisi energi inisiasi negara G7 ini diharapkan efektif mempercepat aksi iklim Indonesia.
Setahun kemudian komitmen di Bali itu akhirnya memasuki fase baru. Rencana investasi dan Kebijakan Komprehensif JETP resmi diluncurkan pada 21 november 2023. Setidaknya terdapat 8 proyek PLTA, 9 proyek PLT Geotermal, 9 proyek PLT Bioenergi, 7 proyek PLTS dan 5 proyek PLT Angin di seluruh Indonesia yang menjadi proyek unggulan JETP bernilai total Rp.333.05 triliun. Diharapkan implementasi pembangkit listrik energi terbarukan ini akan mampu menaikkan bauran PLT EBT menjadi 44% pada 2030. Sebuah target ambisius yang harus didukung semua stakeholder untuk diimplementasikan. Per tahun 2022 sendiri, bauran EBT hanya mencapai 14,1%. Jauh dari angka yang ditargetkan Kementerian ESDM sebesar 23% pada tahun 2025. Satu hal yang pasti, proyek JETP itu akan sangat bermanfaat bagi produsen listrik swasta (independent power producer/IPP). Geliat pertumbuhan ekonomi hijau/ green economy sepertinya akan segera mendapatkan momentum untuk bersinar.
ADVERTISEMENT
Tahun 2023 harus menjadi momentum Indonesia dalam implementasi transisi menuju ekonomi hijau yang adil dan terjangkau. Suhu bumi meningkat dengan rerata 1,46 derajat Celsius hingga dinobatkan oleh PBB sebagai tahun terpanas sejak sejak periode 1850-1900. Ini adalah alarm bahaya seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Berbagai capaian pemerintah terkait aksi iklim sesuai komitmen NDC patut diapresiasi sekaligus didukung lebih massif. Yang paling utama, pemerintah harus mendapatkan dukungan politik yang kuat dari seluruh stakeholder.
Dengan demikian pemerintah dapat segera menerbitkan regulasi strategis seperti kebijakan fiskal, skala prioritas pembangunan, tata kelola SDA dan kebijakan subsidi yang tepat dan seimbang untuk mendukung aksi mitigasi perubahan iklim. Fokus dan prioritas juga harus diarahkan pada penghentian pembangunan PLTU batubara, menggalakkan reboisasi hutan, gambut dan mangrove serta penyediaan transportasi publik berbasis listrik. Beberapa hal mendasar tadi nampaknya rencana aksi yang paling efektif untuk bisa langsung berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon.
ADVERTISEMENT
Kini sosialisasi kepada masyarakat dan dunia swasta untuk adaptasi kebiasaan baru untuk hidup ramah lingkungan, menjadi semakin urgen untuk dilakukan. Kebiasaan itu dapat berupa gaya hidup hemat listrik, memanfaatkan transportasi publik, menghabiskan makanan, membeli pakaian secukupnya dan menanam pohon. Aksi-aksi kecil itu dalam jangka panjang diyakini akan mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi, industri dan pertanian secara signifikan. Semoga kita bisa bersama-sama membangun budaya ramah lingkungan dan ikut mencegah dampak mengerikan perubahan iklim. Sejatinya kita sedang meminjam bumi ini dari generasi anak cucu kita di masa depan dan mungkin kita adalah generasi pertama yang merasakan efek perubahan iklim sekaligus generasi terakhir yang akan mampu mengatasinya.