Konten dari Pengguna

Minim Literasi Digital, Mudah Terpapar Hoaks: Siapa yang Harus Bertindak?

Muhammad Surya Farhan
Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang.
22 April 2025 15:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Surya Farhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
penyebaran hoaks atau berita palsu yang masif (sumber:https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
penyebaran hoaks atau berita palsu yang masif (sumber:https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Di era digital saat ini, informasi menyebar begitu cepat dan luas. Setiap orang bisa menjadi pembuat dan penyebar berita hanya dengan satu klik. Sayangnya, hal ini juga membuka ruang bagi penyebaran hoaks dan disinformasi. Untuk itu, para ahli menegaskan bahwa literasi digital adalah langkah strategis paling penting dalam menjaga kualitas dan kredibilitas informasi yang beredar di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut Dita Lestari, seorang pakar komunikasi dari Universitas Nasional, banyak masyarakat masih belum paham cara membedakan antara berita yang valid dan berita palsu. “Bukan karena mereka tidak peduli, tapi karena memang belum memiliki kemampuan kritis dalam memfilter informasi. Literasi digital itu harus dibangun secara terus-menerus,” ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (12/4).
Literasi digital bukan sekadar bisa menggunakan teknologi, tapi juga memahami cara kerja informasi—mulai dari cara memverifikasi sumber hingga mengenali ciri-ciri berita bohong. Edukasi bisa dilakukan sejak bangku sekolah, lewat pelatihan komunitas, bahkan melalui konten edukatif di media sosial.
Di sisi lain, media massa juga berperan penting dalam menyajikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab. Proses cek fakta (fact-checking) harus menjadi standar utama dalam penyajian berita. Platform seperti CekFakta.com, Mafindo, dan TurnBackHoax.id telah membantu masyarakat dalam mengecek kebenaran berita yang beredar, dan patut didukung keberadaannya.
ADVERTISEMENT
Selain masyarakat dan media, pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan iklim informasi yang sehat. Regulasi yang dibuat seharusnya tidak membatasi kebebasan berekspresi, namun mampu mendorong penyebaran informasi yang terbuka, transparan, dan edukatif.
Platform digital seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan Facebook juga diminta untuk lebih aktif dalam menyaring dan mengendalikan konten, terutama yang bersifat provokatif, menyesatkan, atau belum terverifikasi. Beberapa langkah seperti pemberian label peringatan dan pemblokiran konten hoaks sudah mulai diterapkan, namun masih perlu diperkuat dan diperluas.
Menangani hoaks bukanlah tugas satu pihak saja. Kolaborasi antara masyarakat, media, pemerintah, dan platform digital adalah kunci utama. Semua pihak harus bergerak bersama dalam menciptakan ekosistem informasi yang kredibel dan sehat.
ADVERTISEMENT
“Informasi yang keliru bisa menyesatkan bahkan membahayakan masyarakat. Maka dari itu, kita semua punya tanggung jawab untuk menyaring, memverifikasi, dan membagikan informasi yang benar,” tutup Dita.