Kesampingkan Politik BRIN, Nantikan Kiprah Riset dan Inovasi Nasional

Surya Pratama S
Koordinator Humas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bonsai Planters&BettaFish Breeders
Konten dari Pengguna
29 April 2021 11:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Surya Pratama S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi teknologi. | Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teknologi. | Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
Negara seakan menunjukkan komitmennya pada kemajuan pengembangan riset. Hal ini ditunjukkan dengan kehadiran Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
ADVERTISEMENT
Jika dahulu mendiang Presiden ketiga Republik Indonesia, BJ Habibie, membentuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), guna menghadirkan inovasi teknologi sebagai upaya agar Bangsa Indonesia dapat terus berdaulat, maka saat ini Presiden RI kelima Megawati, menggagas adanya BRIN.
Dari berbagai sumber menyebut bahwa Megawati terus mendorong konsep pembangunan dengan membumikan Pancasila dalam bidang kehidupan maupun mental.
"Konsep ini cetak biru Indonesia menjadi negara industri maju, rakyat sebagai subjek pembangunan nasional," katanya dalam HUT ke-46 PDIP di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/1/2019). Megawati kala itu memaparkan visi misi PDI Perjuangan yang diberi nama 'Pembangunan Nasional Berdiri di Atas Kaki Sendiri'.
Megawati Soekarnoputri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Pembentukan BRIN berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek. Sejak dua tahun itu, barulah BRIN muncul sebagai badan otonom, setelah sebelumnya berada dalam nomenklatur Kemenristek BRIN.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui bahwa pada awal April 2021, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dilebur ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Keputusan tersebut disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna.
Hal itupun sontak menjadi pro dan kontra di berbagai kalangan. Sebagian menganggap kemunculan BRIN akan menjadi harapan baru kemajuan bangsa. Sementara lainnya menyebut BRIN hanyalah didorong ambisi politis.
Mengesampingkan pro dan kontra tersebut, sudah selayaknya kita mendukung itikad baik para pemimpin bangsa, yang membentuk BRIN dengan tujuan untuk menjadi penyedia infrastruktur riset berbagai bidang, utamanya untuk meningkatkan nilai tambah kekayaan sumber daya alam lokal demi peningkatan ekonomi nasional.
Sebuah harapan tentunya, bagi setiap bangsa untuk bangkit dari terjangan wabah Covid-19, untuk melakukan recovery dari aspek ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo sempat meminta kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk menjadi otak pemulihan ekonomi. Hal itu dikatakan oleh presiden saat membuka Rakernas BPPT di Istana Negara, awal Maret 2021.
Lantas akan seperti apa kompetisi antar lembaga pemerintah dalam mendorong kemajuan inovasi teknologi di tanah air. Tentunya kita semua sangat menantikan hal baik dari setiap kebijakan.

Berdaulat dengan Inovasi Sendiri

Bicara inovasi teknologi, pasti identik dengan Bapak Teknologi Indonesia, Prof. BJ Habibie. Kedaulatan negara menjadi marwah BPPT saat dibentuk Tahun 1978 olehnya.
Mantan presiden BJ Habibie menunjukan foto dirinya bersama pesawat hasil karyanya N-250 'Gatotkaca' usai membuka pameran foto 'Cinta Sang Inspirator Bangsa Kepada Negeri' di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Minggu (24/7/2016). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dalam berbagai bukunya, kisah Habibie identik dengan semangatnya dalam menciptakan lompatan-lompatan besar dalam pembangunan. Dengan tujuan agar republik merah putih ini, dapat memenuhi sebagian besar kebutuhannya, dengan produk yang diproduksi oleh industri dalam negeri, yang didukung kebijakan strategis pemerintah.
ADVERTISEMENT
Hal itu tersirat dalam pernyataan Habibie dalam buku Gelombang Transformasi Teknologi Nasional. Pemikiran ala filsafat yang dicetusnya adalah, Berawal di Akhir, dan Berakhir di Awal. Maknanya yaitu, bahwa proses penciptaan sebuah inovasi, tidak mesti berawal dari riset awal. Melainkan dengan merekayasa ulang produk buatan industri negara maju, dan merancang bangun kembali produk tersebut di tanah air, hingga dapat diproduksi sendiri oleh industri lokal.
Upaya tersebut dicontohkan mendiang dalam penciptaan pesawat terbang N-250 Gatotkaca, hingga berhasil terbang perdana pada 10 Agustus 1995, atau seminggu menjelang peringatan HUT RI ke-50, dan juga 17 Tahun BPPT.

Amati Tiru Modifikasi

Supaya memudahkan dalam memahami kalimat Berawal di Akhir, dan Berakhir di Awal, kita bisa metafora-kan dengan ungkapan kekinian yakni, Amati Tiru Modifikasi.
ADVERTISEMENT
Saat itu, rancang bangun pesawat N250 Gatotkaca, berawal dengan mengamati pesawat CASA 212 buatan Spanyol, yang hanya memiliki kapasitas 20 penumpang.
Dari situ, engineer atau perekayasa Indonesia, bekerja sama dengan pihak CASA untuk melakukan rancang bangun pesawat CN-235. CN-235 adalah akronim dari CN yang artinya kerja sama Casa dan Nusantara, sementara kode 235 menjelaskan tipe pesawat dengan 2 Mesin, dan berkapasitas 35 Penumpang. Inilah yang kita bisa sebut tahapan Tiru dan kemudian Modifikasi, dengan komponen buatan industri dirgantara nasional.
Setelah CN-235, penguasaan teknologi semakin ditingkatkan, hingga akhirnya lahirlah pesawat Gatotkaca N-250, yang diakui sebagai buatan Indonesia sepenuhnya. N-250 pun akronim diartikan bahwa kode N adalah Nusantara, dengan 2 Mesin, berkapasitas 50 Penumpang.
ADVERTISEMENT
Momentum keberhasilan itupun hingga kini diperingati sebagai Hakteknas atau Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, yang disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 1995.
Usai itu, Menteri urusan Ristek terus berganti, namun tak satupun dapat membuat karya monumental bagi negeri ini. Kini Kemenristek pun dilebur ke Kemdikbud, urusan Riset dan Inovasi pun ditumpukan kepada BRIN.
Sebagai anak bangsa, tentu kami hanya dapat bermunajat, semoga Indonesia dapat menunjukkan kapasitas daya saing berbasis produk dalam negeri. Semoga! (Surya)