Konten dari Pengguna

Konflik Pilkada

Suyito
dosen stisipol Raja haji Tanjung pinang
12 Maret 2018 12:42 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Suyito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konflik Pilkada
zoom-in-whitePerbesar
Dinamika politik lokal pasca rezim orde baru memang terasa geliatnya, apalagi praktek-praktek pilkada menjadi semarak karena memang elit politik yg menjadi aktor politik yg aktif berpolitik. tetapi fenomena konflik juga menjadi sesuatu yg tidak bisa dihindarkan dari rezim pilkada langsung yg berlangsung dari awal diberlakukannya sampai hari ini. seperti hasil riset The Habibie Centre, saat pilkada digelar 2005-2013 telah terjadi konflik pilkada yg skalanya cukup beragam yg terjadi di 10 provinsi di Indonesia. Data penelitian menunjukkan sedikitnya terdapat 585 kasus kekerasan dalam pemilukada yg akibatkan korban tewas 47 orang, cedera 510 orang, bangunan rusak 416 buah. kemudian Internasional Crisis Group dalam tahun 2010 mencatat sekitar 10% dari 200 Pilkada yg digelar sepanjang tahun 2010 diwarnai aksi kekerasan. seperti di Mojokerto, Jawa Timur,Tanah Toraja, dan Toli-Toli di Sulteng. ICG menyebutkan kekerasan dalam pilkada antara lain dipicu Lemahnya posisi penyelenggaraan Pemilu seperti KPU Kabupaten/kota dan Panwaslu.
ADVERTISEMENT
Fenomena hari ini ternyata masih juga terjadi dengan paradigma pilkada serentak, konflik seringkali dipicu oleh masalah data pemilih,Netralitas Penyelenggaraan pemilu dan kurangnya dari peserta pemilu patuh terhadap peraturan yg ada. kemudian ada juga konflik yg bersumber dari mobilisasi politik atas nama etnik,agama dan daerah. konflik juga bisa berasal dari kampanye negative antar pasang calon kepala daerah. Konflik juga bersumber dari premanisme politik dan pemaksaan kehendak, konflik juga bersumber dari manipulasi kecurangan suara hasil pemilukada dan perbedaan penafsiran trhdp aturan main. pasca pilkada konflik juga bisa terjadi konflik perbedaan penafsiran dari segi hukum atas hasil pemilihan dan juga konflik bisa juga terjadi adanya kelompok pendukung yg tdk menerima hasil pemilihan sehingga protes dan tindakan anarkis, hasil pemilihan yg cacat hukum dan adanya isyu politik uang dan lain sebagainya. Penting adanya mekanisme manajeman konflik dalam pengelolaan konflik tersebut. baik resolusi konflik secara non litigasi maupun secara litigasi. sehingga Pilkada damai tetap berlangsung sesuai dengan koridor demokrasi dan mampu melakukan konsolidasi demokrasi diranah publik....
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh Suyito, S.Sos, M.Si Dosen Stisipol Raja Haji Tanjung pinang