Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bank Sentral 4.0, Strategi Hadapi Inovasi Keuangan Digital
11 Februari 2020 20:07 WIB
Tulisan dari SWAONLINE tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bank Sentral 4.0, Strategi Hadapi Inovasi Keuangan Digital
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia (GBI), Perry Warjiyo, menyampaikan, Bank Sentral 4.0 merupakan salah satu strategi untuk mendorong inovasi dalam ekonomi dan keuangan digital. Selain itu, Bank Sentral 4.0 juga dinilai dapat memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta mempersempit kesenjangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Perry dalam kuliah umum di London School of Economics (LSE), London (11/02/2020) dengan tema “Diminishing Globalisation & Rising Digitalisation: Central Bank Policy Responses”.
Agenda tersebut dimoderatori oleh Prof. Hyun Bang Shin, Direktur dari Saw Swee Hock Souteast Asia Centre (SEAC) - LSE yang kali ini menjadi tuan rumah kuliah umum. Acara tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan akademisi dan praktisi keuangan di London.
Dalam kesempatan tersebut, GBI menyampaikan bahwa sinergi bauran kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan akan terus diperkuat untuk mendukung ketahanan ekonomi nasional.
“Sebagai dukungan BI dalam integrasi ekonomi dan keuangan digital secara nasional, BI telah menyusun arah kebijakan Sistem Pembayaran Indonesia ke depan melalui peluncuran Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025: Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital,” ujar Perry.
ADVERTISEMENT
Ia melanjutkan, perang dagang antara AS dan Tiongkok, dan kebijakan perdagangan global lainnya yang mencirikan tren penurunan globalisasi telah berdampak pada volume perdagangan dunia dan pertumbuhan ekonomi global. Di sisi lain, digitalisasi ekonomi dan keuangan telah merambah ke berbagai segmen ekonomi.
Ekonomi dan keuangan digital berkembang secara pesat dalam berbagai bentuk layanan keuangan fintech maupun layanan keuangan digital unbundling di luar bank maupun lembaga keuangan lainnya yang dapat berpotensi menciptakan shadow banking. Hal tersebut juga turut berdampak pada longgarnya mekanisme transmisi moneter, dan meningkatnya risiko terhadap stabilitas moneter dan keuangan.
“Perilaku pelaku ekonomi juga telah berubah terutama didorong oleh generasi milenial. Dua hal tersebut menjadi tantangan bagi bank sentral dalam memberikan respons guna menjaga stabilitas perekonomian,” tutur Perry.
ADVERTISEMENT
Editor : Eva Martha Rahayu
www.swa.co.id