Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Ralali.com, Online Marketplace dengan Potensi Besar
30 Agustus 2017 10:23 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Terinspirasi nama warung nasi kucing langganannya di Semarang, yaitu Ora Lali, Joseph Aditya mengembangkan situs e-commerce dengan nama Ralali.com (www.ralali.com). Namun, bisnis Ralali yang dikembangkan Aditya (panggilannya), jauh dari bisnis nasi kucing kesukaannya dulu. Ralali adalah online marketplace untuk kalangan korporasi (business-to-business/B2B) yang berfungsi sebagai mediator antara pembeli dan penyedia barang kategori maintenance, repair & operation (MRO). “Selama ini, banyak perusahaan cukup sulit mencari barang kebutuhan mereka, sehingga perlu rekanan. Lalu saya buat Ralali ini yang menggabungkan semua pemasok,” ujar Aditya, pendiri dan CEO Ralali.com.
ADVERTISEMENT
Bisnis e-commerce yang ditekuni Aditya, rupanya tak jauh dari pengalaman dia sebelumnya. Selama 8 tahun, Aditya berkarier di sebuah perusahaan lokal di bisnis peralatan uji dan pengukuran untuk industri bernama PT. Tridinamika Jaya Instrument. Di perusahaan ini, ia berkarier mulai dari sales representative hingga direktur pengelola.
Merasa sudah mencapai posisi tinggi di perusahaannya dan di sisi lain pengalamannya dirasa sudah cukup, Aditya memutuskan mengembangkan usaha sendiri di bidang e-commerce. Pada 2013 ia mendirikan Ralali.com, dengan bendera resmi PT Raksasa Laju Lintang. Pada masa awalnya, ia hanya dibantu oleh seorang operator, petugas peng-update web, dan seorang tenaga pemasaran. Uniknya, jenis e-commerce yang dipilihnya bukan menjual barang-barang konsumer, melainkan penyediaan barang kebutuhan industrial dan operasional perusahaan (MRO). Misalnya peralatan untuk cleaning service.
ADVERTISEMENT
“Jujur, awalnya ini iseng-iseng saja. Tapi ternyata responsnya sangat bagus,” kata lulusan Jurusan Commerce Management Deakin University, Australia ini. “Data terakhir, jumlah klien kami sudah di atas 20 ribu pelanggan, semuanya perusahaan,” ia menambahkan.
Menurut Aditya, keyakinannya terhadap bisnis yang dikembangkannya mulai muncul ketika ada pesanan pertama dari sebuah perusahaan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Nilai pesanannya sekitar Rp 200 juta. “Setelah ada order dari Ketapang, saya mulai benar-benar yakin bahwa (barang-barang) B2B juga bisa di-e-commerce-kan,” ungkap Aditya seraya tertawa. “Kami tanya mengapa mau menggunakan Ralali.com? Alasannya sangat sederhana: di Ketapang cukup sulit menemukan barang yang mereka cari sehingga adanya B2B e-commerce ini dinilai mereka sangat memudahkan,” ia menambahkan.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, bisnis Ralali.com terus berkembang. Tak lama kemudian, persisnya Juni 2014, Ralali mendapat pendanaan dari modal ventura asal Singapura, East Ventures. Pada Juni 2015, Ralali kembali mendapat funding sebesar US$ 2,5 juta dari dua investor ternama Jepang, yakni Beenoz Plaza dan Cyber Agent Ventures.
Saat ini, diklaim Aditya, Ralali.com memasarkan lebih dari 700 subkategori barang, seperti alat kesehatan, perlengkapan laboratorium, alat ukur dan inspeksi, alat pembersih, peralatan keselamatan, peralatan listrik, peralatan otomotif dan lain-lain. Total, lebih dari 50 ribu stock keeping unit dari 500-an merek. Jumlah pengunjung dari kalangan bisnis lebih dari 30 ribu user per bulan.
“Jika dilihat dari nilai bisnis, kami sudah tumbuh 10 kali lipat,” ujar Aditya. Adapun jumlah SDM, dari hanya berempat, saat ini sudah berjumlah 150 orang. Nilai rata-rata untuk order berkisar Rp 8-15 juta per order. Bahkan, Ralali.com pernah mengirim crane seharga Rp 1,5 miliar. Untuk pengiriman barang, Ralali bekerja sama dengan beberapa perusahaan jasa logistik.
ADVERTISEMENT
Menurut Aditya, ada beberapa hal yang membuat Ralali.com mendapat kepercayaan pasar. Antara lain, harga barang yang ditawarkan transparan karena melampirkan harganya. Model pembayarannya pun berbeda dari e-commerce pada umumnya yang tinggal menggunakan kartu kredit atau transfer. Maklumlah, pada transaksi di Ralali, bisa saja yang memesan dan yang akan membayar berbeda. Pasalnya, ini untuk kebutuhan bisnis atau perusahaan. Selain itu, untuk transaksi yang nilainya besar, ada term of payment-nya, misalnya wajib down payment 50% dulu.
Menurut Aditya, untuk urusan promosi pihaknya melakukan kombinasi: online dan offline. Berbagai kampanye dan acara pun digelar, walaupun lebih sebagai sponsor resmi dari suatu acara, seperti manufacturing expo. “Hampir semua ekspo di Indonesia yang berhubungan dengan pameran industri, kami ikuti,” ucap Aditya.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, diakui Aditya, ada beberapa kendala atau tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan B2B e-commerce MRO ini. Antara lain, penyediaan barang melibatkan banyak pihak, sehingga harga terus berubah. Selain itu, ketersediaan barang dan kecepatan pengiriman juga menjadi tantangan bagi Ralali.com, yang terkait dengan masalah infrastruktur.
Aditya menilai bisnis B2B MRO ini sangat cocok untuk wilayah di luar Jakarta yang sulit menemukan barang-barang untuk perusahaan. Hanya saja, infrastruktur di luar Jakarta masih sering menjadi kendala. Misalnya, ada kendala koneksi Internet dan pengiriman. Karenanya, Ralali.com membuka pusat distribusi di Balikpapan. “Model bisnis seperti Ralali ini masih baru. Tetapi kami yakin, ketika kami melakukan sesuatu dengan tujuan benar, maka akan ada jalan,” ujar Aditya. “Ke depan, kami akan luncurkan versi mobile app. Sebab, sekitar 60% visitor kami menggunakan fasilitas mobile,” ia menambahkan.
ADVERTISEMENT
Kejelian Aditya masuk ke bisnis B2B e-commerce untuk barang-barang MRO diacungi jempol oleh praktisi TI Subhan Novianda. Menurut CEO Basajans Solution ini, Aditya masuk ke bisnis yang belum banyak pemainnya. Padahal, potensi bisnisnya sangat besar. Lembaga riset Frost & Sullivan memperkirakan, pada 2020 B2B e-commerce akan dua kali lebih besar dari B2C e-commerce. Nilai B2B e-commerce mencapai US$ 6,7 triliun, sedangkan B2C e-commerce US$ 3,2 triliun. Sementara itu, Forrester Research memperkirakan tahun ini B2B e-commerce di Amerika Serikat besarnya sudah mencapai US$ 780 miliar, dua kali lipat dari B2C.
Toh, Subhan menyarankan Ralali.com untuk mendefinisikan dulu pasar (market) dan sumber (source)-nya. Apakah ingin menjadi marketplace dengan target pasar Indonesia saja atau pasar global, dan apakah sourcing-nya hanya dari pemasok Indonesia, atau ingin merambah ke pemasok dari luar negeri. “Tapi, sebaiknya Ralali fokus dulu ke pasar Indonesia, dengan pemasok dari Indonesia,” ia menyarankan. “Atau, bikin B2B marketplace untuk pasar luar dengan barang-barang Indonesia yang lebih murah atau tidak mudah didapatkan dari luar Indonesia,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Subhan juga mengingatkan bahwa karakter dan kebutuhan B2B tentunya berbeda dari B2C. Dari sisi pembeli, mereka merupakan pembeli korporat, sehingga bisa saja satu akun memiliki tiga contact person. Cara bayarnya, selain bisa dengan kartu kredit atau transfer, juga mesti ada term of payment. Sebab, kebanyakan pelanggan B2B mengharapkan adanya tenggang pembayaran 30-90 hari. Misalnya, Alibaba.com mempunyai fasilitas e-CreditLine, bekerja sama dengan Bank of China.
Menurut Subhan, Ralali.com juga perlu menjalin kerja sama dengan penyedia jasa logistik, tetapi tetap memiliki tim logistik sendiri untuk mengelola dan memonitor semua pengiriman barang. “Ini sangat penting. Bukan hanya masalah customer satisfaction, tetapi juga menyangkut biaya dan sangat menentukan untung dan rugi dari transaksi tersebut,” ujar Subhan mengingatkan. “Jadi, akan lebih baik jika Ralali memperkuat logistiknya,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
A. Mohammad B.S. & Nerissa Arviana