Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Peningkatan Cakupan Pemberian ASI Eksklusif, Kunci Strategis Kesehatan Anak
6 November 2024 13:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari swasti setyorini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jam istirahat menjadi waktu yang ditunggu setiap orang, terlebih oleh rekan kerja saya seorang “ibu baru” sebut saja namanya Ani. Ani begegas menuju ke ruangan penitipan anak untuk menyusui bayinya yang masih berusia 3,5 bulan. Dia terpaksa membawa bayinya ke kantor agar bisa memberikan full ASI eksklusif. Kondisi bayinya hanya bisa menyusu langsung (direct breasfeeding) dan tidak optimal jika menggunakan media lain seperti sendok/pipet. Sungguh terharu melihat perjuangan Ani, terlebih untuk mendapatkan buah hati, beliau masuk kategori ibu hamil berisiko ditambah jarak rumah ke kantor yang lumayan jauh.
ADVERTISEMENT
Tak dapat dipungkiri bayi yang ditinggal bekerja diusianya yang baru menginjak 3 bulan sebenarnya sangat membutuhkan kehadiran dan pelukan seorang ibu apalagi bayi tersebut baru beradaptasi dengan kehidupan baru di dunia. Menyusui menjadi momen yang paling membahagiakan bagi seorang ibu. Kesuksesan menyusui bayi minimal dalam enam bulan pertama kehidupan anak akan sangat menentukan kelanjutan tumbuh kembangnya sekaligus membangun kedekatan ibu dengan anak.
Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat banyak, di antaranya agar bayi lebih sehat dan cerdas, meningkatkan daya tahan tubuh bayi, menjaga berat badan ideal pada bayi dan mencegah stunting, mencegah terjadinya SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) atau kematian bayi mendadak serta membangun ikatan yang kuat antara ibu dan anak. Adapun jika bayi tidak diberi ASI eksklusif tentunya akan ada beberapa risiko di antaranya rentan terhadap masalah gizi, penyakit infeksi, penyakit kronis di kemudian hari, gangguan emosi seperti mudah stres, depresi, cemas dan gangguan emosional lain saat besar (Kemenkes, 2024)
ADVERTISEMENT
Besarnya manfaat dari pemberian ASI eksklusif dan risiko jika ibu tidak memberikan ASI serta mengingat jangka waktu menyusui eksklusif yang hanya sebentar yaitu enam bulan tentunya sangat disayangkan jika momen menyusui eksklusif tidak berhasil diwujudkan.
Menyusui bayi, apalagi menyusui eksklusif ternyata tidak semudah yang dibayangkan, banyak tantangan dan hambatan yang mempengaruhi keberhasilan menyusui. Belum tingginya cakupan ASI eksklusif di Indonesia seharusnya menjadi evaluasi, mengapa dalam beberapa tahun cakupan menyusui eksklusif di Indonesia belum mencapai angka 80 % apalagi 90% keatas, padahal masa menyusui eksklusif hanya berlangsung selama periode tertentu saja.
Hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, pemberian ASI eksklusif pada bayi sebanyak 68,6 %. Ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga dan pendidikan ibu semakin tinggi juga proporsi pemberian ASI. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengurangi resiko kematian pada bayi melalui kunjungan neonatal juga sangat diperlukan. Kunjungan neonatal merupakan kunjungan pada bayi baru lahir usia 0 - 28 hari untuk mendapatkan pelayanan neonatal sesuai standar. Proposi kunjungan neonatal 1 (6-48 jam) yaitu 87,6 %, kunjungan neonatal 2 (3-7 hari) yaitu 67,9 %, proporsi kunjungan neonatal 3 (8-28 hari) sebesar 45 % dan proporsi kunjungan neonatal lengkap sebesar 40,5 %. Kunjungan neonatal bisa dimanfaatkan untuk memantau pertumbuhan bayi dan balita serta mengetahui jika ada kesulitan menyusui. Cakupan pemberian ASI eksklusif harus terus diupayakan meningkat, begitu juga dengan kunjungan neonatal.
ADVERTISEMENT
WHO, UNICEF, serta Kementerian Kesehatan telah mendukung Kampanye Pekan ASI sedunia yang dilaksanakan pada pekan pertama bulan Agustus setiap tahunnya. Kampanye Pekan ASI menekankan sebuah pesan penting dengan tema Bersama-sama, dukung ibu sukses menyusui dan bekerja. Sehingga, perempuan seharusnya bisa menyusui bayi dengan tenang sekalipun statusnya adalah pekerja.
Cuti melahirkan seharunya dapat diberikan minimal selama 18 minggu (4,5 bulan), idealnya lebih dari 6 bulan. Selain itu kebijakan yang mendukung keberhasilan menyusui di tempat kerja harus terus diupayakan. Pemberian cuti melahirkan minimal 4,5 bulan bagi ibu melahirkan ini bukan tanpa dasar. Jika kita lihat kenyataan yang ada, bahwa saat ini cuti bersalin yang berlaku masih 3 bulan. Kebanyakan para ibu akan berusaha mengambil cuti H-beberapa hari saja sebelum melahirkan dengan harapan punya lebih banyak waktu menyusui setelah melahirkan dan sebelum kembali bekerja. Kenyataannya pada trimester 3 kehamilan merupakan masa-masa yang rawan dan penting sekali bagi ibu untuk beristirahat mempersiapkan kehamilannya. Atas dasar keinginan ibu yang besar untuk bisa lebih lama menyusui bayinya, ibu rela tetap berangkat kerja saat usia kehamilan sudah masuk 9 bulan, tak jarang ibu terpaksa berdesakan naik kendaraan umum, belum lagi kondisinya yang harus menyelesaikan pekerjaan di tempatnya bekerja, belum lagi jika pemberi kerja tidak membedakan beban kerja antara pegawainya yang sedang hamil dengan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Sering penulis melihat ibu hamil besar (trimester 3) masih berada di halte busway/ mrt/stasiun kereta untuk berangkat atau pulang kerja, sekalipun mendapat kursi dan antrian prioritas, tetap saja perjalanan ibu tersebut penuh risiko apalagi perpindahan antar koridor terkadang cukup jauh. Selain itu penulis juga pernah mendengar langsung dari salah satu ibu menyusui bahwa ia harus segera masuk kerja padahal baru dua bulan masa cuti bersalinnya dikarenakan pekerjaan sudah menunggu diselesaikan. Hal ini perlu diperhatikan juga oleh kantor/perusahaan bahwa ibu yang cuti melahirkan sudah seharusnya ada personil yang menggantikan pekerjaannya selama cuti, bukan pekerjaannya dirapel saat ibu masuk. Hal ini tentunya untuk membuat ibu tenang selama masa menyusui dan tidak dikejar dengan beban pekerjaan. Sepenting apapun pekerjaan dan peran ibu dalam pekerjaannya, masa menyusui bayi tidak bisa ditunda dan digantikan.
ADVERTISEMENT
Pemberian ASI secara langsung (direct breasfeeding) akan berbeda dengan pemberian ASI melalui media lain seperti sendok, pipet dll. Memisahkan bayi dan ibunya saat bayi baru berumur tiga bulan atau kurang tentunya akan memberikan dampak psikologis tersendiri baik bagi ibu maupun bayi. Bayi yang lahir baru beradaptasi dengan kehidupan barunya, bayi masih sangat memerlukan kehadiran dan pelukan ibu, yang sangat berbeda ketika digantikan dengan pemberian ASI melalui botol.
Jika saja pemerintah maupun perusahaan swasta dapat melihat bahwa ibu hamil ini adalah investasi terbesar untuk melahirkan anak-anak Indonesia yang sehat, seharusnya sudah sejak lama berbesar hati memberikan kesempatan bagi Ibu untuk menyusui bayi lebih lama, minimal dalam masa ASI eksklusif bahkan hingga 2 tahun. Saat ini Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada fase Seribu Hari Pertama Kehidupan telah disahkan menjadi Undang-Undang. Implementasi RUU tersebut harus terus dikawal dan dapat dilaksanakan di seluruh wilayah untuk meningkatkan kesehatan Ibu dan Anak salah satunya melalui optimalnya pemberian ASI eksklusif.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Kemenkes, 2024. Ingin Bayi tumbuh Sehat dan Cerdas? ASI Eksklusif 6 Bulan kuncinya. https://ayosehat.kemkes.go.id/asi-eksklusif-6-bulan, diakses 24 September 2024
Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023