Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Kampanye Ala Mahasiswa
15 Mei 2017 20:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari syarifudin taufiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernah gak sih kalian lagi ngomong serius, tapi temen - temenmu nganggap kamu bercanda? Seketika kamu merasa gak mood lagi buat ngomong atau jengkel, mengumpat dalam hati kalau mereka itu orang - orang yang gak tahu situasi dan bla bla bla.
ADVERTISEMENT
Nah sama halnya dengan ketika saya melihat sekumpulan mahasiswa sedang mengadakan kampanye untuk pemilihan Gubernur BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), tapi disisipi dan diakhiri dengan lagu - lagu "recehan".
Di kampus saya akhir - akhir ini sedang ber-euforia menjelang pemilihan Gubernur BEM. Poster - poster calon Gubernur terpampang di setiap mading dan papan informasi lorong lorong kampus, visi misi yang dicetak tebal dan nomor urut calon lebih terlihat jelas ketimbang poster seminar kewirausahaan apalagi poster yang sedang mencari donasi buku untuk KKN (Kuliah Kerja Nyata).
Pada hari itu, dua hari berturut turut saya datang ke kampus menemukan orang - orang yang sedang berkumpul di lobby terdengar meneriaki keadilan, keinginan, dan banyak hal yang mereka teriaki, termasuk mereka meneriaki perihal satpam yang menendang mahasiswa sedang melakukan aksi penolakan Ganjar beberapa waktu silam.
ADVERTISEMENT
Tibalah waktunya sang calon berpidato di hadapan sekumpulan mahasiswa yang sejatinya hanya "sekumpulan" mereka juga dan mahasiswa yang tidak sengaja lewat di sana, satu dua terlihat masa bodo melengos. Si calon berpidato menyuarakan visi misi, hak - hak mahasiswa di kampus dan hal yang membuat mahasiswa kiranya akan terbakar emosinya jika mendengar pidatonya.
Dengan nada yang lantang dan suara yang mantap seolah Presiden Soekarno sedang berpidato pada jutaan rakyat Indonesia pada perayaan kemerdekaan, sang calon beretorika tanpa keraguan. Pada akhir pidato saya mengakui sang calon itu pantas untuk menjadi seorang Gubernur BEM selanjutnya.
Akan tetapi berbeda dengan ekpektasi di akhir acara kampanye itu, boleh saya katakan bahwa kampanye itu tidak happy ending. Pada akhirnya mereka menutup acara dengan penampilan band yang menyanyikan lagu - lagu galau kekinian bahkan tidak ada relavansinya sama sekali dengan acara kampanye itu.
ADVERTISEMENT
Saya jadi teringan film dokumenter yang berjudul "Nyalon", dokumenter yang bercerita tentang euforia proses pemilihan kepala daerah, di film itu ada part yang memperlihatkan orang - orang sedang berkampanye berjoget sambil nyanyi - nyanyi lagu dangdut, dan paling mencolok adalah penyanyinya yang mengenakan pakaian yang terbuka.
Sama halnya dengan acara kampanye calon gubernur BEM ini, rasanya sangat "receh" untuk kalangan mahasiswa. Apa memang dengan cara seperti ini agar mahasiswa lain tertarik untuk mendukung sang calon? Menyanyikan lagu - lagu galau yang tidak mencerminkan pergerakan sosial, ah mungkin pegerakan dari hati ke hati bisa kali ya? hehe... mungkin akan lebih menarik juga bagi mahasiswa yang kekinian juga, daripada mereka harus menyanyikan lagu Darah Juang, Buruh Tani, Darah Rakyat dan lainnya.
ADVERTISEMENT