Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
Konten dari Pengguna
Dari Yel-yel ke Demonstrasi: Mengapa Mahasiswa Melawan?
24 Februari 2025 13:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Gelombang protes mahasiswa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir menandai babak baru dalam dinamika politik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Demonstrasi yang dimulai dari ketidakpuasan terhadap kebijakan penghematan anggaran untuk mendanai program makan gratis dan dana kekayaan negara Danantara, kini berkembang menjadi gerakan yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Tuntutan tidak hanya terbatas pada revisi kebijakan fiskal, tetapi juga menyoroti isu-isu fundamental seperti independensi demokrasi, peran militer dalam pemerintahan sipil, serta keterlibatan mantan Presiden Joko Widodo dalam kebijakan pemerintahan saat ini.
Aksi demonstrasi yang berlangsung di berbagai kota besar seperti Jakarta dan Makassar juga diwarnai dengan bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Insiden ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara pemerintah dan kelompok masyarakat yang merasa kebijakan saat ini tidak berpihak pada rakyat.
Demonstrasi yang awalnya direncanakan berlangsung selama beberapa hari terus berlanjut, menunjukkan bahwa eskalasi protes ini bukan sekadar respons spontan, tetapi merupakan indikasi dari ketidakpuasan yang lebih dalam terhadap arah kebijakan pemerintahan Prabowo.
Konteks ini menjadi semakin menarik ketika dikaitkan dengan dinamika politik yang berkembang. Artikel berjudul "Growing dissent puts Prabowo’s leadership to test", The Jakarta Post, 23 Februari 2025, menyoroti bagaimana protes ini mencerminkan ujian kepemimpinan bagi Prabowo.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa kebijakan pemotongan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun memicu gelombang ketidakpuasan yang meluas. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Prabowo yang baru empat bulan menjabat, menjadikannya presiden pasca-Reformasi yang paling cepat menghadapi demonstrasi besar.
Eskalasi protes ini menarik untuk dianalisis dalam konteks politik nasional. Salah satu faktor yang diduga mempercepat kemarahan publik adalah seruan Prabowo yang menyerukan yel-yel "Hidup Jokowi" dalam beberapa kesempatan. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa mantan presiden masih memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan saat ini, yang bertentangan dengan harapan sebagian masyarakat yang menginginkan pemerintahan yang benar-benar baru.
Seruan ini bisa dianggap sebagai sinyal kesinambungan politik, tetapi di sisi lain memperkuat persepsi bahwa Prabowo masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi, yang kebijakan-kebijakannya juga menjadi sasaran kritik demonstran.
ADVERTISEMENT
Media memiliki peran penting dalam membentuk opini publik terhadap demonstrasi ini. Dalam perspektif negara demokrasi, media idealnya bertindak sebagai pengawas independen yang memberikan ruang bagi berbagai sudut pandang. Namun, reaksi media di Indonesia terhadap demonstrasi ini masih beragam.
Beberapa media arus utama cenderung menyoroti aspek ketertiban umum dan dampak ekonomi dari aksi protes, sementara media alternatif dan sosial lebih banyak mengangkat tuntutan substantif demonstran, seperti evaluasi program makan gratis dan reformasi kebijakan ekonomi. Pola pemberitaan ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah berkembang sebagai demokrasi, masih ada dinamika dalam kebebasan pers yang mempengaruhi bagaimana isu-isu politik disampaikan kepada publik.
Tuntutan demonstrasi yang mencakup evaluasi program makan gratis, penghapusan kebijakan penghematan, serta penghentian keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil, mencerminkan kekhawatiran luas masyarakat terhadap arah kebijakan negara.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penolakan terhadap keterlibatan Jokowi dalam pemerintahan Prabowo juga menjadi sorotan, menunjukkan adanya keinginan dari sebagian kelompok masyarakat untuk memastikan bahwa pemerintahan baru benar-benar membawa perubahan.
Beberapa faktor mendukung keberlanjutan demonstrasi ini. Pertama, jaringan mahasiswa yang kuat dan koordinasi yang semakin matang memungkinkan protes ini berkembang menjadi gerakan sosial yang lebih besar. Kedua, kehadiran kelompok aktivis dan buruh yang turut bergabung menunjukkan bahwa isu yang diangkat tidak hanya relevan bagi mahasiswa, tetapi juga bagi sektor masyarakat yang lebih luas. Ketiga, kebijakan ekonomi yang dianggap merugikan kelompok tertentu memberikan landasan bagi munculnya solidaritas lintas kelompok dalam aksi demonstrasi ini.
Implikasi dari protes ini terhadap demokrasi Indonesia memiliki dua sisi. Di satu sisi, meningkatnya aksi protes menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi dan hak untuk bersuara masih terjaga, yang merupakan elemen penting dalam demokrasi. Namun, di sisi lain, jika eskalasi protes terus berujung pada bentrokan dan kekerasan, maka stabilitas politik bisa terganggu, yang berpotensi memberikan alasan bagi pemerintah untuk memperketat kontrol terhadap gerakan protes. Oleh karena itu, respons pemerintah terhadap demonstrasi ini akan menjadi indikator sejauh mana demokrasi di Indonesia dapat bertahan di tengah tantangan politik yang ada.
ADVERTISEMENT