Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Dominasi Israel: Ancaman Bagi Perdamaian Regional
15 April 2025 12:29 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Respons Israel pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah secara fundamental mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah, dalam skala yang belum pernah terlihat sejak Perang Arab-Israel tahun 1967. Aksi militer yang menyusul serangan tersebut tidak hanya membidik Gaza, tetapi meluas hingga ke Suriah, Lebanon, dan Tepi Barat. Operasi besar-besaran ini, yang semula disebut sebagai upaya pertahanan, pada akhirnya menjadi ekspansi strategis yang menunjukkan pergeseran nyata dalam arsitektur geopolitik kawasan: Israel kini tampil sebagai hegemon regional yang tak tertandingi.
ADVERTISEMENT
Seperti yang diulas dalam artikel The U.S. Must Now Reckon With a Hegemon in the Mideast: Israel oleh Aaron David Miller dan Steven Simon, yang diterbitkan The New York Times pada 14 April 2025, dukungan besar-besaran dari Amerika Serikat dan sekutu Teluk memungkinkan Israel menghancurkan jaringan perlawanan Hamas-Hezbollah dan menundukkan pengaruh Iran secara signifikan. Dalam narasi para penulis tersebut, kemenangan Israel bukan hanya militer, tetapi juga diplomatik, dengan terbukanya jalan bagi pendudukan wilayah tambahan dan penguasaan titik-titik strategis yang dulunya menjadi zona perlawanan.
Pergeseran ini bisa dibaca dalam kerangka pemikiran Niccolò Machiavelli, filsuf Renaisans yang menekankan pentingnya kekuasaan dan strategi dalam mempertahankan negara. Dalam Il Principe, Machiavelli menyarankan bahwa penguasa harus menggunakan segala cara, termasuk kekerasan, untuk mempertahankan stabilitas. Namun, dalam konteks Israel, kekuatan yang dijalankan tidak hanya mengabaikan norma moral, tetapi juga hukum internasional, karena banyak operasi yang dilakukan berujung pada pelanggaran hak asasi manusia dan penghancuran wilayah sipil.
ADVERTISEMENT
Berbagai pelanggaran telah dilaporkan oleh organisasi internasional dan media kredibel. Di Gaza, penggunaan kekuatan berlebihan menyebabkan ribuan korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak. Di Tepi Barat, penggusuran paksa dan pembangunan permukiman ilegal meningkat tajam, melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Bahkan di wilayah Lebanon dan Suriah, serangan udara dan manuver darat memperlihatkan pola pendudukan yang agresif dan tidak mempertimbangkan kedaulatan negara-negara tersebut. Pendekatan yang demikian justru memicu instabilitas lebih luas dan memperpanjang siklus kekerasan.
Dari peristiwa ini, kita seharusnya mengambil pelajaran penting bahwa keamanan sejati tidak bisa dibangun melalui dominasi. Menurut Johan Galtung, salah satu pemikir terkemuka dalam studi perdamaian modern, perdamaian sejati hanya bisa dicapai jika ada keadilan struktural, penghormatan terhadap martabat manusia, dan keterlibatan semua pihak dalam dialog. Hegemoni militer tanpa legitimasi moral hanya akan melahirkan perlawanan baru dan memperkuat siklus konflik.
ADVERTISEMENT
Implikasi dari tindakan Israel ini sangat besar, bukan hanya bagi kawasan, tetapi juga bagi dunia. Ketegangan yang ditimbulkan menciptakan ruang bagi ekstremisme, mempersulit proses perdamaian, dan menguras energi diplomatik internasional. Ketimpangan perlakuan terhadap konflik ini juga memperburuk citra negara-negara Barat yang terkesan permisif terhadap pelanggaran jika dilakukan oleh sekutunya. Dunia Arab semakin frustrasi, dan kepercayaan terhadap sistem internasional semakin merosot.
Di tengah krisis kemanusiaan dan ketidakstabilan yang semakin akut, dunia internasional tidak bisa terus bersikap netral apalagi diam. Perlu ada langkah konkret untuk menghentikan praktik pendudukan, memastikan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia, dan menghidupkan kembali mekanisme perdamaian yang berbasis pada prinsip keadilan dan kesetaraan. Palestina dan rakyat kawasan lainnya berhak mendapatkan kehidupan yang layak tanpa bayang-bayang konflik abadi.
ADVERTISEMENT
Peran PBB, negara-negara nonblok, serta komunitas global menjadi sangat penting dalam mendorong deseskalasi. Bila dunia gagal merespons, kita sedang menyaksikan pembentukan tatanan regional baru yang tidak demokratis dan berbasis pada superioritas militer semata. Hegemoni seperti ini bukan hanya berbahaya bagi Timur Tengah, tetapi bagi stabilitas global secara keseluruhan.
Kini saatnya dunia menyadari bahwa konflik yang dibiarkan akan merambat menjadi krisis yang lebih besar. Keamanan dan perdamaian dunia tidak akan pernah lahir dari dominasi satu pihak atas pihak lain, tetapi dari pengakuan atas hak semua bangsa untuk hidup merdeka, aman, dan bermartabat.