Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Lawyer Indonesia: Godaan Kemewahan & Menjaga Integritas
28 April 2025 17:02 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Syaefunnur Maszah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Profesi lawyer di Indonesia sejak lama dipandang sebagai jalan prestisius menuju kemapanan ekonomi. Kantor-kantor hukum besar di Jakarta dan kota-kota utama menawarkan karier gemilang bagi mereka yang mampu menavigasi kompleksitas hukum nasional dan internasional. Tak hanya soal penghasilan, profesi ini juga membuka akses ke jejaring elit politik, bisnis, dan pemerintahan. Seperti diungkapkan oleh Profesor David B. Wilkins dari Harvard Law School, dalam kajiannya tentang transformasi profesi hukum global, "lawyers are not merely professionals; they are power brokers," yang menunjukkan bahwa pengacara kerap berada di pusat-pusat kekuasaan sekaligus kekayaan.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka teori modern, Professional-Client Relationship Theory yang dikembangkan oleh Heinz dan Laumann menekankan bahwa lawyer, dalam menjalankan tugasnya, tidak hanya bekerja atas dasar keahlian teknis, tetapi juga membangun jaringan sosial dan politik yang menentukan kesuksesan karier mereka. Di Indonesia, jaringan ini kerap menjadi pedang bermata dua: di satu sisi mendukung kelancaran advokasi hukum, di sisi lain menciptakan ruang abu-abu antara legalitas dan kolusi.
Realitas profesi ini memang menunjukkan wajah ganda. Di satu sisi, banyak lawyer yang mencapai taraf hidup mewah, mengendarai mobil-mobil premium, memiliki properti bernilai fantastis, hingga mengisi papan-papan pengurus partai politik atau asosiasi bisnis. Di sisi lain, kemewahan ini kadang diperoleh dengan cara yang mengkhawatirkan, yakni melalui kompromi terhadap prinsip keadilan dan profesionalisme hukum.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus suap di ranah pengadilan memperburuk citra profesi ini. Tidak sedikit lawyer yang terungkap dalam praktik-praktik tercela, memperjualbelikan keadilan demi keuntungan pribadi. Salah satu contoh mencolok adalah kasus suap pengurusan perkara minyak goreng, di mana seorang lawyer menjadi perantara suap kepada hakim agung sebesar Rp60 miliar. Skandal ini bukan hanya mencoreng profesi lawyer, tetapi juga mempertebal kecurigaan publik terhadap integritas sistem hukum di negeri ini.
Implikasinya sangat serius. Setiap kasus suap yang melibatkan lawyer memperdalam ketidakpercayaan masyarakat kepada pengadilan dan seluruh sistem penegakan hukum. Bila profesi yang seharusnya menjadi pelindung keadilan justru berkontribusi pada korupsi, maka hukum kehilangan daya legitimasi moralnya. Seperti dicatat oleh Lawrence Friedman, pakar sosiologi hukum, hukum hanya efektif ketika masyarakat memandangnya adil; tanpa persepsi keadilan, hukum akan runtuh menjadi alat kekuasaan belaka.
Namun, pesimisme total tentu tidak adil. Di tengah kerentanan tersebut, masih banyak lawyer Indonesia yang menunjukkan dedikasi, integritas, dan keberanian luar biasa. Mereka berjuang di pengadilan untuk membela hak-hak rakyat kecil, menantang kekuasaan yang sewenang-wenang, bahkan menghadapi risiko tekanan dan intimidasi.
ADVERTISEMENT
Optimisme ini diperkuat oleh gerakan internal di kalangan lawyer sendiri yang mulai membangun kode etik lebih ketat, memperjuangkan transparansi perkara, serta mengkritisi kolega-kolega mereka yang terlibat skandal. Kesadaran bahwa reputasi profesi harus dijaga bukan sekadar demi citra, melainkan untuk memastikan hukum tetap menjadi tiang utama peradaban, kini makin menguat.
Masa depan profesi lawyer di Indonesia bergantung pada dua pilar: perbaikan sistemik dalam rekrutmen, pembinaan, dan pengawasan profesi, serta revitalisasi komitmen moral dari individu-individu yang memilih jalan ini. Di tengah derasnya godaan materialisme dan jaringan kekuasaan, hanya integritas yang akan memisahkan lawyer yang sekadar mencari kekayaan dari lawyer yang sungguh-sungguh membela keadilan.
Profesi ini tetap akan menjadi salah satu yang paling menjanjikan secara ekonomi di Indonesia, tetapi tantangan etik yang dihadapi juga kian besar. Antara kemewahan dan kehormatan, antara uang dan integritas, pilihan itu setiap hari terbentang di hadapan para lawyer. Dan masa depan hukum Indonesia akan ditentukan oleh pilihan-pilihan itu.
ADVERTISEMENT